6 Pelatih yang Punya Prinsip Parkir Bus Bukan Aib: Seni Bertahan, Sepak Bola Tak Harus Indah

enam pelatih ternama yang kerap mengandalkan strategi parkir bus dalam meraih hasil maksimal.

Bola.com, Jakarta - Berbagai istilah baru terus bermunculan dalam dunia sepak bola. Salah satu yang paling populer dalam beberapa tahun terakhir adalah istilah “parkir bus”, sebuah taktik bertahan ekstrem yang kerap memicu perdebatan.

Tak sedikit pelatih—bahkan yang berlabel top—meyakini bahwa permainan indah dengan penguasaan bola dan kohesi antarlini tidak selalu menjamin kemenangan. Dalam banyak pertandingan, tim yang tampil dominan justru harus menelan kekalahan.

Contohnya terlihat pada laga Grup C Piala Asia U-17 2025, ketika Timnas Indonesia U-17 secara mengejutkan menundukkan Korea Selatan U-17 dengan skor 1-0. Meski tampil tertekan hampir sepanjang laga, Garuda Muda mampu mencuri kemenangan lewat gol Evandra Florasta di menit-menit akhir.

Walau tidak sepenuhnya menerapkan parkir bus, skema 5-4-1 racikan Nova Arianto jelas berfokus pada kekuatan bertahan dan efektivitas serangan balik. Pada dasarnya, parkir bus adalah strategi untuk mematikan permainan lawan dan membuat mereka frustrasi.

Menariknya, di liga-liga top Eropa pun, banyak pelatih yang dikenal sukses berkat penerapan taktik bertahan seperti ini. Dilansir dari GiveMeSport, terdapat enam pelatih ternama yang kerap mengandalkan strategi parkir bus dalam meraih hasil maksimal.

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 7 halaman

Jose Mourinho

Manajer parkir bus paling terkenal di dunia sepak bola, yaitu Jose Mourinho. Ia bahkan menciptakan frasa tersebut setelah hasil imbang tanpa gol antara Chelsea dan Tottenham pada 2004, ketika  mengkritik Spurs karena menerapkan taktik yang sangat defensif:

"Seperti yang kami katakan di Portugal, mereka membawa bus dan mereka meninggalkan bus di depan gawang."

Ironisnya, tim Mourinho yang paling sering dikaitkan dengan taktik parkir bus setelah momen itu, termasuk di tim Porto dan Inter Milan yang menjuarai Liga Champions.

Sementara klub raksasa Portugal itu mengejutkan Eropa pada 2003/2004 dengan formasi serangan balik yang terorganisasi dengan baik, Inter Milan melangkah lebih jauh di semifinal Liga Champions 2009/2010.

Nerazzurri menyingkirkan Barcelona asuhan Pep Guardiola saat tampil dengan sepuluh pemain selama lebih dari satu jam di leg kedua, yang merupakan kelas master pertahanan sejati oleh Mourinho.

3 dari 7 halaman

Helenio Herrera

Helenio Herrera merevolusi permainan dengan sistem Catenaccio-nya di Inter Milan pada 1960-an.

Ia memimpin Nerazzurri meraih tiga gelar Serie A dan Piala Eropa berturut-turut sambil kebobolan sangat sedikit gol dan meletakkan dasar untuk sepak bola parkir bus.

Sementara mantan pelatih Austria Karl Rappan pertama kali memperkenalkan taktik yang mirip dengan Catenaccio pada 1930-an, Herrera menyempurnakan sistem tersebut dengan menambahkan seorang sweeper di belakang garis pertahanan untuk perlindungan ekstra.

Meskipun membuat frustrasi tim penyerang, taktik tersebut juga sangat memengaruhi banyak pelatih modern, termasuk Simeone dan Mourinho.

 

4 dari 7 halaman

Diego Simeone

Atletico Madrid telah menyempurnakan filosofi parkir bus di bawah asuhan Diego Simeone.

Timnya sangat terorganisasi, menunjukkan etos kerja yang gigih, dan membuat lawan yang lebih unggul frustrasi dengan skema permainan yang dijalankan sangat baik.

Sejak mengambil alih pada 2011, Simeone telah mengubah Atletico menjadi salah satu tim tertangguh di Eropa, menyabet dua gelar La Liga, dua Liga Europa, dan mencapai dua final Liga Champions.

Kemenangan di Liga Spanyol pada musim 2013/2014 sangat mengesankan, karena Atletico mengalahkan Barcelona dan Real Madrid dengan sepak bola defensif yang disiplin meskipun memiliki bakat yang jauh lebih sedikit. Trio Timnas Spanyol yaitu Diego Costa, Raul Garcia, dan David Villa memimpin lini depan.

 

5 dari 7 halaman

Fabio Capello

​​​Meskipun taktiknya untuk Timnas Inggris sering dikritik ketinggalan zaman, pendekatan Fabio Capello yang kaku dan disiplin mengukuhkan namanya di antara manajer bertahan terbaik di dunia sepak bola.

Ahli taktik asal Italia itu membangun salah satu tim bertahan paling tangguh dalam sejarah di AC Milan, menyabet empat gelar Serie A, satu Liga Champions, dan tiga Piala Super Italia.

Sementara taktiknya yang hati-hati dengan Inggris sering menjadi bumerang di turnamen besar. Namun, Capello berhasil meraih gelar liga di AS Roma dan Real Madrid dengan menggunakan pendekatan bertahan yang sama.

 

6 dari 7 halaman

Antonio Conte

Antonio Conte tidak sering dikaitkan dengan taktik parkir bus, ia adalah manajer yang mengutamakan pertahanan. Timnya sulit ditembus dan mematikan dalam serangan balik.

Sistem 3-5-2 menjadi identik dirinya sejak melatih Juventus, yang hanya kebobolan 20 gol selama musim Liga Italia 2011/2012 dan memenangi tiga gelar Serie A berturut-turut di bawah manajemennya.

Struktur pertahanan pragmatis Conte juga terbukti di Chelsea. Ia menyabet gelar Premier League di musim pertamanya meskipun sering bermain sepak bola konservatif dalam pertandingan menghadapi lawan yang lebih tangguh.

Ia juga dikritik oleh mantan manajer Liverpool, Jurgen Klopp, karena pendekatannya yang terlalu defensif selama melatih Tottenham. Klopp mengatakan tidak menyukai jenis sepak bola sepertti setelah hasil imbang 1-1 pada 2022 melawan Spurs. 

 

7 dari 7 halaman

Massimiliano Allegri

Massimiliano Allegri mengakhiri masa tugas keduanya bersama Bianconeri dengan biasa-biasa saja. Tetapi, masa tugas pertamanya sebagai pelatih klub raksasa Italia itu benar-benar luar biasa.

Allegri membimbing Juventus meraih lima gelar Serie A berturut-turut antara 2014 hingga 2019, sambil mengandalkan pertahanan yang terstruktur dengan baik yang menampilkan Giorgio Chiellini, Leonardo Bonucci, dan Andrea Barzagli.

Ketiga pemain Italia itu menjadi tulang punggung taktik Allegri yang berorientasi pada pertahanan, mengandalkan blok rendah yang kompak dan pengaturan serangan balik.

Allegri tidak dianggap sebagai pelatih yang benar-benar suka permainan bertahan pada saat itu. Ia bahkan dikritik karena tim Juventus besutannya bermain terlalu dalam selama masa tugas keduanya di klub tersebut, yang berlangsung hingga musim panas 2024.

Sumber: Givemesport

 

Video Populer

Foto Populer