Manchester City dan Fenomena Haalandependencia: Masalah atau Berkah?

Untuk pertama kalinya dalam hampir setahun, tepatnya setelah 351 hari, Man City kembali duduk di puncak klasemen Premier League.

Setelah musim lalu sempat kehilangan ritme dan kestabilan, tim asuhan Pep Guardiola kini tampak mulai menemukan bentuk terbaiknya lagi.

Kembalinya Josko Gvardiol dari cedera telah memperkuat sisi kiri pertahanan. Meski dalam laga ini sang bek asal Kroasia diistirahatkan, performa Nathan Ake, yang baru tampil lagi di Premier League sejak Februari, cukup solid menghadapi tekanan lini depan Everton.

Di lini tengah, Rodri masih dalam masa pemulihan pascaoperasi, tetapi Nico Gonzalez mampu menggantikannya dengan performa tenang dan dominan. Guardiola pun lega karena Man City tidak kembali rapuh tanpa pemenang Ballon d'Or mereka seperti musim lalu.

Di depan, Phil Foden tampil luar biasa. Pemain asal Inggris itu menjadi satu-satunya pengatur ritme yang mampu mengubah tempo dan arah serangan di saat Man City kesulitan mencetak gol.

"Semua butuh waktu," ujar Guardiola soal perkembangan Foden.

"Kamu tidak bisa selalu bermain di gigi enam. Harus tahu kapan memperlambat tempo. Dua sentuhan, satu umpan, dan di saat yang tepat, lakukan sesuatu yang brilian. Selangkah demi selangkah, Phil akan semakin matang. Seperti anggur yang baik, dengan waktu ia akan lebih baik," lanjut Guardiola.

Benar saja, pada menit ke-58, Foden melepaskan umpan terobosan indah kepada Nico O'Reilly, yang mengirim umpan silang akurat ke tiang jauh. Haaland menyambutnya dengan sundulan tajam untuk mencetak gol ke-10-nya musim ini.

Catatan itu membuat Haaland menjadi satu-satunya pemain dalam sejarah Premier League yang tiga kali mencetak 10 gol hanya dalam delapan laga awal musim. Enam menit kemudian, ia menambah satu lagi setelah memanfaatkan assist Savinho, menegaskan kemenangan 2-0 Man City.

Dengan kemenangan itu, Man City menutup laga sebagai tim paling produktif di Premier League dengan total 17 gol. Namun, di luar 11 gol milik Haaland, tidak ada satu pun pemain Man City yang mencetak lebih dari satu gol.

Bahkan, pencetak gol terbanyak kedua mereka sejauh ini adalah bek Burnley, Maxime Esteve, yang dua kali mencetak gol bunuh diri ke gawangnya sendiri bulan lalu.

Wajar tim memiliki ketergantungan pada pemain bintang. Barcelona dulu juga mengalami "Messidependencia", ketika Lionel Messi menjadi poros utama dalam masa pasca-keemasan trio MSN.

Namun, mereka tetap memenangkan banyak trofi. Jika Haaland terus dalam performa ini, Man City pun kemungkinan akan bernasib serupa.

Kendati demikian, Guardiola menegaskan bahwa situasi tersebut bukanlah hal ideal. Saat ditanya tentang Haaland dalam konferensi pers usai laga, ia justru menyoroti para pemain lain yang belum mampu mencetak gol.

"Kalau kami ingin mencapai hal besar, kami tak bisa hanya bergantung pada Erling," tegas Guardiola.

"Para winger, gelandang serang, dan pemain lainnya harus berani melangkah maju. Peluang yang kami dapat sangat jelas. Savio punya dua, Jeremy dua, dan Tijjani satu. Di level ini, peluang seperti itu harusnya jadi gol," ujarnya.

Pelatih asal Spanyol itu yakin situasi ini akan membaik seiring berjalannya musim. Statistik ekstrem seperti ini, katanya, biasanya akan menyeimbangkan diri.

Musim lalu, meski sempat menurun, Foden tetap mengakhiri musim dengan 10 gol di semua kompetisi, dan bila terus bugar, jumlah itu bisa melonjak hingga 20.

Selain itu, Omar Marmoush dan Rayan Cherki, yang baru kembali dari cedera, juga dikenal punya insting gol kuat, sesuatu yang belum sepenuhnya dimiliki Doku maupun Savinho.

Untuk saat ini, Man City memang masih bertumpu pada sosok raksasa berambisi besar bernama Erling Haaland.

Namun, jika ketergantungan itu terus berbuah kemenangan, tampaknya tak ada alasan bagi Guardiola untuk terlalu khawatir pada fenomena "Haalandependencia" ini.

Sumber: Sporting News