Sukses


Mengapa Milan Harus Rayakan Datangnya si Kondektur Bus, Bacca?

Bola.com, Milan - Setelah kecolongan di bursa transfer musim panas, AC Milan langsung mengencangkan sabuk pengamannya dan menginjak pedal gas. Dalam beberapa hari saja, banyak wajah-wajah baru di tubuh skuat Sinisa Mihajlovic. Salah satu pemain anyar yang didatangkan adalah Carlos Bacca, si kondektur bus dan dia bisa jadi alasan penggemar Milan tersenyum di lembaran sejarah yang baru.

"Saya punya keyakinan diri yang hebat terkait apa yang bisa saya lakukan di lapangan. Saya merasa kesempatan tampil di panggung teratas akan datang dan saya punya momen untuk memaksimalkannya. Setiap kali bermain, saya selalu mendorong diri sendiri sampai ke batas maksimal, sehingga saya bisa terus berkembang," tutur Bacca sembari senyum tersimpul di bibirnya ketika diwawancarai FIFA.com.

Bagi Anda para pembaca, mungkin ada yang baru "ngeh" siapa sosok Bacca saat dia bersitegang dengan Neymar di partai kedua fase grup C Copa America  pertengahan Juni lalu.  Kejadian berawal ketika peluit panjang tanda pertandingan berakhir ditiup wasit. Kala itu, Neymar yang kesal karena A Selecao takluk 0-1 dari Kolombia menendang bola dengan kencang dan mengenai Pablo Armero.

Kontan tindakan ini memicu reaksi pemain Kolombia lain. Saat protes berlangsung, penyerang Barcelona ini terlihat menanduk pemain Kolombia. Hal ini yang tampaknya membuat Bacca marah dan langsung mendorong Neymar hingga terjatuh. Bermodalkan wajah seram plus badan kekar, Bacca lebih cocok bergoyang menghindari tinju lawan dan sesekali membalasnya dengan serangan yang membuat lawannya terkapar di ring tinju. Carlos Bacca adalah produk kemandirian pemuda yang hidup di kerasnya Kolombia.

Jalan Tertutup dan Ujian Hidup

Memang seperti itu adanya Bacca, dia hidup sulit sejak menginjak usia 20 tahun. Tak ada hura-hura ke kelab malam atau bersantai di sebuah bar seperti pemuda seumurannya. Bacca muda harus sudah membantu perekonomian keluarga dengan menjadi kondektur bus. Skenario perjalanan karier yang mungkin bahkan bisa membuat produsen film tertarik membelinya.

"Di umur 20 tahun, saya hidup di sebuah desa bernama Puerto Colombia, bekerja sebagai asisten supir bus. Jalan hidup saya jauh dari kata mudah. Saya harus bekerja sebagai kondektur bus karena saya datang dari keluarga miskin. Mau tak mau uang untuk membantu keluarga harus dicari."

Carlos Bacca sukses mengantarkan Sevilla juara Liga Europa (AFP PHOTO / ODD ANDERSEN)

"Pintu-pintu peluang bermain sepak bola sempat tertutup karena di umur itu, olah raga tersebut tidak bisa diandalkan lagi. Namun di tahun yang sama saya mencoba melakoni percobaan dengan Junior de Barranquilla dan Puji Tuhan, mereka menerima saya. Seorang pemberani bukanlah orang yang rela membiarkan dirinya jatuh, tapi orang yang siap bangkit lagi dengan lebih kuat."

"Ketika saya mendapatkan gaji pertama sebagai pemain profesional, saya mentraktir seluruh keluarga agar bisa berbagi kebahagiaan dengan orang-orang yang telah memberikan dukungan dan menolong saya sebelumnya," kenang pria dengan 49 gol dari 106 laga untuk Sevilla tersebut kepada Marca. 

Tuhan pun (mulai) Tersenyum Kepada Bacca

Dikenal sebagai striker eksplosif yang dikaruniai insting mencetak gol yang diasah secara natural oleh lingkup Amerika Selatan, nama Bacca mulai lebih besar dari kota yang menampungnya, Barranquilla. Perlahan dia mulai bisa menandingi kepopuleran rekan sedesanya yakni Shakira. Namun saat sang penyanyi mulai menemukan panggung internasional, Bacca masih bermain di divisi dua Kolombia di usia yang menginjak 22 tahun.

Tuhan mulai tersenyum (meski belum lebar) kepadanya ketika ia pindah ke klub asal Belgia, Club Brugge. Tapi di tanah negara yang kini menjadi tren karena menghasilkan bakat-bakat luar biasa seperti Thibaut Courtois, Marouanne Fellaini, Eden Hazard dkk itu, kariernya kembali tersendat. Faktanya, saat Georges Leekens menangani Brugge plus hengkangnya Joseph Akpala yang kadung menjadi idaman publik Jan Breydel Stadium, dia baru bisa memaksimalkan potensinya.

