Ratusan Perusahaan Diduga Gelapkan Pajak, Temuan DJP Melonjak Hampir 2 Kali Lipat

Ratusan perusahaan diduga penggelap pajak, diciduk DJP Kemenkeu.

BolaCom | Aning JatiDiterbitkan 25 November 2025, 18:20 WIB
Ilustrasi pajak. (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Bola.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengungkap lonjakan signifikan jumlah perusahaan yang diduga terlibat praktik penggelapan pajak. Ratusan wajib pajak (WP) badan kini sedang disorot karena diduga menjalankan berbagai skema manipulasi.

Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, menyampaikan bahwa jumlah WP yang masuk kategori terindikasi pelanggaran meningkat tajam dibandingkan data yang diungkap pada awal November 2025.

Advertisement

Saat itu, DJP mencatat ada 282 perusahaan yang diduga melakukan under-invoicing atau penggelapan dokumen.

Namun, setelah penelusuran lebih lanjut, angka tersebut bertambah menjadi 463 perusahaan. Bimo menegaskan bahwa seluruh temuan tersebut masih sebatas dugaan dan tetap berpegang pada asas praduga tak bersalah.

"Jadi, targetnya dari kemarin 282 wajib pajak, setelah kami coba telusuri, ini masih dugaan, tentu ini prejudice of innocent, itu sekitar 463 wajib pajak," ujar Bimo di Kanwil DJP Bali, Selasa (25-11-2025).


Temuan Awal Bulan Lalu

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Bimo Wijayanto. (Foto: Liputan6.com/Maulandy R)

Menurut DJP, perusahaan-perusahaan tersebut dicurigai menggunakan sejumlah modus pelanggaran, dari penghindaran pungutan ekspor hingga pengabaian kewajiban pemenuhan pasar domestik (DMO).

"Tentu tadi modusnya untuk menghindari pungutan ekspor, kemudian kewajiban domestic market obligation (DMO), kemudian (kewajiban) pajak dalam negeri, dan dugaan dividen yang terselubung," tambah Bimo.

Pada awal November 2025, DJP mengumumkan temuan awal terhadap 282 perusahaan yang diduga memanipulasi dokumen ekspor minyak kelapa sawit (CPO) melalui praktik under-invoicing.

Bimo menjelaskan bahwa angka tersebut merupakan gabungan dari temuan 25 WP yang melanggar sepanjang 2025 dan 257 WP yang melakukan pelanggaran serupa dalam periode 2021-2024.

"Milestone awal ini modus penggelapan melalui pengakuan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)-nya itu fatty matter, yang ternyata itu bukan fatty matter. Ini merupakan milestone awal," jelas Bimo beberapa waktu lalu, dikutip dari Antara.


Potensi Kerugian Negara

Total nilai transaksi yang diduga terkait praktik tersebut mencapai Rp2,08 triliun, dengan potensi kerugian pajak diperkirakan sekitar Rp140 miliar.

Selain itu, manipulasi dokumen ekspor dengan memanfaatkan laporan Palm Oil Mill Effluent (POME) disebut telah berlangsung sejak 2021 hingga 2024.

Dalam periode itu, sebanyak 257 WP tercatat memakai modus POME dengan total PEB mencapai Rp45,9 triliun.

Modus ini dilakukan dengan melaporkan komoditas yang sebetulnya bukan POME sehingga tarif pajak yang dibayarkan menjadi jauh lebih rendah dari ketentuan semestinya.

 

Sumber: merdeka.com

Berita Terkait