5 Alasan Pep Guardiola Bakal Gagal Total di Manchester City

Bola.com, Manchester - Pelatih Pep Guardiola akan memulai kiprahnya di Premier League bersama Manchester City pada musim 2016-2017. Namun, juru racik taktik berkebangsaan Spanyol kemungkinan besar takkan sukses pada musim perdananya.

Pep Guardiola menandatangani kontrak berdurasi tiga musim bersama Manchester City pada 1 Februari 2016. Pelatih berusia 45 tahun itu didaulat sebagai pengganti Manuel Pellegrini, yang dipecat manajemen karena dinilai tak mampu mendongkrak prestasi Manchester Biru.

Sumber dalam Manchester City beberapa waktu lalu mengungkapkan kepada Sky Sports bahwa proses perekrutan Guardiola sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2012. Namun, Pep kala itu menolak tawaran City karena ingin beristirahat sejenak dari dunia sepak bola. Manchester Biru kemudian mengalihkan bidikannya kepada Manuel Pellegrini.

Direktur Olahraga City, Txiki Begiristain, adalah sosok kunci dibalik keberhasilan Manchester Biru memboyong Guardiola. Dia cukup lama bermain dan bekerja bersama Guardiola di Barcelona. Mereka adalah teman dekat dan hingga saat ini masih sering berhubungan satu sama lain.

Prestasi Guardiola, yang seakan memiliki racikan yang pas untuk membawa setiap klub yang ia bela menjadi juara, menjadi alasan City merekrutnya. Pep saat ini masih tercatat sebagai pelatih tersukses sepanjang masa Barcelona dengan mempersembahkan 14 gelar dari 4 tahun masa kepemimpinannya.

Bersama Bayern Munchen, Pep sudah mempersembahkan lima gelar, yakni dua gelar Bundesliga, satu gelar DFB Pokal, Piala Super Eropa, dan Kejuaraan Dunia Antarklub. Pria yang memulai karier kepelatihan dengan membesut Barcelona B itu berpeluang untuk mempersembahkan empat gellar untuk The Bavarian musim ini, yakni Bundesliga, DFB Pokal, DFL Supercup, dan Liga Champions.

1. Tekanan Besar Manajemen dan Fans City

Manchester City sebenarnya tak tampil terlalu buruk di bawah asuhan Manuel Pellegrini. Pria berkebangsaan Cile itu mempersembahkan gelar Premier League dan Piala Liga Inggris pada musim perdananya. Pria berusia 62 tahun itu menjadi pelatih pertama dari luar Eropa yang mampu meraih gelar Premier League.

Musim ini, Pellegrini mampu mengantar City meraih gelar Piala Liga Inggris. Pada partai final yang berlangsung di Stadion Wembley, London, (28/2/2016), City mengalahkan Liverpool 3-1 melalui babak adu penalti.

Meski demikian, Pellegrini banyak mendapatkan hujatan dari fans di dunia maya. Meski sudah mempersembahkan tiga gelar, manajemen Manchester Biru tetap tak merasa puas dengan kinerja Pellegrini dan kemudian memecatnya pada 1 Februari lalu.

Pep Guardiola bakal mendapatkan tekanan yang sama, bahkan mungkin lebih di awal masa kepemimpinannya di City. Suporter dan manajemen City dikenal selalu mengharapkan prestasi instan. Apalagi, Abu Dhabi Group, perusaahaan yang memayungi City, sudah menggelontorkan dana besar untuk membeli pemain bintang. Mereka tentunya mengharapkan prestasi.

2. Media Inggris Terkenal Kejam

Kompetisi Premier League dikenal sebagai Surga bagi insan sepak bola untuk mencari nafkah. Meski demikian, mereka juga harus siap mental begitu menjadi bagian dari kompetisi kasta tertinggi di Inggris itu. Pasalnya, media di Inggris terkenal kejam dalam hal pemberitaan.

Banyak pelatih yang melayangkan kritik pedas terhadap media di Inggris, salah satunya pelatih Manchester United, Louis van Gaal. Pria berkebangsaan Belanda itu pada Bulan Februari lalu menyebut media di Inggris amat kejam.

Pendapat Van Gaal itu mengacu kepada maraknya pemberitaan mengenai spekulasi nasibnya di MU. Selain itu, mantan pelatih Barcelona itu juga merasa porsi berita antara timnya dan Manchester City berbeda.

