Sukses


Cover Story: Bali Merajut Mimpi

Bola.com, Jakarta - Sepak bola di Bali kembali menggeliat setelah lama mati suri. Hal ini terjadi seiring kehadiran Bali United Pusam (dulu Putra Samarinda) di Pulau Dewata. Bali United bermain di kompetisi kasta tertinggi Tanah Air alias Indonesia Super League (ISL) 2015.

Proses pengambil alihan kepemilikan klub Putra Samarinda berlangsung unik. Berawal dari "keirian" Yabes Tanuri melihat abang kandungnya Pieter Tanuri.

Pieter Tanuri salah satu anggota konsorsium PT Persib Bandung Bermartabat yang mengelola Persib Bandung. Pengusaha gila pemilik perusahaan ban sepeda motor Corsa itu menikmati keuntungan bisnis dengan ikut serta menyokong Maung Bandung bersama sejumlah pengusaha lain yang dimotori Glenn Sugita.

Seorang warga melintasi poster pelatih dan pemain dari Bali United yang terpajang di depan Stadion I Wayan Dipta, Gianyar, Bali, Kamis (3/9/2015). (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)


"Adik saya yang tinggal di Bali, kepincut ingin mengelola klub sepak bola. Kebetulan dia juga cinta sepak bola. Seru katanya melihat saya aktif di Persib. Jadilah kami mencari klub yang bisa dikelola. Saya bilang ke Yabes, tenang kamu akan saya bantu saat membangun klub," ujar Pieter.

Gayung bersambut, tak butuh lama Yabes dan sang abang mendapatkan klub. Mereka bersua bertemu dengan pemilik Pusam, Harbiansyah Hanafiah, yang tengah gundah gulana.

Harbiansyah kesulitan menjalankan Pusam karena ketiadaan sponsor. Dibantu petinggi PT Liga Indonesia, pertemuan antara ketiganya terjadi di Jakarta di pengujung tahun 2014 silam.

"Hati saya lega, karena proses kerja sama bisnis tidak berbelit-belit. Setelah mendengar visi dan misi bisnis yang disampaikan bung Yabes saya pun tak ragu-ragu melepaskan klub ke yang bersangkutan," ujar Harbiansyah.

Pemilihan Bali sebagai kandang baru dilakukan dengan pertimbangan matang. Pusam yang berganti nama menjadi Bali United Pusam dinilai bakal tak berkembang jika terus bermarkas di Samarinda, karena fans klub telah memiliki klub sendiri Pusamania Borneo FC.

Maka manajemen baru klub putar otak berburu kota potensial. "Bali kami pandang sebagai tempat yang tepat. Selain saya bermukim di sana, pulau yang satu ini memiliki massa penggemar bola yang besar hanya saja mereka tak bisa menumpahkan fanatisme karena klub-klub Bali banyak yang mati suri," cerita Yabes.

Maka dimulailah klub punya julukan baru Tim Serdadu Tridatu berjuang menarik hati masyarakat Bali. Sebagai klub baru Bali United Pusam tidak memiliki akar fanatisme.

Masyarakat Pulau Dewata lebih akrab dengan nama-nama klub macam Persegi Gianyar, Persekaba Badung, Perseden Denpasar, dan wakil Bali di kompetisi Galatama, Gelora Dewata (sekarang Gelora Delta Sidoarjo atau Deltras). Nama terakhir pernah mengukir prestasi saat menjuarai Piala Liga tahun 1993 dan runner-up Galatama pada 1993-1994.

Strategi awal untuk bisa mendongkrak popularitas Bali United dilakukan Yabes dengan mengontrak Indra Sjafri sebagai pelatih kepala klub.

Pelatih Bali United, Indra Sjafri memimpin latihan jelang laga Piala Presiden melawan Mitra Kukar di Lapangan Trisakti, Kuta, Bali, Selasa (1/9/2015). (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

Indra sosok pupuler di mata publik sepak bola nasional. Ia baru saja menyudahi tugas menukangi Timnas Indonesia U-19 yang sukses jadi juara Piala AFF 2013. Tim besutan Indra dipuja publik karena permainan indah dan kekompakannya.

Indra tanpa ragu-ragu menerima pinangan Yabes. "Prosesnya serba kilat. Pak Yabes hanya sekali bertemu dengan saya. Ia didampingi stafnya mendengarkan presentasi yang saya buat. Di luar dugaan beliau setuju dengan konsep yang saya ingin kembangkan, membangun kultur klub dengan ditopang pembinaan usia belia," cerita Indra

Tak tanggung-tanggung pelatih asal Sumatra Barat itu dikontrak lima tahun oleh Bali United. Hal yang jarang terjadi di Indonesia, di mana rata-rata pelatih hanya dikontrak semusim saja. Pertimbangannya manajemen klub ingin Indra melakukan pembinaan jangka panjang.

