BRI Liga 1: Sepak Bola Gajah Era Perserikatan, Balas Dendam Persebaya Singkirkan PSIS

oleh Aditya Wany diperbarui 03 Okt 2021, 10:30 WIB
Ilustrasi - PSIS Semarang Vs Persebaya Surabaya 1998/1999 (Bola.com/Adreanus Titus)

Bola.com, Jakarta - Persebaya Surabaya bakal bersua dengan PSIS Semarang pada laga pekan keenam BRI Liga 1 2021/2022, Minggu (3/10/2021) malam WIB. Pertemuan ini mengingatkan kenangan lama kedua tim.

Persebaya dan PSIS merupakan dua tim yang terlibat rivalitas sejak era Perserikatan. Kedua tim tercatat dua kali berjumpa pada partai final, masing-masing di Perserikatan 1986/1987 dan Ligina 1998/1999. Semuanya dimenangi PSIS Semarang dengan skor 1-0.

Advertisement

Namun, kenangan paling menyesakkan buat Persebaya terjadi pada Perserikatan 1986/1987. Saat itu, harapan masyarakat Surabaya sangat tinggi mengingat tim kebanggaannya sudah 10 tahun puasa gelar, sejak terakhir menjadi kampiun Perserikatan pada 1978.

Namun pada akhirnya, PSIS yang memenangi duel tersebut sekaligus menjadi prestasi terbaik pertama mereka dalam kompetisi kasta tertinggi. Kemenangan Laskar Mahesa Jenar itu menyakiti Tim Bajul Ijo.

Setahun berselang, Persebaya Surabaya masih dalam aroma balas dendam dan berusaha membuat PSIS Semarang gagal mempertahankan gelar. Di Perserikatan 1987/1988, muncul drama dan cerita, banyak yang menyebutnya sebagai "sepak bola gajah".

 

2 dari 4 halaman

Persebaya Buyarkan Ambisi Juara PSIS

BRI Liga 1 - Persebaya Surabaya Vs PSIS Semarang (Bola.com/Adreanus Titus)

Pada 1987/1988, situasinya berbalik pada Persebaya yang bisa membuat PSIS gagal meraih gelar dua musim beruntun. Mereka ingin menyingkirkan Laskar Mahesa Jenar agar tak melaju ke babak berikutnya dari penyisihan Grup Timur.

Syaratnya, Persebaya Surabaya harus mengalah dari Persipura Jayapura yang bisa menggeser PSIS. Alhasil, duet pelatih Kusmahadi dan Misbach menurunkan pemain pelapis dan muda yang belum berpengalaman melawan Persipura pada 21 Februari 1988.

"Saya jadi kaptennya waktu itu, saya masih muda. Kami main apa adanya saja. Kami bukan mencetak gol ke gawang sendiri atau bunuh diri. Tapi, memang main saja seperti biasa," kata Muharom Rusdiana, pemain Persebaya pada musim tersebut, kepada Bola.com.

Di luar dugaan, Persebaya kalah 0-12 dari Persipura Jayapura di hadapan pendukung sendiri di Stadion Gelora 10 November, Surabaya. Kekalahan itu justru menjadi sukacita bagi seluruh pihak di Persebaya.

"Suporter malah ikut bersorak. Setiap kali Persipura mencetak gol, mereka berteriak tambah terus. Tidak terasa sampai 12 gol," imbuh Muharom.

 

3 dari 4 halaman

Persebaya Raih Trofi Juara

Mustaqim (duduk dua dari kanan) bersama rekan setim di Persebaya saat menjuarai Perserikatan 1987-1988. (Bola.com/Istimewa/Fahrizal Arnas)

Pada akhirnya, Persebaya menjadi juara Perserikatan 1987/1988 dengan menundukkan Persija di Stadion Senayan, Jakarta. Selain Muharom, ada beberapa pemain andalan macam Machrus Afif, Yusuf Ekodono, Subangkit, Putut Wijanarko, Ibnu Grahan, Yongki Kastanya, Maura Hally, Yusuf Mony, dll. Jangan lupakan juga Mustaqim yang saat ini menjabat asisten pelatih Persebaya.

Pada musim itu pula, muncul istilah Bonek untuk sebutan suporter Persebaya. Kata akronim yang diambil dari bahasa Jawa, yakni “bondo” dan “nekat” yang berarti bermodal dan nekat.

Istilah Bonek lahir sebagai respons atas antusias dan gairah warga Surabaya dalam mendukung Persebaya. Sebab, ribuan masyarakat Surabaya berbondong-bondong ke Jakarta demi menyaksikan klub idolanya menjadi juara dengan mengalahkan Persija di Jakarta.

Musim 1987/1988 menjadi kali terakhir Persebaya memenangi Perserikatan. Kompetisi itu kemudian dilebur bersama Galatama (Liga Sepak Bola Utama) menjadi Liga Indonesia (Ligina) pada 1994.

4 dari 4 halaman

Yuk Tengok Posisi Klub Favorit Kamu:

Berita Terkait