Sukses


Herry Kiswanto, Sepak Bola Gajah, dan Hukuman Mati

Bola.com — Herry Kiswanto (60) duduk termangu di lobi salah satu hotel di Padang, Sumatra Barat. Wajahnya terlihat letih. Untuk sesaat, mulut mantan pemain tim nasional Indonesia itu tidak berkata-kata. Sesekali dia melepas pandang ke sekitar seraya menghela napas dalam-dalam.

Saat bertutur, suara pria yang kerap disapa Herkis itu pun terdengar lirih. Dia kembali menghela napas panjang sebelum melanjutkan cerita salah satu peristiwa memalukan dalam sejarah sepak bola Indonesia: sepak bola gajah pertandingan PSS Sleman versus PSIS Semarang.

"Saya bingung kok kasus ini tidak ditinjau kembali. Saya mohon para petinggi yang ada di federasi, buka mata, buka telinga. Jadi, jangan peluru itu nyasar ke orang yang tidak bersalah. Saya sekarang akhirnya menyadari, benar hukuman itu tumpul ke atas, tajam ke bawah," ujar Herkis saat berbincang dengan bola.com.

Sudah hampir tiga tahun lamanya, Herkis menjalani sanksi larangan seumur hidup beraktivitas dalam dunia sepak bola Indonesia dari PSSI terkait kasus sepak bola gajah yang terjadi pada 2014 lalu. Selain Herkis, Sekretaris PSS Sleman, Ery Fabriyanto, dan Rumadi juga mendapatkan hukuman sama.

Pertandingan PSS Sleman melawan PSIS Semarang, di Stadion Sasana Krida, Yogyakarta, 26 Oktober 2014, berakhir 3-2 untuk kemenangan tim tuan rumah. Akan tetapi, kelima gol dalam laga tersebut berasal dari gol bunuh diri. Seusai peristiwa ini, PSSI langsung bereaksi.

Hinca Panjaitan, Ketua Komdis PSSI ketika itu, menjatuhi hukuman kepada beberapa pemain, staf pelatih, ofisial, serta pemain kedua klub yang terlibat. Sanksinya pun beragam, mulai satu tahun, lima tahun, 10 tahun, hingga larangan beraktivitas seumur hidup.

Tetapi, di balik hukuman itu, terselip penyakit klasik sepak bola Indonesia, yakni mencari dalang utama. Toh, bicara sepak bola gajah, kejadian di Maguwoharjo itu sebenarnya bukan kasus pertama. Publik sudah disuguhkan permainan konyol tersebut, setidaknya sejak 1988 kala Persebaya takluk 0-12 dari Persipura.

"Padahal saya tidak punya power apa-apa. Kekuatan saya selama ini hanya ingin menelurkan apa yang saya punya di dunia kepelatihan dan kemampuan, serta pengalaman bermain sepak bola. Dengan hal-hal tersebut saja, saya sudah sangat menikmati hidup ini," kata Herkis. 

2 dari 2 halaman

Selanjutnya

Sepak bola gajah
Herkis menegaskan, berbagai keterangan sudah diungkapkan di dalam sidang Komdis beberapa pekan setelah peristiwa sepak bola gajah PSS vs PSIS terjadi. Penjelasan tersebut, menurut dia, termasuk suasana sebelum laga serta saat para pemain kedua tim melakukan gol bunuh diri. 

Salah satu alasan kedua tim melakukan aksi saling cetak gol bunuh diri dikabarkan karena ingin menghindari bertemu dengan Pusamania Borneo FC, yang ketika itu berstatus sebagai calon lawan juara Grup N pada babak 8 besar Divisi Utama. Borneo berstatus sebagai runner-up Grup P.

Meski begitu, PSSI tetap berpegang teguh dan menjatuhkan sanksi terhadap beberapa pihak yang dianggap terlibat, termasuk Herkis. Hingga pada Oktober 2015, Ahmad Yulianto, Ketua Komdis PSSI 2015-2019, menjatuhkan hukuman seumur hidup kepada mantan manajer PSS, Supardjiono.

"Kemarin juga sudah ada pengakuan empat orang pemain. Komdis baru juga sudah mengatakan, tidak ada match fixing, tetapi adanya match setting. Nah, sekarang kok tidak dilanjutkan dan ditinjau kembali hukuman yang sudah dijatuhkan Komdis era sebelumnya," kata Herkis. 

Berdasar hal itulah, Herkis mengaku masih bingung dengan pijakan hukum sanksi larangan seumur hidup beraktivitas dalam dunia sepak bola yang telah dikeluarkan PSSI. Menurut dia, hukuman tersebut sangat tidak akurat dan dijatuhkan tanpa mempertimbangkan hal-hal lain. 

"Saya sangat kecewa karena saya sudah merintis karier ini dengan manis dan baik, namun ada orang yang bisa menelikung dan bisa menjadikan berita seperti ini. Saya sampai saat ini yakin dari dalam hati saya, saya tidak melakukan hal-hal telah dituduhkan," tuturnya. 

Keluarga
Kini, untuk bertahan hidup di tengah sanksi berat dari PSSI, mantan pemain Krama Yudha Tiga Berlian dan asisten pelatih Persija Jakarta itu hanya mengandalkan usaha pribadi kos-kosan. Usaha tersebut merupakan hasil berbagai prestasi yang sempat diraih bersama klub serta timnas. 

Sepanjang karier, Herkis memang dikenal sebagai legenda sepak bola Indonesia. Ia sempat membawa timnas meraih emas SEA Games 1987 dan nyaris melangkah ke Piala Dunia 1986 sebelum dikalahkan Korea Selatan dengan agregat 1-6 pada babak kedua Kualifikasi Zona B AFC.

Herkis juga tercatat sebagai salah satu pemain yang memiliki disiplin tinggi. Selama berkarier sebagai pemain, mantan kapten timnas tersebut hanya mengoleksi satu kartu kuning saja. Menurut dia, hal tersebut dilakukannya demi menjaga nama baik dalam dunia sepak bola Indonesia. 

"Jadi, saya tidak akan pernah merusak sepak bola Indonesia karena di situlah tempat makan saya. Hati saya sangat menikmati sepak bola dan saya sangat senang bisa menanamkan kepada para pemain muda. Mudah-mudahan kekecewaan ini tidak berlarut-larut," harap Herkis. 

Herkis pun mengaku bersyukur, meski berada dalam situasi sulit, Tuty Heriyati, sang istri, serta anak-anaknya tetap memberikan dukungan. Padahal, kasus sepak bola gajah PSS vs PSIS sempat membuat putra-putri mantan pemain Bandung Raya itu merasa kecewa. 

Namun, kekecewaan itu berangsur hilang setelah muncul berbagai perkembangan di media massa. Sekarang, Herkis hanya bisa berharap agar hukuman seumur hidupnya ditinjau kembali. Ia pun mengaku berjanji akan terus berjuang membersihkan namanya dalam dunia sepak bola Indonesia. 

"Kepercayaan dari keluarga ini akan terus saya jaga. Saya hanya ingin hidup tenang, itu saja tidak lebih. Jadi, saya berharap bapak-bapak yang melakukan blunder dulu bisa melihat dengan jernih. Kalau memang saya bersalah, jangankan hukuman seumur hidup, ditembak mati pun saya siap. Saya dihukum apapun lebih berat dari itu saya siap," kata Herkis. 

Video Populer

Foto Populer