Indonesia Darurat Penipuan Digital, Rp4,6 Triliun Uang Masyarakat Lenyap dalam 10 Bulan

OJK ungkap Indonesia darurat penipuan keuangan. Harus waspada.

BolaCom | Aning JatiDiterbitkan 19 Agustus 2025, 15:40 WIB
Ilustrasi penipuan digital. (c) jayzynism/Depositphotos.com

Bola.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan angka mengejutkan terkait kerugian masyarakat akibat penipuan digital.

Sejak Indonesia Anti-Scam Center (IASC) resmi berdiri pada November tahun lalu, total kerugian yang tercatat telah menembus Rp4,6 triliun hanya dalam waktu kurang dari setahun.

Advertisement

epala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menyebut angka tersebut jauh melampaui proyeksi.

"Kami bikin studi, 3 semester atau 1,5 tahun itu angka kerugian dilaporkan sekitar Rp2 triliun. Tapi, ternyata baru delapan bulan, mungkin sekarang 10 bulan dari sejak didirikan, angka kerugian masyarakat sudah Rp4,6 triliun. Ini besar sekali," ujar Friderica dalam acara Kampanye Nasional Berantas Scam dan Aktivitas Keuangan Ilegal di Hotel Raffles, Jakarta, Selasa (19-8-2025).


Laporan Menumpuk, Jaringan Scam Kian Luas

Ilustrasi korban penipuan digital. (c) lzf/Depositphotos.com

Sejak beroperasi, IASC telah menerima lebih dari 225 ribu laporan penipuan dari masyarakat. Dari jumlah itu, 72 ribu rekening berhasil diblokir langsung, sementara total 359 ribu rekening teridentifikasi terlibat aktivitas scam.

Friderica menambahkan, rata-rata laporan yang masuk setiap hari mencapai 700–800 kasus, jauh lebih tinggi dibanding Singapura yang hanya mencatat 140–150 laporan per hari.

"Jumlah laporan yang diterima 225 ribu, rekening yang langsung kami blokir 72 ribu, kemudian rekening yang dilaporkan 359 ribu," jelasnya.


Modus Kian Beragam

Ilustrasi konsumen yang terkena penipuan digital. (Foto dok : Freepik/rawpixel.com).

Fenomena ini, menurut Friderica, menjadi alarm serius. Penipuan digital kini tidak hanya menyasar masyarakat dengan literasi rendah, tetapi juga menjebak kalangan profesional bahkan pejabat.

"Jadi, masyarakat kita sudah menggunakan digitalisasi, tetapi secara literasi keuangan digital masih belum cukup tinggi. Itu yang harus terus kami dorong supaya mereka tidak jadi korban," kata Friderica, yang akrab disapa Kiki tersebut.

Ia menyebut, modus penipuan yang masuk laporan IASC sangat beragam, dari love scam, lowongan kerja palsu, phishing lewat aplikasi perbankan hingga penipuan di marketplace dan aset kripto.

"Masyarakat sering tidak sadar, ada yang tidak sengaja transfer, ada yang terjebak love scam, tawaran kerja, dan lain-lain. Semua aduan itu masuk ke Indonesia Anti-Scam Center yang menjadi bagian dari Satgas PASTI," tutur Friderica.

 

Sumber: merdeka.com

Berita Terkait