Bola.com, Jakarta - Ambisi FIFA untuk menjadikan Amerika Serikat sebagai panggung global melalui Piala Dunia Antarklub edisi terbaru mulai berubah menjadi mimpi buruk.
Seiring turnamen memasuki fase gugur, cuaca ekstrem menjadi musuh tak terlihat yang justru mendominasi sorotan, lebih dari permainan itu sendiri.
Pertandingan Juventus versus Real Madrid di Miami menjadi satu di antara contoh paling nyata: sepuluh pemain Bianconeri meminta diganti akibat tak sanggup melanjutkan laga di bawah suhu 30 derajat Celsius dan kelembapan 70 persen.
Di tempat lain, para pemain cadangan Borussia Dortmund memilih bertahan di ruang ganti sepanjang babak pertama karena tak kuat menghadapi panas.
Kondisi cuaca yang tidak bersahabat ini diperparah oleh badai petir yang menyebabkan enam pertandingan harus ditunda. Satu di antaranya, laga antara Chelsea dan Benfica, tertunda selama dua jam dan berubah dari pertandingan sepak bola menjadi uji ketahanan ala acara televisi "Survivor".
"Ini soal kualitas permainan yang menurun. Mustahil menghasilkan pertandingan bagus jika dimainkan pukul 4 sore di Meksiko," ujar Maheta Molango, CEO PFA (Asosiasi Pesepak Bola Profesional Inggris).
"Para pemain berkata langsung: 'Saya tak bisa. Saya harus menghemat tenaga.' Hasilnya, apa yang dilihat penonton di lapangan tak lagi menghibur," imbuhnya.
Molango juga menyebut dampak lebih luas.
"Jika saya adalah penonton di AS dan ini adalah pertama kalinya saya menonton sepak bola maka ini bukan pengalaman yang baik. Produk yang kita tawarkan sedang kita rusak sendiri. Semua ini semata-mata soal uang," cetusnya.
Kalender yang Tak Masuk Akal, Pemain Jadi Korban
FIFA memang memperluas format Piala Dunia Antarklub 2025 menjadi 32 tim sebagai bagian dari strategi ekspansi global. Namun, keputusan ini berbenturan dengan kalender sepak bola dunia yang sudah terlalu padat.
FIFPRO, serikat pemain dunia, sudah jauh-jauh hari memperingatkan agar pemain diberikan minimal empat minggu waktu istirahat di akhir musim. Kini, kekhawatiran itu terbukti bukan sekadar wacana.
"Ini akumulasi dari banyak kompetisi yang tak saling berkoordinasi dan menciptakan kalender yang tidak masuk akal," kata Molango.
"Tunggu saja Oktober atau November nanti. Kita akan mulai melihat konsekuensi nyatanya," katanya lagi.
Mantan pelatih Liverpool, Jürgen Klopp, bahkan tak ragu menyebut kompetisi ini sebagai "gagasan terburuk yang pernah dijalankan dalam sejarah sepak bola".
Harapan dan Gugatan yang Meningkat
Manajer Manchester City, Pep Guardiola, mengakui tantangan tersebut, meski berusaha realistis.
"Apakah saya ingin punya dua bulan untuk persiapan musim baru? Ya. Tapi, beginilah kenyataannya," ujar Guardiola.
Molango berharap bahwa "bahkan dari perspektif bisnis, orang akan mulai sadar bahwa ini tidak masuk akal." Namun, optimisme itu tampak berat direalisasikan, terutama ketika tuntutan hukum sudah mulai muncul.
PFA dan sejumlah serikat pemain Eropa telah mengajukan gugatan hukum terhadap kalender FIFA yang mereka sebut "overloaded and unworkable".
Menurut Molango, Komisi Eropa berpotensi menanggapi serius kasus ini, langkah yang jarang terjadi dalam urusan sepak bola.
Ketika Mimpi Besar Terperangkap Realitas Iklim
Turnamen yang semula ingin dijadikan FIFA sebagai panggung emas di pasar Amerika justru menjadi ajang ujian terhadap ketahanan fisik para pemain.
Alih-alih memperlihatkan daya tarik sepak bola global, Piala Dunia Antarklub tahun ini justru memperlihatkan batas-batas ketahanan manusia dan logika di balik kalender sepak bola internasional.
FIFA pernah menyebut turnamen ini sebagai American Dream. Kini, dengan pemain kelelahan, pertandingan yang kacau akibat badai, dan gugatan hukum yang mengancam, mimpi itu mulai terlihat seperti mimpi buruk dalam suhu yang menyengat.
Sumber: Inside World Football