Biar proses kepindahan mulus Yabes didampingi Indra melakukan pendekatan ke tetua-tetua adat di Bali. Kota Gianyar dipilih jadi markas klub.

“Kami harus minta izin ke tuan rumah, kami ingin warga Bali dan Gianyar punya rasa memiliki terhadap Bali United Pusam. Puji syukur proses komunikasi dengan para tetua adat berjalan mulus,” cerita Yabes.

Selain memindahkan markas klub Yabes juga berani berinvestasi memugar Stadion I Wayan Dipta, Gianyar. Stadion yang aslinya merupakan markas Persegi Gianyar disulap jadi stadion megah berstandar internasional.

Kompetisi Terhenti
Niatan untuk membangun klub dengan fondasi pemain belia mulai dirajut tim asuhan Indra Sjafri di pentas Indonesia Super League 2015. Bali United menjadi tim yang banyak dihuni pemain muda. Mereka berkolaborasi dengan pilar-pilar tersisa di Pusam.

Sayang, mimpi menjadikan klub asal Bali kembali disegani di kancah persepak bolaan nasional setelah absen sejak 2008 untuk sementara tertunda. Sebabnya, konflik PSSI dan Menpora yang berujung sanksi FIFA pada 30 Mei lalu.

Toh, matinya kompetisi tidak serta-merta membuat kiprah Bali United terhenti. Sebagai klub 'baru', berbagai upaya gencar dilakukan manajemen hingga tim pelatih untuk memperkenalkan merek Bali United di kalangan pencinta sepak bola Tanah Air.

Caranya, mulai dari turun di turnamen tak resmi, menggelar partai uji coba hingga merambah ke sekolah-sekolah. Harapannya tentu agar Bali United kian dikenal secara luas baik di level lokal hingga nasional.

"Kami membangun rumah, bukan membeli rumah. Jadi butuh proses," ucap Yabes Tanuri yang berstatus Chief Executive Officer (CEO) Bali United saat berbincang dengan Bola.com di markas klub di Pulau Dewata.

Keinginan untuk tetap eksis mendapatkan dukungan dari tim pelatih maupun pemain. Meski harus terkena rasionalisasi gaji sesuai arahan PT Liga Indonesia yakni 25 persen dari gaji awal, pemain dan pelatih Serdadu Tridatu tetap berkomitmen. Bahkan, mulai dari pemain lokal junior hingga senior tetap tinggal di mes tim di Desa Kuta, Kabupaten Badung, dan rutin berlatih setiap harinya.

"Ketika ada gonjang-ganjing olahraga, pilihannya mau berhenti atau bekerja, semua setuju tetap bekerja dan akhirnya sampai saat ini ada hasilnya," kata Yabes.

Hasrat besar untuk tetap eksis dilatarbelakangi motivasi membangun merek Bali United. Manajemen sadar merek Bali United hanya akan dikenal publik jika cara terus eksis. Alhasil, pembubaran tim tidak menjadi pilihan klub yang bermarkas di Stadion I Wayan Dipta, Gianyar, Bali ini.

Selain itu, Bali United setahap demi setahap ingin mengukir prestasi agar makin dikenal. Tim asal Bali ini menargetkan dalam empat tahun ke depan bisa bersaing di papan atas ISL. Memperebutkan juara dengan tim sekelas Persipura Jayapura, Persib Bandung, maupun Arema Cronus.

"Kami akan berusaha memajukan nama Bali United. Nama Bali United akan terus berkembang seiring dengan prestasi yang dimiliki. Ambil contoh Persib (Bandung) yang memiliki banyak sponsor, kami belum seperti itu dan berharap bisa seperti itu," ucap Yabes menuturkan.

Deretan jersey dari Bali United yang dijual disekitar Stadion I Wayan Dipta, Gianyar, Bali, Kamis (3/9/2015). (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

Gaet 14 Sponsor
Sejauh ini, Bali United sudah menggandeng 14 sponsor antara lain Achilles, Indofood, Corsa, dan Indosat. Sebuah catatan positif untuk sebuah klub 'baru'.

Yabes optimistis industri sepak bola Indonesia yang baru berlabel profesional pada 2009 akan terus maju. Optimisme itu pula yang mendorong Yabes berkecimpung di dunia sepak bola. Agaknya, Yabes sudah siap merugi lebih dulu sebelum akhirnya memetik keuntungan dari investasi yang dilakukannya ini di masa mendatang.

"Saya percaya dengan industri sepak bola. Kami akan berkembang dan sepak bola terus maju," ucap Yabes membeberkan alasannya berinvestasi di Bali United.

