Desakan Hentikan MBG Menguat, Anggota DPR: Evaluasi, Bukan Setop Program

Muncul desakan menghentikan program MBG, begini respons anggota Komisi IX DPR RI.

BolaCom | Aning JatiDiterbitkan 26 September 2025, 08:20 WIB
Ilustrasi program MBG. (Dok. BRI)

Bola.com, Jakarta - Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) kembali menjadi sorotan usai muncul kasus keracunan massal di kalangan siswa. Desakan sejumlah orang tua agar program ini dihentikan mendapat tanggapan dari anggota DPR.

Anggota Komisi IX DPR RI, Ashabul Kahfi, menyatakan tidak sepakat dengan usulan penghentian MBG yang merupakan gagasan Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, program tersebut justru penting untuk memperbaiki gizi anak-anak.

Advertisement

"Bahwa perlu kita evaluasi, oke kita evaluasi. Kalau ada kelalaian, ada kesalahan, sistemnya yang kita perbaiki, bukan menghentikan programnya," kata Ashabul usai kunjungan kerja spesifik Komisi IX DPR RI di Kantor Balai Besar Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BBPVP) Makassar, Kamis (25-9-2025).

Mantan Ketua DPW PAN Sulawesi Selatan itu mengusulkan lima langkah perbaikan. Pertama, memperketat standar kualitas dan pengawasan dari pemilihan bahan, proses memasak, penyimpanan, hingga distribusi makanan.

"Kuncinya harus diawasi secara ketat oleh Dinas Kesehatan dan BPOM," ujarnya.


Saran Perbaikan

Dapur Kebayunan mitra mandiri Badan Gizi Nasional (BGN) mampu memproduksi 16.203 paket Makan Bergizi Gratis (MBG) setiap hari. (merdeka.com/Arie Basuki)

Kedua, memperbaiki rantai distribusi dan penyimpanan. Ia menilai sistem rantai dingin (cold chain) perlu diterapkan agar makanan tidak basi di perjalanan.

Ketiga, meningkatkan kapasitas penyedia makanan, khususnya UMKM dan katering yang terlibat.

Keempat, memberikan pelatihan terkait higienitas, standar gizi, dan keamanan pangan agar kualitas program seragam di seluruh daerah.

"Lakukan edukasi masyarakat. Orang tua, guru, bahkan siswa harus paham bagaimana mengenali makanan yang tidak layak konsumsi sehingga pengawasan tidak hanya dari pemerintah, tapi juga dari lingkungan sekitar," tambahnya.

Kelima, menegakkan hukum secara tegas bagi penyedia yang lalai hingga menyebabkan keracunan.

"Solusinya bukan menghentikan MBG. Dengan pembenahan bertahap, program bisa lebih kuat, lebih aman, dan benar-benar jadi instrumen negara untuk mewujudkan masyarakat sehat dan cerdas," kata Ashabul.


Koordinasi Lintas Kementerian

Hingga Selasa (23/9/2025), jumlah korban mencapai lebih dari 300 siswa yang tersebar di beberapa fasilitas kesehatan dengan kondisi beragam. (Timur Matahari/AFP)

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Putih Sari, menekankan pentingnya koordinasi lintas kementerian, khususnya terkait kelayakan dan kompetensi dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

"Ini yang saya kira perlu disinkronkan. Kalau memang perlu dilatih dan disertifikasi, kita bisa manfaatkan balai-balai besar yang sudah ada di berbagai daerah," ujar politisi Partai Gerindra itu.

Ia menambahkan, Komisi IX juga akan mengevaluasi kinerja Badan Gizi Nasional (BGN) selaku penyelenggara MBG.

"Ya, pasti ada karena memang ini leading sector. (BGN) salah satu mitra kerja Komisi IX," ucapnya.


KPAI Usulkan Penghentian Sementara

Ratusan siswa di Bandung, Jawa Barat, pada Selasa 23 September 2025, dilaporkan jatuh sakit setelah menyantap makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG). (Timur Matahari/AFP)

Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak pemerintah menghentikan sementara program MBG akibat meningkatnya kasus keracunan anak-anak.

"KPAI menyoroti berbagai peristiwa keracunan makanan yang terus meningkat, bukan menurun. Satu kasus anak yang mengalami keracunan bagi KPAI sudah cukup banyak," kata Jasra Pustra, Wakil Ketua KPAI, dalam siaran pers, Minggu (21-9-2025).

Menurut Jasra, pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh.

"KPAI usul hentikan sementara sampai benar-benar instrumen panduan dan pengawasan yang dibuat BGN dilaksanakan dengan baik," ujarnya.

Ia menilai kasus keracunan anak, termasuk di tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), sudah tidak bisa ditoleransi.

"Pertahanan anak sekecil itu berbeda dengan orang dewasa. Apalagi kita tahu kebijakan negara belum sepenuhnya menjangkau kondisi keluarga," katanya.

Jasra mengingatkan agar aspek kesehatan anak juga menjadi perhatian utama dalam penyaluran program.

"Anak-anak ini pertahanannya masih sangat lemah, tubuhnya masih perlu dukungan khusus. Mereka juga tidak mudah menggambarkan kondisi kesehatannya," jelasnya.

Ia pun menekankan perlunya petugas khusus serta peralatan standar untuk menangani kasus darurat keracunan pada anak usia dini.

"Agar dapat diselamatkan karena pertahanan mereka tidak sekuat kita," imbuhnya.

 

Sumber: merdeka.com

Berita Terkait