Sukses


Cristian Gonzales dan 5 Predator Mematikan yang Mengabdi di Arema FC

Bola.com, Jakarta - Sepeninggal Cristian Gonzales, Arema FC seolah kehilangan taji untuk menemukan penyerang mematikan. Lini depan tim berjulukan Singo Edan ini kerap loyo dalam tiga musim belakangan.

Gonzales hijrah dari Arema FC pada awal 2018 untuk bergabung dengan Madura United. Penyerang naturalisasi kelahiran Uruguay itu telah membela Singo Edan sejak 2013.

Dikenal sebagai pemain tersubur terbanyak sepanjang sejarah Liga Indonesia, 44 dari 249 gol Gonzales terbuat ketika ia memperkuat Arema FC di kompetisi resmi.

Sejak berpisah dengan Gonzales, Arema FC terbilang gagal mencari penggantinya. Mulai dari Thiago Furtuoso hingga Sylvano Comvalius, keduanya tidak berhasil memenuhi ekspektasi Aremania.

Alhasil, Arema FC terpaksa mengandalkan Makan Konate yang notabene merupakan gelandang serang sebagai sumber gol utama pada 2018 dan 2019.

Sebelum dan saat Gonzales bergabung, Arema FC pernah mencuatkan sejumlah penyerang buas sejak era Liga Indonesia. Berikut lima di antaranya:

Video

2 dari 6 halaman

Singgih Pitono

Hingga saat ini belum ada striker Arema FC yang bisa menandingi kehebatan Singgih Pitono. Maklum, ketika memperkuat Singo Edan selama kurang lebih sembilan tahun pada periode 1987-1996, ia bisa meraih gelar top scorer era Galatama pada 1991 dan 1992. Gelar juara juga dipersembahkan kepada publik Malang pada kompetisi Galatama 1992-1993.

Singgih merupakan pemain dengan bakat alami. Ia ditemukan manajemen Arema FC saat bermain antarkampung alias tarkam di tempat kelahirannya, Tulungagung. Tendangan keras dengan akurasi tinggi yang membuat manajemen langsung tertarik.

Singgih menjadi satu di antara pemain generasi pertama Arema FC yang sukses bersinar. Pada tahun pertama, Singgih masih beradaptasi dari karakter tarkam ke Galatama. Maklum, ia bergabung pada usia yang masih muda, 20 tahun.

Hasilnya terlihat ketika Arema FC berbenah dari tahun ke tahun. Singgih bisa mengeluarkan andalannya, tendangan keras dengan akurasi jitu. Tidak jarang ia menjebol gawang lewat tendangan bebas. Duetnya kala itu dengan striker asal Papua, Mecky Tata, sangat disegani.

Singgih tercatat dua kali menjadi top scorer, yaitu pada Galatama XI 1991-1992 dengan torehan 21 gol dan Galatama XII 1992-1993 dengan 16 gol. Selain itu, ia mampu menempatkan diri sebagai pemain tersubur Singo Edan di Liga Indonesia edisi pertama pada 1994-1995 dengan 14 gol. Prestasinya ini membuat ia sempat terpanggil ke Timnas Indonesia.

Di saat usianya tidak muda lagi, produktivitasnya menurun. Tahun 1996 jadi akhir era keemasannya. Ia hanya bisa mencetak empat gol dalam satu musim.

3 dari 6 halaman

Joko Susilo

Saat jadi pemain namanya tidak sepopuler seperti Singgih Pitono, Aji Santoso, Kuncoro. Sebab, prianyang akrab disapa Getuk ini tidak mengawali karer di Arema. Setelah memperkuat tim seperti Persikaba Blora, PPSM Magelang, Persibo Bojonegoro, dan Niac Mitra. Baru pada 1992, ia berlabuh ke Arema FC.

Selama di Singo Edan dia lebih banyak menjadi pelapis Singgih Pitono.

"Saya ini hanya menang beruntung saja. Sebelumnya gabung Arema saya nyaris ke Pelita Jaya. Sudah latihan di sana, sebelum tiba-tiba dikontak manajemen untuk bermain di Arema. Saya akhirnya mengiyakan karena markas klub tersebut dekat dengan kampung halaman," cerita Getuk, panggilan Joko.

Di Arema, Getuk ikut merasakan gelar juara Galatama 1993. Ia juga sering menjadi supersub untuk memecah kebuntuan.

"Posisi saya dulu itu mirip seperti Sunarto di tim Arema sekarang, jadi penyerang sayap. Bertanding sebagai pemain pengganti tapi beruntung kadang cetak gol penentu," kata pria kelahiran Cepu, Jawa Timur ini.

Getuk sempat hengkang dari Arema pada 1995. Ia bergabung dengan tim elite seperti PSM Makassar dan Persija Jakarta. Tapi pada 1998, ia kembali ke Arema hingga pensiun pada 2003 silam.

Pengabdian terakhir Getuk itu yang menempatkannya sebagai legenda di tim kebanggaan Aremania itu. Bahkan saat manajemen kesulitan dana, ia masih mau bertahan. Kesempatan bermain yang didapatkannya juga lebih banyak karena waktu itu Singo Edan tidak banyak memiliki pemain bagus.

4 dari 6 halaman

Franco Hita

Takdir mengantar Franco Hita ke Arema FC. Andai saja penyerang asal Argentina ini dipertahankan oleh Persita Tangerang, bukan tidak mungkin ia tidak akan merasakan gelar juara di Indonesia.

Hita mencetak gol penting pada partai final Piala Indonesia 2005 untuk membawa Arema FC keluar sebagai juara. Pada pertandingan itu, Singo Edan berhasil mengalahkan Persija Jakarta dengan skor 4-3 melalui golden goal Firman Utina pada menit ke-96 setelah bermain 3-3 dalam waktu normal.

5 dari 6 halaman

Samsul Arif

Samsul Arif adalah satu di antara penyerang lokal tersubur yang pernah membela Arema FC. Bergabung dari Persela Lamongan pada 2014, pemain yang kini berbaju Persita Tangerang itu membukukan 17 gol dari 27 pertandingan pada 2014 dan 2015.

Beberapa musim setelah meninggalkan Arema FC pada 2016, Samsul Arif masih tajam. Pemain berusia 35 tahun itu masih sanggup membukukan 16 gol untuk Persela Lamongan pada 2017 dan 14 gol bagi Barito Putera setahun berselang.

6 dari 6 halaman

Emaleu Serge

Emaleu Serge adalah satu di antara penyerang terbaik yang pernah dimiliki Arema FC. Membela Singo Edan pada 2005-2009, kariernya di klub kebanggaan Aremania ini terpaksa tamat setelah cedera parah pada 2007.

Serge mengalami cedera mengerikan setelah ditekel oleh bek Persipura Jayapura, Bio Paulin, pada ISL 2007-2008. Akibat kejadian itu, pemain asal Kamerun itu terpaksa absen selama semusim penuh.

Serge kembali beraksi bersama Arema FC pada 2008-2009, namun hanya bertahan setengah musim karena produktivitasnya menurun.

Bersama Arema FC, Serge berhasil menorehkan dua gelar Piala Indonesia pada 2005 dan 2006. Ia juga dinobatkan sebagai top scorer turnamen pada 2006 setelah mengemas sembilan gol.

Video Populer

Foto Populer