Sukses


Kualitas Solskjaer Jauh di Bawah Klopp, Liverpool Bersiap Merajai Premier League

Bola.com, Jakarta - Liverpool berhasil meraih kemenangan meyakinkan 2-0 atas Manchester United pada lanjutan Premier League 2019-2020 di Anfield, Minggu (19/1/2020). Dengan kemenangan itu, The Reds makin dekat dengan gelar juara.

Tambahan tiga poin tersebut tak cuma sekadar tambahan tiga poin saja. Liverpool masih menjadi tim yang belum terkalahkan di pentas Premier League.

Anak asuh Jurgen Klopp, jika digabung dengan musim lalu, telah meraih 34 kemenangan dan lima kali imbang dari 39 pertandingan, kandang dan tandang, di Premier League. Tentu saja ini merupakan raihan impresif buat Mohamed Salah dkk.

Liverpool dan Manchester United kini terpaut 27 poin, sangat jauh perbedaannya. Bicara subjektif, penampilan The Anfield Gang dalam tiga musim belakangan memang lebih menghibur ketimbang United.

Jermaine Jenas, mantan gelandang Tottenham Hotspur menilai Liverpool bisa merajai panggung Premier League, sama seperti ketika Manchester United begitu digdaya pada era 1900-an hingga awal 2000-an. Saat itu, Setan Merah diasuh oleh legenda hidup Sir Alex Ferguson.

Video

2 dari 4 halaman

Perbedaan Klopp dengan Ole

Manchester United memenangi 13 gelar Premier League dari 21 musim di bawah kendali Sir Alex. Itu termasuk tiga titel yang diraih secara beruntun, mulai dari 1999 hingga 2001, dan 2007 hingga 2009.

Sejak Fergie pensiun tahun 2013, United finis di tangga kedua baru sekali. Beruntung, mereka sukses mengangkat trofi Piala FA tahun 2016, Piala Liga pada tahun yang sama, serta Liga Europa 2017. Setidaknya, itu bisa menutup aib Setan Merah sepeninggal Fergie.

Sejumlah manajer datang dan pergi sejak 2013. Dari mulai David Moyes, Jose Mourinho, hingga kini Solskjaer. Hanya saja, Jenas merasa Solskjaer masih kalah kelas dengan Jurgen Klopp.

"Perbedaanya sangat jauh antara mereka berdua. Klopp itu tahu bagaimana caranya menangani sebuah tim sepak bola, sementara Ole masih belajar," kata Jenas.

"Satu hal yang menancap di pikiran saya adalah kapasitas Ole dalam meng-handle para pemain. Anda boleh saja memiliki pemain kelas dunia, tapi bisakah Anda bersaing dengan Liverpool? Liverpool, mereka akan mendominasi, sama seperti ketika United lakukan 2-3 dasawarsa lalu."

"Manchester United yang sekarang apakah bisa? Saya rasa Ole belum bisa membawa timnya bersaing dengan Liverpool. Saya tidak melihat permainan yang diusung Ole bisa menyangi Klopp. Tapi, bukan berarti Ole tak akan pernah bisa, dia cuma masih belajar dan beradaptasi," tambahnya.

3 dari 4 halaman

Membangun Sebuah Tim

Sebelum bergabung dengan Liverpool tahun 2015 silam, Klopp menghabiskan tuhuh tahun di Bundesliga menangani Borussia Dortmund. CV-nya lumayan, menang dua kali Bundesliga dan satu kali menembus final Liga Champions musim 2012-2013.

Perlu diingat, saat itu Dortmund sempat mengalami krisis keuangan dan kondisinya belum bisa dikatakan stabil, baik secara teknis mau pun non-teknis. Klopp yang datang tepat ketika momen kebangkitan, dinilai sebagai poros keberhasilan Die Borussen mengangkat performa tim.

Klopp tak cuma melatih saja, tapi ia membangun tim dari skuat yang relatif diisi oleh pemain muda. Itu yang coba ia terapkan di Liverpool, tentu diperbantukan oleh suntikan pengalaman dari pemain senior macam Jordan Henderson dan James Milner.

Siapa yang menyangka Andrew Robertson yang diboyong dari Hull City bisa menjelma menjadi satu di antara bek kiri terbaik dunia. Siapa pula yang bisa memprediksi bagaimana Georginio Wijnaldum sanggup memberikan nyawa di Liverpool meski datang dari Newcastle United yang harus terdegradasi dari Premier League.

"Klopp membangun tim di Dortmund. Dia memenangi gelar Liga dan membawa timnya lolos ke final Liga Champions. Klopp adalah pemenang sejati dengan pemain mudanya. Dia tak cuma melatih, tapi membangun dan mengembangkan pemainnya dari segala aspek," kata Jenas.

"Tengok apa yang ia lakukan di Liverpool bersama Andy Robertson, Wijnaldum, serta lihat bagaimana ia membuat Henderson menjadi jauh lebih dewasa dalam dua tahun belakangan," ujarnya lagi.

4 dari 4 halaman

Sir Alex Ferguson pun Tidak Instan

Ketika datang sebagai manajer Manchester United, Sir Alex tak langsung berjaya. Ia butuh beberapa tahun untuk membentuk tim idamannya. Tentu masih diingat pakem 4-4-2 milik pria asal Skotlandia itu merajai Premier League.

Kesalahan manajemen United usai Sir Alex pensiun adalah mereka terlalu tergesa-gesa dalam memecat pelatih berikutnya. David Moyes misalnya, harus menjadi korban dari sikap manajemen klub yang terlalu naif.

Padahal, jika mengingat Sir Alex saja butuh waktu bertahun-tahun, Moyes sepatutnya diberikan waktu juga untuk menyesuaikan gaya permainan United. Terlebih, saat itu tim-tim macam Manchester City dan Chelsea sudah ditangani oleh manajer yang memiliki gaya berbeda alias tidak seperti sepak bola Inggris pada umumnya.

Moyes mampu menjadikan Everton sebagai satu di antara tim paling stabil di Premier League. Selama masa kepemimpinannya, The Toffees akrab dengan 10 besar, setidaknya, itu menunjukkan bahwa Moyes konsisten.

Manajemen klub belum tampaknya masih percaya kepada tangan dingin Solskjaer. Jika pada akhirnya memecat Solskjaer, Jenas menilai Pochettino sebagai kandidat terbaik.

"Pochettino, dia yang paling mendekati Klopp. Saya melihat Solskjaer masih bingung menentukan gaya bermain. Beda dengan Pochettino yang sudah memiliki pakem," katanya memungkasi.

Video Populer

Foto Populer