Sukses


Mengupas Kisah Arema FC dan Barito Putera, 2 Eks Galatama di Tengah Kerasnya Shopee Liga 1 2020

Bola.com, Jakarta - Sejak penggabungan kompetisi Perserikatan dan Galatama pada 1994, terjadilah seleksi alam di sepak bola Indonesia. Satu per satu klub eks Galatama mulai rontok.

Sebaliknya, klub-klub eks Perserikatan tradisional yang memiliki basis massa besar mampu bertahan. Klub-klub tersebut masih mendapat sokongan dana dari pemerintah daerah setempat.

Sementara mantan klub Galatama terus ngos-ngosan akibat hanya mengandalkan kucuran kocek pribadi dari sang pemilik. Arema FC yang kini manggung di Shopee Liga 1 2020 adalah buah konflik dualisme yang dialami PSSI pada 2011-2012.

Ahli waris dari keturunan almarhum Acub Zainal, pendiri Arema, mengklaim sebagai pemilik sah. Saat dualisme PSSI yang dipimpin Djohar Arifin, klub ini mendaftarkan diri dengan nama Arema Indonesia.

Sementara ada nama Arema Cronus yang juga berkiprah di kompetisi yang diikuti klub-klub ISL. Dualisme ini masih bertahan hingga sekarang. Arema Indonesia sedang tertatih-tatih berjuang dari Liga 3 Zona Jatim. Sedangkan Arema FC berada di kasta tertinggi Indonesia.

Lepas dari perseteruan itu, Arema punya sejarah yang tak pantang diabaikan. Di era Galatama klub berlogo kepala Singa ini pernah sangat ditakuti lawan-lawannya. Puncak kejayaan Singo Edan ketika mereka jadi kampiun pada 1992.

Arema juga melahirkan talenta-talenta hebat dengan karakter permainan khas Arek Malang yang keras dan militan. Arema tak pernah absen menyumbang pemain terbaiknya untuk Timnas Indonesia di segala level.

Saat ini Arema FC bisa eksis berkat sentuhan tangan dingin Iwan Budianto. Mantan manajer yang pernah memberi dua gelar juara kepada Persik pada 2003 dan 2006 ini telah menancapkan pondasi kuat bagi Arema FC.

 

2 dari 3 halaman

Jatuh Bangun Barito Putera

Seperti nasib Arema, Barito Putera juga jatuh bangun mengarungi kerasnya sepak bola profesional Indonesia. Klub yang didirikan almarhum HA Sulaiman HB pada 1988 itu pernah mencapai masa keemasan di era Frans Sinatra Huwae.

Saat industri perkayuan Indonesia di puncak keemasannya, Laskar Antasari pernah dapat dukungan kocek dari salah satu konglomerat atau 'Raja Hutan', Prayogo Pangestu. Pada masa-masa itu, finansial tak jadi problem bagi Barito Putera.

Bahtera klub-klub eks Galatama, termasuk Barito Putera mulai oleng karena dihantam krisis moneter pada 1998. Beberapa klub bangkrut seiring kolapsnya bisnis sang pemilik klub.

Meski dengan sisa-sisa tarikan nafas Senin-Kamis, Barito Putera tetap berusaha bertahan. Semua berkat tekad kuat dan kecintaan almarhum HA Sulaiman untuk mempertahankan Barito Putera sebagai kebanggaan warga Kalsel dan Banjarmasin.

Di tengah badai krismon itu, anak-anak Haji Leman, panggilan populer HA Sulaiman HB, termasuk Hasnuryadi Sulaiman (kini menjabat Presiden Klub di Liga 1 2020) menyarankan Barito Putera dimatikan saja atau dijual ke pihak lain.

"Saat itu, Abah (bapak) marah besar. Beliau bersumpah, jika semua bisnis dan aset keluarga habis, Barito Putera harus tetap eksis. Karena klub ini akan jadi warisan Abah untuk Warga Banua. Wasiat itu pula yang diucapkan lagi, sebelum Abah wafat beberapa tahun lalu," kata Hasnuryadi.

Cita-cita mulia Haji Leman itu memantik kepedulian para pengusaha lokal untuk menjaga eksistensi Barito Putera. Namun, para simpatisan ini pun rontok di tengah jalan.

 

3 dari 3 halaman

Finansial Sehat, Prestasi Belum Spektakuler

Saat gonjang-ganjing dualisme menerpa sepakbola Indonesia, Barito Putera tak goyah. Namun, ketika itu klub ini masih terperosok di kasta terendah sepak bola di Tanah Air.

Berkat kesetiaan putra-putra keturunan Haji Leman memegang amanah, pelan-pelan Barito Putera bangkit. Puncaknya, mereka menjadi juara Divisi Utama 2012 sekaligus merebut jatah promosi ke ISL 2013.

Berkaca dan belajar dari jatuh bangunnya bisnis keluarga, generasi penerus Haji Leman mulai mengepakkan sayap usaha. Kini berbagai bisnis berjalan mulus.

Imbasnya, keuangan Barito Putera sangat sehat. Pelatih hebat sarat prestasi sekaliber Jacksen Tiago dan Djadjang Nurdjaman mampu dikontrak. Pemain-pemain hebat level Timnas Indonesia seperti Evan Dimas, Hansamu Yama, Paulo Sitanggang, Rizki Pora, hingga Bayu Pradana juga diikat.

Namun sayang, sokongan dana melimpah ini belum diikuti prestasi spektakuler. Bahkan sejak kompetisi ganti nama Liga 1 tiga tahun lalu, langkah Laskar Antasari selalu terseok-seok. Hingga pekan ketiga Shopee Liga 1 2020 yang dihentikan PSSI akibat terpaan pandemi COVID-19, Barito Putera belum meraih kemenangan.

Mereka terpuruk masuk zona degradasi di urutan ke-17 klasemen sementara dengan hanya mengemas satu poin hasil imbang dengan PSM di Makasar.

Menarik kita tunggu seberapa hebat kiprah Arema FC dan Barito Putra untuk menjaga marwah sebagai eks Galatama di belantara sepak bola Indonesia. Apakah mereka bisa bertahan atau malah mengikuti saudara-saudaranya yang telah mati dan tinggal kenangan bagi pencinta sepakbola kita.

 

Video Populer

Foto Populer