Sukses


Kasus Raya Bocah Sukabumi Alarm Sistem Kesehatan Nasional Belum Menjangkau Semua Kalangan

Kematian Raya menunjukkan bahwa sistem kesehatan dan solidaritas nasional kita masih belum mencakup semua lapisan masyarakat.

Bola.com, Jakarta - Peristiwa meninggalnya Raya, seorang anak dari Sukabumi yang mengalami infeksi cacingan yang parah, menjadi sebuah pengingat bahwa sistem kesehatan serta solidaritas nasional kita masih belum sepenuhnya inklusif.

Proses pengobatan untuk Raya terhambat karena biaya yang meningkat, sementara kepemilikan BPJS Kesehatan terhalang oleh berbagai persyaratan administratif yang rumit.

"Kejadian yang menimpa balita di Sukabumi bisa menjadi pengingat penting bahwa kesehatan di Indonesia harus benar-benar dipahami sebagai hak ideologis, yakni hak yang melekat pada setiap warga tanpa boleh dibatasi oleh syarat administratif," ungkap Ketua Tim Peneliti Ideologi Kesehatan Indonesia Health Development Center (IHDC), Ray Wagiu Basrowi, saat berbicara kepada wartawan pada Rabu (20/8/2025).

Ray menekankan pentingnya memperkuat aspek keadilan, perlindungan pembiayaan, dan solidaritas komunitas yang inklusif.

"Dari prinsip ideologi kesehatan IHDC, kami melihat kasus ini menunjukkan masih perlunya penguatan di aspek keadilan, proteksi pembiayaan dan solidaritas komunitas. Artinya, negara dan masyarakat perlu terus bergerak agar sistem jaminan dan pelayanan kesehatan makin inklusif, terutama untuk kelompok yang rentan," tambahnya.

Kejadian ini juga mengingatkan kita akan pentingnya dimensi solidaritas dan komunitas. Ini menunjukkan bahwa solidaritas nasional kita belum sepenuhnya inklusif, dan kesehatan sebagai bentuk gotong royong masih banyak yang bersifat parsial dan belum menjangkau kelompok-kelompok yang paling terpinggirkan, seperti yang dijelaskan oleh Ray.

Untuk mencegah terulangnya kejadian serupa, Ray menekankan perlunya penguatan layanan kesehatan primer.

"Mitigasi ke depan menurut rekomendasi prinsip ideologi kesehatan dari IHDC salah satu yang utama adalah memperkuat layanan primer," jelasnya.

"Contohnya, Posyandu yang dapat mendeteksi kasus-kasus seperti ini lebih awal, atau Puskesmas yang dapat memastikan bahwa kasus-kasus klinis sederhana tidak terlambat untuk ditangani," tutup Ray.

 

Veteran Naturalisasi Timnas Indonesia yang Masih Jadi Momok di BRI Super League

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 5 halaman

Kesenjangan dalam Pelayanan Kesehatan di Indonesia

Meskipun bangsa ini telah mencapai banyak kemajuan, Ray mengungkapkan bahwa masih terdapat ketidakmerataan dalam layanan kesehatan. "Dan disayangkan, ketimpangan ini justru terjadi pada kelompok marginal," jelasnya.

Kelompok yang terpinggirkan ini mencakup orang-orang yang hidup dalam kemiskinan serta mereka yang tinggal di daerah 3T, yaitu tertinggal, terdepan, dan terpencil. Fenomena ini, termasuk yang dialami Raya, semakin terlihat dengan tingginya angka stunting, yang banyak dipengaruhi oleh kondisi di daerah 3T, di mana orang-orang miskin sering kali jauh dari akses fasilitas kesehatan yang memadai.

Ray juga menyoroti adanya aspek penting yang sering diabaikan, yaitu keterlibatan masyarakat. "Setiap jiwa rakyat Indonesia harus terlibat langsung dalam sistem kesehatan. Bukan hanya sebagai penerima layanan kesehatan tapi juga pemain utama dalam kebijakan kesehatan di Indonesia," ucapnya. Ketidakmerataan dalam kesehatan di Indonesia menjadi latar belakang bagi IHDC untuk melakukan kajian yang dinamakan kajian metode reinterpretasi nilai-nilai Pancasila.

