Bola.com, Jakarta - "Bermain sebagai nomor 9 membuatku jauh lebih dekat dengan gawang. Begitu melewati satu pemain, aku langsung menghadap ke gawang dan punya fokus untuk menyelesaikan peluang." – Ousmane Dembele
Dalam panggung besar sepak bola modern, jarang ada transformasi yang sedrastis dan sekaya makna seperti perubahan yang dialami Ousmane Dembele.
Dari talenta yang sering membingungkan, ia menjelma menjadi mesin gol Paris Saint-Germain (PSG) – sebuah efek kupu-kupu yang dimulai ketika sayapnya sempat 'dipotong'.
Dulu dikenal sebagai simbol dari potensi besar yang tak kunjung utuh, pemain berusia 27 tahun ini kini menjadi protagonis tak terduga dalam perjalanan PSG menuju final Liga Champions, di mana mereka akan menghadapi Inter Milan di Munich, Minggu dini hari WIB (1-6-2025).
Hukuman Sepak Bola
Kebangkitan Ousmane Dembele sebagai pencetak gol membuka babak baru yang mengesankan dalam karier yang sebelumnya ditandai oleh kilasan-kilasan kegeniusan yang tak konsisten.
"Keputusan terbaik saya adalah tidak memainkannya di London (melawan Arsenal)," ujar Luis Enrique, pelatih PSG, Februari lalu.
Sebuah pernyataan yang terdengar seperti pengakuan dari seorang orang tua yang menerapkan disiplin keras kepada anak berbakat yang sulit diatur.
Absen dalam laga di Emirates Stadium – sebuah "hukuman sepak bola" yang bisa saja menghancurkan mental banyak pemain – justru menjadi titik balik dalam transformasi Dembele: dari winger yang tak terduga menjadi penyerang tengah yang tajam dan efisien.
Statistik mencerminkan perubahan yang hampir ajaib: 32 gol dari 40 pertandingan di semua kompetisi musim ini, termasuk 21 gol di Ligue 1 – lebih banyak dari jumlah total golnya dalam lima musim sebelumnya.
Dembele versi 2.0
Lebih mencolok lagi adalah efisiensinya. Sebelum bermain sebagai penyerang tengah, Dembele hanya mampu mengonversi 13,5 persen peluang menjadi gol. Kini, angkanya melonjak ke 26,7 persen – sebuah peningkatan yang pasti membuat para insinyur Jerman angkat topi.
"Bermain sebagai nomor 9 membuatku jauh lebih dekat dengan gawang," ujar Dembele dengan nada tenang.
"Begitu aku melewati satu pemain, aku langsung berada di depan gawang, dan aku punya fokus untuk menyelesaikan peluang," imbuhnya.
Inilah Dembele versi 2.0 – seorang pemain yang lahir kembali berkat perubahan taktik. Fleksibilitasnya pun mencengangkan: delapan gol dengan kaki kanan, sepuluh dengan kaki kiri, dan dua lewat sundulan.
Ia kini menjadi satu di antara penyerang paling lengkap dan berbahaya di Eropa.
Rekalibrasi taktis Luis Enrique – memposisikan Dembele di tengah dalam skema permainan menekan tinggi berbasis penguasaan bola – telah mengubah PSG dari sekumpulan pemain bintang individual menjadi sebuah orkestra yang harmonis.
Pendekatan ini terbukti sangat efektif di Liga Champions, di mana para lawan kerap tercekik oleh tekanan PSG sebelum akhirnya dihukum oleh presisi baru Dembele yang mematikan.
Masuk Perbincangan Ballon d'Or
Kini, saat PSG bersiap menghadapi Inter Milan di partai puncak Liga Champions, Dembele berdiri di persimpangan antara penebusan pribadi dan kesempatan untuk mencapai puncak ketenaran.
Winger yang dulu kerap mengecewakan, kini justru menjadi tumpuan serangan bagi klub yang begitu mendambakan trofi Eropa – upaya kedua mereka untuk menjadi juara setelah kegagalan di final 2020.
Jika impian PSG terwujud, tak bisa dihindari bahwa nama Dembele akan masuk perbincangan Ballon d'Or.
Sebuah kisah kebangkitan yang dimulai dari bangku cadangan, dan mekar menjadi kepercayaan diri seorang penyerang yang kini mencetak gol dengan frekuensi seperti hujan di Paris pada bulan April.
Satu-satunya noda dalam performanya baru-baru ini muncul di final Coupe de France, saat ia gagal memaksimalkan empat peluang emas dalam kemenangan 3-0 atas Stade de Reims.
Namun, Dembele kini punya kesempatan besar untuk menebus itu semua di final Minggu dini hari – dan mungkin, menjadi penentu sejarah.
Sumber: Reuters via Timeslive