Bola.com, Jakarta - Kepala Ekonom Citibank N.A., Indonesia, Helmi Arman, memperkirakan prospek investasi emas akan menurun pada 2026 jika kondisi ekonomi dan geopolitik dunia menunjukkan perbaikan signifikan.
Ia menilai, penguatan ekonomi global, terutama di Amerika Serikat dan China, akan menjadi faktor utama yang mengubah arah minat investor.
Menurut Helmi, pemulihan di dua ekonomi terbesar dunia itu bisa mendorong peralihan investasi dari emas ke aset lain yang menawarkan potensi imbal hasil lebih tinggi, seperti saham dan properti.
"Kalau memang tahun depan perekonomian Amerika Serikat pulihnya cepat dan juga perekonomian China ikut terangkat, akan ada pesaing-pesaing baru untuk emas dari sisi instrumen keuangan," ujar Helmi dalam keterangannya di Jakarta.
Pergeseran Daya Tarik Emas
Dalam beberapa tahun terakhir, sekitar 80 persen permintaan emas berasal dari investasi, sementara 20 persen sisanya digunakan untuk keperluan industri. Namun, jika situasi ekonomi global kembali stabil, daya tarik emas sebagai aset safe haven akan berkurang.
Investor akan lebih tertarik pada aset berisiko yang menawarkan keuntungan lebih besar seiring meningkatnya kepercayaan pasar.
Helmi menilai, kondisi ekonomi yang solid akan mendorong perubahan perilaku investor yang sebelumnya mengandalkan emas sebagai pelindung nilai di masa ketidakpastian.
Kini, dengan prospek pertumbuhan yang lebih cerah, risiko mulai dianggap sebagai peluang untuk meraih imbal hasil yang lebih tinggi.
Permintaan Bank Sentral dan Rumah Tangga
Helmi juga menyoroti tren pembelian emas oleh bank sentral di negara-negara berkembang yang selama ini meningkatkan cadangan sebagai langkah antisipasi terhadap gejolak geopolitik dan kebijakan perdagangan Amerika Serikat.
Namun, jika ketegangan global mereda dan pertumbuhan ekonomi kembali menguat, permintaan dari sektor institusi maupun rumah tangga diperkirakan akan melambat.
Permintaan konsumen di Asia, khususnya dari China dan India, juga menjadi pendorong utama pasar emas dunia. Helmi menjelaskan, permintaan emas rumah tangga di China sempat meningkat karena pelemahan sektor properti.
"Di China, semenjak sektor propertinya lemah, demand (permintaan) rumah tangga untuk emas jadi meningkat," ujarnya.
Namun, bila pasar properti dan keuangan di kedua negara tersebut kembali pulih, masyarakat cenderung akan mengalihkan dana mereka ke instrumen lain yang dinilai lebih menguntungkan.
Peluang Kenaikan Logam Dasar
Selain berbicara mengenai emas, Helmi melihat peluang peningkatan harga pada logam dasar seperti tembaga, nikel, dan aluminium.
Menurutnya, pemulihan ekonomi dunia akan mendorong aktivitas industri dan infrastruktur yang memerlukan logam-logam tersebut sehingga permintaan dan harga berpotensi naik.
Saat ini, kata Helmi, harga komoditas logam dasar masih tertahan akibat perlambatan ekonomi global. Namun, dengan proyeksi pemulihan Amerika Serikat tahun depan, sektor ini berpotensi kembali bergairah.
"Makanya Citi berekspektasi tahun depan harga emas dunia secara rata-rata mungkin tidak sebagus tahun ini dan ada potensi logam dasar mulai naik panggung," ujarnya.
Sebagai gambaran, data Sahabat Pegadaian per Rabu pagi (5-11-2025) menunjukkan harga emas Galeri24 bertahan di level Rp2.374.000 per gram, sementara emas UBS juga tidak mengalami perubahan di Rp2.376.000 per gram.
Angka tersebut mencerminkan stabilitas harga emas di tengah dinamika pasar komoditas saat ini.
Sumber: merdeka.com