Sukses


1.092 Anak Keracunan MBG dalam Sepekan, JPPI Desak Status KLB dan Penghentian Sementara

Sebanyak1.092 anak keracunan MBG dalam satu minggu terakhir, JPPI mendesak adanya Status KLB dan penghentian sementara.

Bola.com, Jakarta - Dalam sepekan terakhir, jumlah kasus keracunan akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) melonjak tajam.

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat 1.092 anak menjadi korban, sehingga total kasus mencapai 5.360 hingga 14 September 2025. Angka itu kembali naik menjadi 6.452 kasus pada 21 September 2025.

"Kondisi yang tidak normal ini semestinya ditetapkan pemerintah sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) dan program dihentikan sementara untuk evaluasi menyeluruh. Sayangnya, yang terjadi justru sebaliknya," ujar Ubaid Matraji, Koordinator Nasional JPPI, dalam keterangan resmi yang diterima Liputan6.com, Jumat (26-9-2025).

Pernyataan itu disampaikan Ubaid usai DPR RI mengesahkan RAPBN 2026 pada 23 September lalu.

Dalam keputusan tersebut, program MBG ditetapkan sebagai prioritas dengan anggaran Rp335 triliun, di mana Rp223 triliun diambil dari pos pendidikan.

"Alih-alih melakukan evaluasi, mereka menutup mata, menyumbat telinga, dan nekat melanjutkan program bermasalah ini," lanjutnya.

Menurut Ubaid, sikap DPR dan pemerintah bukan sekadar salah kebijakan, melainkan bentuk pengkhianatan terhadap UUD 1945 serta ancaman bagi masa depan pendidikan nasional.

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 3 halaman

5 Catatan JPPI atas Program MBG

JPPI menyoroti setidaknya lima kesalahan pemerintah dan DPR dalam pelaksanaan program ini:

  • Mengkhianati amanat konstitusi

UUD 1945 Pasal 31 ayat 4 mewajibkan minimal 20 persen APBN untuk pendidikan. Namun, setelah dipotong Rp223 triliun, anggaran pendidikan hanya tersisa 14 persen, jauh dari batas konstitusional.

  • Mengabaikan hak anak atas pendidikan.

Ubaid menilai klaim pemerintah bahwa anggaran pendidikan tahun depan naik menjadi Rp757,8 triliun tidak sepenuhnya benar, sebab sebagian besar tersedot ke MBG. Ia menyinggung putusan MK No. 3/PUU-XXII/2024 tentang sekolah gratis yang hingga kini tak bisa dijalankan karena terhalang MBG.

  • Menggeser kebutuhan dasar pendidikan.

Menurut JPPI, fokus pada gizi anak tidak boleh mengorbankan persoalan mendesak seperti 60 persen bangunan SD yang rusak, kekurangan sekolah menengah, minimnya fasilitas, serta jutaan guru yang belum tersertifikasi dan belum sejahtera.

  • Penuh konflik kepentingan dan ancaman keselamatan anak.

Ubaid menilai MBG sarat kepentingan politik dan ekonomi, lebih menyerupai proyek mercusuar jelang pemilu ketimbang layanan publik.

Dengan anggaran jumbo tanpa pengawasan ketat, program ini berpotensi jadi ladang rente dan korupsi.

  • Mengabaikan suara publik.

Alih-alih mendengar kritik masyarakat, DPR justru menyetujui kelanjutan program.

"Publik diperlakukan seolah tidak punya suara dan tidak punya hak untuk menuntut keselamatan anak-anaknya," ucap Ubaid.

3 dari 3 halaman

Desakan JPPI

Melihat kondisi tersebut, JPPI menuntut pemerintah dan DPR:

  • menetapkan status KLB untuk kasus keracunan massal MBG,
  • menghentikan sementara program guna evaluasi menyeluruh,
  • mengembalikan anggaran pendidikan yang dialihkan ke MBG,
  • merealokasi Rp223 triliun untuk kebutuhan mendasar pendidikan seperti kesejahteraan guru, infrastruktur sekolah, dan akses pendidikan gratis,
  • serta melibatkan masyarakat sipil dan pemangku kepentingan pendidikan dalam penyusunan kebijakan anggaran.

"DPR dan pemerintah bersama-sama telah mengkhianati UUD 1945. Mereka merampas hak anak Indonesia atas pendidikan dan menghancurkan masa depan bangsa demi proyek populis bernama MBG," cetus Ubaid.

 

Sumber: merdeka.com

Video Populer

Foto Populer