Pep Guardiola mungkin bakal mendapatkan perlakuan serupa dengan Van Gaal saat menjadi pelatih Manchester City musim depan. Bahkan, mungkin bisa lebih buruk andai pelatih berkepala plontos itu gagal memberikan prestasi maksimal untuk Manchester Biru.

Apalagi, Guardiola dikenal sebagai pelatih yang sensitif terhadap kritik. Dia pernah tak ikut dalam sesi konfrensi pers Bayern Munchen karena merasa gerah terkait pemberitaan mengenai spekulasi masa depannya. Jika tak kuat mental, tekanan media Inggris bakal membuat Pep merasa stress dan berujung pada kegagalan City.

3. Gaya Permainan Sepak Bola Inggris yang Berbeda

Setiap liga di Eropa memiliki gaya permainan yang berbeda-beda. Liga Spanyol (La Liga) lebih mengedepankan penguasaan bola dan umpan-umpan pendek cepat. Sementara itu, Liga Jerman (Bundesliga) memiliki kecenderungan menyerang, tetapi dengan kesabaran dalam membangun serangan di sepertiga bidang pertahanan lawan.

Gaya kedua liga tersebut amat cocok dengan Guardiola. Pelatih berusia 45 tahun itu mengedepankan gaya permainan umpan pendek cepat dan sabar dalam membangun serangan. Guardiola amat mengandalkan pemain yang berposisi sebagai playmaker untuk melepaskan umpan 'pembunuh' kepada penyerang.

Gaya tersebut kemungkinan besar takkan berhasil di Inggris. Kompetisi Premier League dikenal sebagai liga yang keras. Para pemain lebih sering melakukan tekel dan umpan langsung ke jantung pertahanan. Jadi, pola permainan umpan pendek Guardiola takkan sukses karena akan dipatahkan oleh kerasnya tekel para pemain Premier League.

4. Anomali Premier League

Kompetisi Premier League dikenal sebagai liga yang 'aneh'. Alasannya, kompetisi sepak bola kasta tertinggi di Inggris itu sering menghadirkan kejutan luar biasa. Kita ambil contoh klub Aston Villa.

Aston Villa musim ini menghabiskan dana sebesar 52 juta poundsterling (Rp 969 miliar) untuk membeli pemain musim ini. Namun, mereka justru berada di posisi buncit klasemen sementara Premier League dengan raihan 16 poin.

Sementara itu, Leicester City yang hanya menghabiskan dana sebesar 28 juta poundsterling (Rp 521 miliar) untuk membeli pemain musim ini justru mampu bertengger di puncak klasemen dengan tabungan 72 poin.

Bahkan, keanehan kompetisi Premier League sempat membuat pelatih Manchester City saat ini, Manuel Pellegrini, terheran-heran. Alasannya, Pellegrini melihat banyak tim besar seperti Manchester United, Arsenal, Chelsea, dan Liverpool sering kehilangan angka.

Pep Guardiola harus siap untuk menghadapi anomali ini. Meski memiliki skuat bertabur bintang, belum tentu Manchester City bakal dengan mudah meraih kemenangan.

5. Premier League Bukan Persaingan 2 Klub Saja

Pep Guardiola hanya memiliki dua pengalaman liga, yakni La Liga Spanyol dan Bundesliga. Kedua liga tersebut dikenal sebagai persaingan dua klub saja. Di La Liga, hanya Barcelona dan Real Madrid yang bersinar. Itu karena kedua klub itu memiliki skuat yang berisi para pemain bintang.

Sementara itu, Bundesliga hanya berisi persaingan antara Bayern Munchen dan Borussia Dortmund. Memang, musim ini ada fenomena bernama Wolfsburg. Namun, seberapa keras mereka berjuang, Wolfsburg tetap saja tak bisa mematahkan dominasi Bayern.

Di Premier League, persaingan lebih merata. Nyaris semua klub di Inggris memiliki kekuatan uang yang luar biasa, sehingga bisa menarik minat pemain bintang untuk berlabuh. Dalam enam musim terakhir, Manchester United, Manchester City, Arsenal, Liverpool, Tottenham Hotspur, dan kini Leicester City bersaing ketat untuk meraih gelar juara.

Dengan demikian, Pep Guardiola dipastikan takkan mudah untuk meraup poin maksimal di Inggris, dibandingkan dengan di Spanyol dan Jerman.

Sumber: Berbagai Sumber

Saksikan cuplikan pertandingan dari Liga Inggris, Liga Italia, dan Liga Prancis dengan kualitas HD di sini: