Bukan soal Postur tapi Mental dan Game Plan dari Pelatih Ikut Jadi Faktor Kegagalan Timnas Indonesia U-20 di Piala Asia U-20 2025

Mantan pemain nasional, Vennard Hutabarat punya pandangan atas kegagalan Timnas Indonesia U-20 di ajang Piala Asia U-20 2025 di China. Ia tak menampik kualitas pelatih Indra Sjafri ketika di level Asia Tenggara cukup mentereng.

Namun ketika berbicara di level Asia, dengan tingkat lawan yang lebih sulit, Indra Sjafri masih belum bisa berbuat banyak. Vennard Hutabarat menilai ada beberapa game plan acara cara bermain yang diinstruksikan Indra Sjafri kurang maksimal.

"Indra Sjafri memang pelatih bertangan dingin di level junior, banyak prestasi yang ia berikan, termasuk medali emas SEA Games 2023. Tapi berbanding terbalik di event Piala Asia U-20 kali ini," tutur Vennard Hutabarat dalam kanal Youtube Sportify Indonesia.

"Memang banyak catatan yang diberikan, tapi kita berikan catatan yang membangun untuk Indra Sjafri. Cara permainan atau konsep bermainnya masih banyak turunan dari STY, dari skema 4-3-3, mengkloning cara kepelatihannya."

"Sebenarnya kualitas pemain secara individu pemain kita tidak kalah, mungkin dari cara permainan saja yang membedakan, karena kita menghadapi tim level Asia ya berbada dengan lawan di level Asia Tenggara," lanjut Vennard.

Sebelumnya ramai diperbincangkan di publik, ada pihak yang menyebut postur badan pemain Timnas Indonesia U-20 kalah tinggi dari lawan-lawannya. Sehingga banyak gol yang tercipta ke gawang skuad Garuda Muda karena faktor itu.

Namun Vennard Hutabarat tak setuju dengan pendapat itu. Tinggi badan pemain Timnas Indonesia U-20 terutama barisan belakangnya tak kalah dengan pemain lawan. Misalnya Kadek Arel punya postur 1,84 meter dan Iqbal Gwijangge 1,79 meter.

"Banyak yang bilang kita kala postur, tapi semua kembali ke pelatih bagaimana konsep game plan yang dimainkan, kalah dari bola-bola crossing, tapi kan pemain terdekat dengan lawan bisa tidak membiarkan bola crossing itu lolos," jelas pria yang akrab disapa Veve.

"Kalau merasa kalah tinggi, momennya ya ganggu kepada lawan yang melompat, untuk mengganggu konsentrasi lawan. Kita enggak kalah tinggi, tapi bisa kok mengantisipasinya." 

"Pemain kita enggak pendek-pendek juga, tapi namanya timing dan momen menghalau bola. Bukannya mau mencari kambing hitam, tapi lebih ke mentalitas pemain," tegasnya.

Hal lain yang disinggung oleh Vennard adalah perkara mental bertanding. Mantan penggawa Timnas futsal Indonesia itu melihat bagaimana banyak pemain diaspora dan berkiprah di Eropa yang saat ini menjadi bagian di skuad Timnas Indonesia senior.

Mulai dari Jay Idzes, Maarten Paes, Kevin Diks, Mees Hilgers, Calvin Verdonk, Thom Haye, sampai Ragnar Oratmangoen bisa menunjukkan mentalitas berbeda dan membuat pengaruh besar untuk permainan Timnas Indonesia.

"Pemain di Timnas senior misalnya, banyak pemain diaspora yang bermain di kancah sepak bola Eropa, secara mental lebih siap. Saya melihat tidak semua pemain di U-20 ini bisa tampil lepas."

"Yang saya lihat bisa tampil lepas ada Dony Tri Pamungkas, Toni Firmansyah meski kadang berlebihan dalam penguasaan bola, dan Jens Raven. Terlepas dari itu kalau saya lihat masalah mentalitas karena lawan tim Asia yang lebih bagus," kata Vennard.

"Kemudian banyak pemain yang ada di tim U-20 tidak semua mendapat menit bermain di level klub, mungkin ini yang ikut menentukan mentalitas bermain. Uji coba memang bagus, tapi butuh jam terbang lagi untuk semua pemain," tandasnya.

Sumber: Sportify Indonesia