Pasca memperlakukan Brugge sebagai kawah candradimuka, nama pria 28 tahun tersebut kian melejit. Penyerang timnas Kolombia itu tampil ciamik selama dua musim membela Sevilla. Bacca juga berhasil membawa Sevilla mempertahankan trofi juara Liga Europa. Sepasang golnya turut membawa Sevillistas membungkam Dnipro Dnipropetrovsk dengan skor 3-2 di partai final Liga Europa 2014/2015.

Bukan hanya itu, bermodalkan 59 kali tembakan ke gawang lawan, dia bisa mencetak 20 gol musim lalu. Ini artinya Bacca hanya kalah dari Ronaldo, Messi dan Neymar. Bahkan konversi golnya yang mencapai 33,9 persen lebih baik dari rataan striker Premier League (Diego Costa ada di daftar teratas dengan 34,4 persen klaim The Telegraph).

 

Bagaimana Mihajlovic Bisa Menjinakkannya?

Jauh dari bayangan saat melamun di sela-sela kerjanya sebagai kondektur bus, sekarang dia ada di kota Milan yang modern. Dengan prestasi segambreng semasa di La Liga, kita tentu menunggu-nunggu apa yang bisa dilakukannya saat berseragam Rossoneri.

Bacca adalah seorang "pembunuh sejati" ketika berbicara sebagai pencetak gol. Dia bisa bermain sebagai poacher, fox-in-the-box yang bisa menawarkan ancaman berbahaya meski tak begitu pandai untuk membangun serangan.

Memang dia bukan Andrea Pirlo, Michael Carrick atau Pep Guardiola. Tapi dengan kekurangannya ini dia lebih bisa memaksimalkan di area mana dia bisa memosisikan diri dan paling efektif untuk menuntaskan serangan yang dibangun rekan-rekannya. Jelas kedatangannya di San Siro merupakan sebuah upgrade yang mewah ketimbang pilihan striker yang bisa ditunjuk pelatih Sinisa Mihajlovic.

Giampaolo Pazzini diisukan bakal angkat koper, Alessandro Matri tampak lebih khawatir bagaimana bisa menemukan performanya saat membela Cagliari, sementara Mbaye Niang masih harus banyak belajar. Dengan diakuisisinya Luiz Adriano dalam tempo yang tak lama sejak kedatangan Bacca membuat sepertinya formasi dua juru gedor kemungkinan akan diisi dua pemain anyar tersebut.

Namun di sisi lain, daya ledak emosi Bacca yang bisa merugikan tim. Kejadian saat dia lepas kendali di Copa America tentu tak ingin terlihat di San Siro dan tentunya di Liga Italia. Di kompetisi tanah Gladiator ini, semua drama dan tipu daya sah-sah saja andai tak terpantau wasit yang bertugas. Di liga ini, emosi Bacca diuji.

Sebagai seorang pemain, Bacca terbiasa digojlok habis-habisan oleh Unai Emery di Sevilla. Hal serupa tentu diharapkannya saat berlatih di Milanello. Beruntung, Sinisa Mihajlovic pernah menangani pemain dengan karakter serupa dalam diri Luis Muriel. Saat membesut Muriel yang kebetulan juga berasal dari Kolombia di Sampdoria, Mihajlovic tak kewalahan. Sayang saat sang pemain baru mengeluarkan potensinya, Mihajlovic keburu pindah ke Milan.

"Emery adalah pelatih yang sangat menuntut para pemainnya, seorang pelatih yang tak akan membiarkan Anda rileks. Dia selalu berusaha mencoba membuat Anda bermain dengan kemampuan terbaik dan itu terfleksikan dalam permainan saya."

"Terdapat beberapa kekuatan baru dalam permainan saya seperti bertahan dan menolong tim. Di klub-klub sebelum Sevilla, saya hanya ditugaskan mencetak gol, tapi di Sevilla saya juga punya tugas untuk membantu pertahanan."

Seharusnya, dengan kehadiran gelandang seperti Alessio Cerci, Suso, Giacomo Bonaventura plus Jeremy Menez, Bacca bisa dengan mudah membobol gawang lawan. Kembali lagi, Mihajlovic harus mencari formasi yang cocok agar proses adaptasi striker yang mengawali karier di Atletico Junior berjalan cepat.

Andai harapan itu terlaksana plus Bacca yang bertipe pemain pejuang, Milan bisa kembali menjadi tim yang ditakuti di Serie A dan Milanisti punya alasan mengapa mereka harus bergembira karena klubnya mendapatkan seorang kondektur bus.

Baca Juga: 

"Inter dan Milan akan Menyeramkan Musim Depan"

Pasca Dapatkan Bacca, Milan Akuisisi Andrea Bertolacci

Sevilla Ingin Boyong Bek Milan Asal Prancis

Video Populer

Foto Populer