"Dasar kerangka konsep kajian IHDC ini adalah kami ingin mencoba membawa bagaimana realita itu bertemu dengan idealisme kesehatan Indonesia," tambah Ray. Untuk mencapai tujuan tersebut, pihaknya mengidentifikasi empat celah ketimpangan yang perlu ditelaah lebih lanjut.

Keempat celah ketimpangan tersebut meliputi: ketimpangan dalam akses dan ketersediaan tenaga serta layanan kesehatan, ketimpangan dalam pembiayaan kesehatan, ketimpangan dalam informasi dan literasi kesehatan, serta ketimpangan dalam keterlibatan masyarakat dalam ekosistem kesehatan.

"Itu sebabnya, kami ingin melakukan kajian ideologi kesehatan yang bertujuan untuk menjembatani idealisme dan realita di lapangan serta memastikan sistem kesehatan kita dapat dipertajam," kata Ray. Dengan demikian, diharapkan kajian ini bisa memberikan solusi yang tepat untuk mengatasi ketimpangan yang ada dalam sistem kesehatan di Indonesia.

3 dari 5 halaman

Enam Aspek Utama

Ray menjelaskan bahwa hasil kajian mendalam yang dilakukan oleh tim IHDC, yang melibatkan berbagai ahli di bidang kesehatan, telah menghasilkan enam dimensi utama dari ideologi kesehatan Indonesia. Proses ini merupakan sintesis dari berbagai sesi brainstorming para pakar, studi literatur, serta diskusi yang melibatkan berbagai sektor.

Keenam dimensi inti dari ideologi kesehatan tersebut meliputi: Kedaulatan, yang menekankan pentingnya kontrol nasional atas sumber daya kesehatan; Komunitas dan Solidaritas, yang bertujuan untuk memperkuat gotong royong dalam kesehatan di tingkat komunitas; serta Kesetaraan, yang berupaya mengatasi ketimpangan dalam layanan dan perlakuan terhadap kelompok rentan, termasuk perempuan, penyandang disabilitas, dan masyarakat adat.

 

4 dari 5 halaman

Jaminan Pembiayaan

Selanjutnya, ada dimensi Ekonomi dan Jaminan Pembiayaan, yang memperjuangkan sistem pembiayaan yang adil dan tidak mendiskriminasi kelompok yang kurang mampu. Pendidikan dan Promosi Kesehatan menjadi dimensi berikutnya, yang berfokus pada pengembangan gerakan literasi kesehatan dari pendidikan dasar hingga ke tingkat komunitas.

Terakhir, dimensi Tata Kelola berupaya mendorong terciptanya birokrasi kesehatan yang transparan, partisipatif, dan responsif dengan memanfaatkan teknologi serta membangun kepercayaan publik.

Ray juga menambahkan, "Setiap dimensi disertai dengan indikator keberhasilan yang terukur, seperti roadmap kemandirian, rasio tenaga kesehatan di wilayah tertinggal, tingkat kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), indeks literasi kesehatan, dan sistem audit sosial digital layanan publik, dilengkapi dengan model pengukuran berbasis komunitas."

Hal ini menunjukkan bahwa setiap dimensi tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga memiliki parameter yang jelas untuk mengukur pencapaiannya.

 

5 dari 5 halaman

Keterlibatan Masyarakat

Seluruh aspek ini saling terhubung dan tidak dapat dipisahkan, karena diikat oleh esensi utama yaitu partisipasi masyarakat. Menurut IHDC, partisipasi tidak hanya terbatas pada keterlibatan formal dalam musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang), tetapi juga mencakup keterlibatan yang berarti dari masyarakat dalam merumuskan, melaksanakan, dan mengevaluasi sistem kesehatan yang mereka jalani.

Prof. Nila F. Moeloek, yang merupakan Inisiator dan Ketua Dewan Pembina IHDC, menekankan pentingnya partisipasi dengan mengatakan, "Tanpa partisipasi yang nyata dan kolektif, ideologi hanyalah slogan. Kita ingin rakyat merasa menjadi pemilik sistem kesehatan, bukan hanya pengguna yang pasrah." Pernyataan ini menggambarkan bahwa keberhasilan sistem kesehatan bergantung pada keterlibatan aktif masyarakat dalam setiap tahap prosesnya.

Video Populer

Foto Populer