Kehadiran Indra Sjafri sebagai nakhoda tim juga membuat masyarakat Bali bergairah. Kesuksesan yang diraihnya bersama Timnas U-19 saat menjuarai Piala AFF 2013 dan lolos ke putaran final Piala Asia 2014 merupakan pemicu gairah tersebut.

Perhatian lebih kepada pembinaan usia dini dan pemain lokal juga menjadi nilai plus pelatih berusia 52 tahun itu. Di Bali United, ia dikontrak jangka panjang yakni selama lima tahun.

Dalam sesi wawancara dengan Bola.com, Indra mengakui amat berharap persentase pemain asli Bali di skuat Bali United bisa terus bertambah. Di skuat Piala Presiden, ada enam pemain asli Bali yang mengisi skuat Bali United.

Keenam pemain itu antara lain I Ngurah Komang Arya, Putu Pager, I Nengah Sulendra, I Nyoman Adi Parwa, dan I Nyoman Sukarja. "Di setiap klub Eropa, prioritas pertama yang diberikan adalah pemain lokal. Kami punya keinginan persentase pemain Bali dalam tahun-tahun mendatang akan lebih," ucap Indra.

Selain memberikan porsi lebih kepada pemain asli Bali di Bali United, kehadiran Indra juga bertujuan kembali menggairahkan pembinaan pemain muda di Bali.

Pulau Dewata memang tak kenal henti mencetak pemain berkualitas mulai dari I Komang Mariawan, I Made Pasek Wijaya, kiper Persib I Made Wirawan hingga eks bek Timnas U-19 yang memperkuat Persebaya United, Putu Gede Juni Antara.

Dengan sokongan dana dari Pieter Tanuri sebagai investor plus kepedulian Indra untuk urusan pembinaan pemain usia muda, gairah pembinaan di tataran kelompok umur bisa semakin tinggi.

"Kami tidak fokus hanya Bali Unites senior yang eksis. Lebih dari itu pembinaan sepak bola di Bali bisa berjalan dengan baik," kata Indra.

"Ada beberapa kegiatan yang kami lakukan mulai scouting beberapa kabupaten sambil melakukan coaching clinic dan memberikan bantuan bola untuk setiap SSB," ia menambahkan.

Selain itu, Indra juga merasa dirinya dan Bali United diterima dengan sangat baik oleh kalangan suporter di Pulau Dewata. Hal itu terlihat dengan besarnya dukungan yang diberikan suporter setiap kali Bobby Satria dkk beraksi di Stadion I Wayan Dipta. Minimal pertandingan Bali United disaksikan oleh 10 ribu fans yang tergabung dalam Semeton Dewata.

"Kami disambut baik oleh masyarakat Bali. Kami merasakan dukungan dalam pertandingan dan event sosial lainnya," Indra menuturkan.

Para pemain Bali United merayakan gol yang dicetak ke gawang Mitra Kukar pada laga Piala Presiden di Stadion I Wayan Dipta, Gianyar, Bali, Kamis (3/9/2015). (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

Suporter Fanatis
Geliat Bali United juga di kompetisi kasta tertinggi mendapatkan dukungan penuh dari Semeton Dewata. Kelompok suporter yang berdiri 14 Februari 2015 ini memiliki slogan "No Ticket No Game" yang dimaksudkan agar fans Bali United mau membeli tiket untuk menyaksikan pertandingan para penggawa Serdadu Tridatu.

"Jadi, setiap pertandingan tidak ada tiket gratis. Ini untuk membantu kelangsungan klub," ucap Gus Casper, Ketua Semeton Dewata.

Terakhir, Gus Casper berharap Bali United bisa terus eksis dan mengharumkan nama Bali di kancah sepak bola nasional. Setidaknya, Bali United bisa berumur panjang dan tidak mengikuti jejak klub-klub Bali lainnya yang akhirnya tenggelam dan tidak mampu bangkit lagi untuk bersaing menuju kompetisi kasta paling elite Tanah Air.

Pendukung Bali United, Semeton Dewata bersorak-sorai saat laga Piala Presiden melawan Mitra Kukar di Stadion I Wayan Dipta, Gianyar, Bali, Kamis (3/9/2015). (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

"Kami berharap Bali United menjadi besar dan tetap membawa nama Bali. Jangan sampai setahun sudah bubar. Kami yakin Bali United bertahan selamanya," ia menegaskan.

Semoga impian mulia yang diretas Yabes Tanuri dkk. bisa tercapai. Sepak bola Bali bergeliat yang kemudian diikuti bertajinya Bali United Pusam di panggung elite sepak bola nasional.

 

Baca Juga:

Lagu Rohani Jadi Sumber Semangat Striker Jangkung Bali United

Resep Kekompakan Eks Tim Pelatih Timnas U-19 di Bali United

Wawancara Bobby Satria: Kapten Bali United Setelah Lama Terpuruk

Video Populer

Foto Populer