Bola.com, Jakarta - Mantan bek Manchester United (MU), Patrice Evra, mengungkap sisi kelam dari era kepelatihan Sir Alex Ferguson.
Menurutnya, metode kepelatihan Ferguson yang keras dan penuh tekanan tak akan bisa diterapkan di era sepak bola modern tanpa konsekuensi hukum.
Baca Juga
Advertisement
Dalam perbincangan di podcast SDS, Evra menyebut gaya manajerial sang legenda—terkenal dengan "hairdryer treatment" yang intens dan intimidatif—akan dianggap terlalu ekstrem hari ini.
"Kalau Ferguson melatih sekarang, mungkin dia sudah masuk penjara," kata Evra sambil tertawa.
"Tidak mungkin dia bisa lolos dengan apa yang dia lakukan saat itu."
Evra mengaku menyaksikan banyak pemain yang menangis setelah mendapat semprotan dari Ferguson di ruang ganti.
"Dia 'jahat'," tambah Evra.
"Banyak pemain yang saya lihat menangis karena dia. Dia melempar sepatu, meneriaki pemain... benar-benar gila," ungkap mantan pemain internasional Prancis itu.
Berita video spotlight kali ini membahas tentang empat transfer gratisan terbaik Real Madrid sepanjang sejarah.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Keras di Pertandingan Resmi dan Bahkan Persahabatan
Satu di antara insiden paling legendaris dalam karier Ferguson terjadi setelah kekalahan MU dari Arsenal di Piala FA musim 2002/2003. Kala itu, Ferguson sempat bersitegang dengan David Beckham dan menendang sepatu yang kemudian mengenai wajah sang gelandang.
Beckham bahkan terlihat dengan luka di sekitar matanya saat latihan keesokan harinya.
Namun, bagi Evra, ketegangan itu tak hanya terjadi di pertandingan resmi. Ia bercerita tentang kejadian dalam laga persahabatan di Arab Saudi, ketika Danny Welbeck gagal mengeksekusi penalti.
"(Wayne) Rooney memberikan penalti ke Welbeck, tapi dia gagal. Itu hanya pertandingan persahabatan, 45 menit saja," kenang Evra.
"Begitu kembali ke ruang ganti, Ferguson berteriak, 'Welbeck!' Kami lagi di toilet, Welbeck sedang buang air kecil, tapi Ferguson sudah teriak."
"Dia bilang, 'Siapa kamu pikir kamu ini? Baru masuk tim utama, sudah ambil penalti'. Saya bilang, 'Bos, ini cuma laga persahabatan'. Tapi, dia langsung membentak, 'Persetan dengan laga persahabatan!"
Advertisement
Mengungkit Kisah Nani
Meski keras dan penuh tekanan, gaya kepemimpinan Ferguson terbukti sukses. Dalam 26 tahun masa kepelatihannya di Old Trafford, ia memenangkan 38 trofi, termasuk 13 gelar Liga Inggris, lima Piala FA, dan dua Liga Champions.
Namun, budaya kompetitif yang diciptakan Ferguson juga membawa sisi gelap. Pemain-pemain baru harus segera beradaptasi dengan standar tinggi dan lingkungan yang tidak mengenal belas kasihan.
Dalam ruang ganti, tekanan bukan hanya datang dari pelatih, tetapi juga dari rekan satu tim.
Evra menyinggung momen saat Luis Nani mengalami cedera parah akibat tekel keras dari Jamie Carragher dalam laga kontra Liverpool di Anfield tahun 2011. Meski awalnya para pemain MU marah terhadap Carragher, semua berubah saat mereka melihat Nani menangis di lapangan.
"(Paul) Scholes langsung bilang, 'F*** off', waktu lihat Nani nangis," ungkap Evra.
Kejam dan Tidak Manusiawi
Bahkan Ferguson tak menahan komentarnya: "Saya harap kakimu patah. Pemain United tidak boleh menangis di Anfield," katanya, keras.
Evra mengakui bahwa budaya itu kejam dan tidak manusiawi.
"Kami ini orang jahat," katanya.
"Saya ingin minta maaf ke semua pemain muda yang pernah berlatih bersama kami. Kami seperti binatang."
"Setelah pertandingan, kami tunggu hari berikutnya untuk 'membunuh' Nani," lanjutnya.
"Kalau kamu berdarah dan menangis, kamu selesai. Kamu bukan bagian dari kami."
"Ferguson sampai harus memberi Nani libur seminggu untuk menenangkan diri. Kami benar-benar kejam," tutur Evra.
Evra bahkan mengungkap bahwa hingga hari ini, di grup WhatsApp para mantan pemain MU, mereka masih sering mengirim ulang foto Nani yang menangis di Anfield.
Â
Sumber: Dailymail
Advertisement