Sukses


Superstar: Kisah Manis Balas Dendam Ranieri kepada Chelsea

Bola.com, London - Leicester City menuai kemenangan 2-1 atas Chelsea pada Minggu (13/12/2015) dini hari WIB. Claudio Ranieri berteriak kencang pada menit ke-48 ketika Riyad Mahrez melakukan tipu daya di kotak penalti dan menendang bola melewati halangan Thibaut Courtois.  Seusai pertandingan, The Tinkerman tersenyum karena membuat mantan klubnya bertekuk lutut di hadapannya.

Pria berusia 64 tahun itu pernah melatih The Blues sejak 18 September 2000. Selama empat tahun, ia mencoba membangun kejayaan Chelsea sekaligus menghentikan dominasi Arsenal dan Manchester United. Ranieri pun membeli membeli beberapa bintang mulai dari Frank Lampard sampai William Gallas di mana dia menghabiskan dana senilai 150 juta poundsterling.

Akan tetapi, Ranieri kemudian didepak Roman Abramovich pada 30 Mei 2004, setelah gagal memberikan satu gelar pun selama kariernya di Stamford Bridge.  Ranieri dikabarkan media-media lokal kala itu bersedia menanggalkan jabatannya karena iming-iming uang.

"Tak peduli saya menjadi orang kaya, itu tidak akan mengubah hidup saya. Apa yang bakal mengubah hidup adalah jika saya meninggalkan Chelsea," papar Ranieri seperti dilansir Guardian.

Kisah cinta antara Ranieri dengan Chelsea memang berakhir tragis. Di awal rezim kepemimpinannya, Roman Abramovich ingin memboyong Sven Goran-Eriksson. Namun, pelatih asal Swedia itu menolak dan The Blues tetap dipimpin oleh Ranieri.

"Kami kalah dari Arsenal yang saat itu tak terkalahkan. Namun saya mengerti sejak awal, Roman ingin melakukan perombakan dan Eriksson menjadi pilihannya. Namun sebelum rumor itu menguat, saya tahu pekerjaan saya akan berakhir. Saya mengerti, itu tak masalah bagi saya karena ini memang kehidupan manajer sepak bola," tutur Ranieri dalam wawancara khusus dengan Daily Mirror, Agustus 2015 lalu.

Setelah kurang cemerlang bersama Valencia, Parma, Juventus, Roma, Inter Milan, AS Monaco, dan timnas Yunani, Ranieri didapuk sebagai manajer Leicester City pada musim panas 2015. Jelang partai pertamanya kontra Sunderland di Vitality Stadium musim ini, dia membangkitkan semangat para pemainnya dengan memutar lagu Fire milik Kasabian.

"Saya mengatakan kepada pemain saya, Ketika Anda masuk ke lapangan dan mendengar lagu Fire dari Kasabian, fans menginginkan pejuang. Saya ingin mereka tampil layaknya pejuang di mata para fans. Kasabian adalah band rock dari Leicester jadi semuanya cocok, saya pikir fans menyukai pejuang dan saya puas dengan performa para pemain," kata Ranieri.

Hasilnya, The Foxes melaju kencang di Premier League dan kini menguasai puncak klasemen dengan 35 poin dari 16 pertandingan. Semuanya kian manis karena salah satu pemainnya yakni Jamie Vardy memecahkan rekor Premier League dengan mencetak 11 gol di 11 pertandingan berturut-turut. Prestasi cemerlang Leicester musim ini membuat Ranieri dan Vardy didapuk sebagai pelatih dan pemain terbaik Premier League versi November 2015.

Pujian pun satu persatu datang menghampiri mereka. Bahkan Mourinho yang menggantikan peran Ranieri di Chelsea 11 tahun silam angkat topi.

"Mereka pantas berada di tempat sekarang berada. Saya berkata beberapa minggu lalu bahwa saya tidak percaya mereka bisa menjadi juara. Mungkin sekarang saya perlu mempertimbangkan kembali. Performa mereka akan menjadi sesuatu yang luar biasa, sesuatu yang bisa mengesankan dunia sepak bola," kata Mourinho seperti dilansir Sportsmole.

Leicester City tak menunjukkan tanda-tanda bakal berhenti dalam waktu dekat. Bila melihat apa yang dipraktekkan di lapangan oleh Leicester, kemenangan 2-1 atas Chelsea bukanlah akhir dari segalanya. Ini merupakan fase awal bagi Leicester, tetapi mungkin ini fase terakhir bagi Jose Mourinho di Chelsea.

Sumber: Independent, Guardian, Daily Mail

Saksikan cuplikan pertandingan dari Liga Inggris, Liga Italia, dan Liga Prancis dengan kualitas HD di sini

Video Populer

Foto Populer