Menkeu Purbaya Bandingkan Pertumbuhan Ekonomi Era SBY dan Jokowi: 2 Pendekatan yang Berbeda

Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa mengungkap perbandingan pertumbuhan ekonomi era Presiden SBY dan Jokowi. Mana lebih agresif?

Bola.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, menguraikan perbandingan menarik antara pertumbuhan ekonomi pada masa pemerintahan Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).

Ia menilai, kedua era tersebut menampilkan strategi yang berbeda dalam menggerakkan roda perekonomian nasional.

Purbaya menyampaikan analisisnya dalam acara "1 Tahun Prabowo–Gibran: Optimism 8% Economic Growth" yang digelar di Jakarta, Kamis kemarin.

Dalam pemaparannya, ia menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur dari angka, tetapi juga dari sumber utama penggeraknya.

Menurut Purbaya, rata-rata pertumbuhan ekonomi di era SBY mencapai sekitar enam persen, meski pembangunan infrastruktur saat itu belum seagresif masa pemerintahan Presiden Jokowi. Sementara pada periode Jokowi, pertumbuhan ekonomi rata-rata tercatat di kisaran lima persen.

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 3 halaman

Langkah Menuju Target 6 Persen

Purbaya menjelaskan, perbedaan angka tersebut tidak lepas dari strategi yang ditempuh masing-masing pemerintahan.

Pada masa Jokowi, pertumbuhan lebih digerakkan oleh belanja pemerintah. Sedangkan di era SBY, peran sektor swasta menjadi penggerak utama ekonomi nasional.

Belajar dari kedua pendekatan itu, Purbaya menyiapkan strategi baru yang menggabungkan kekuatan pemerintah dan swasta secara bersamaan. Ia menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional bisa menembus angka enam persen melalui sinergi keduanya.

Satu di antara kebijakan konkret yang telah dijalankan adalah menempatkan dana pemerintah atau Saldo Anggaran Lebih (SAL) senilai Rp200 triliun pada bank-bank Himpunan Milik Negara (Himbara).

Langkah ini diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan penyaluran kredit ke sektor riil.

3 dari 3 halaman

Tekanan Ekonomi dan Respons Pemerintah

Purbaya mengakui bahwa pada periode April hingga Agustus 2025, tekanan ekonomi cukup terasa, terutama di sektor riil yang menjadi tulang punggung perekonomian rakyat.

Ia menilai, kondisi itu bahkan turut memicu gelombang demonstrasi besar pada akhir Agustus.

"Rakyat langsung merasakan tekanan di perekonomian. Kalau sudah kesal, mereka turun ke jalan. Jadi, itu bukan protes karena politiknya kacau, tetapi karena ekonomi mereka susah. Kalau nggak cepat diperbaiki, nggak akan berhenti demonya dan kita akan susah terus ke depan," ujar Purbaya.

Situasi tersebut kemudian mendorong pemerintah menggelontorkan dana Rp200 triliun ke perbankan Himbara guna memperkuat likuiditas dan mendukung pemulihan ekonomi dari bawah.

Menurut Purbaya, efek kebijakan ini mulai terlihat dari peningkatan uang beredar atau base money (M0) yang mencapai 13,2 persen.

"Artinya apa? Gelontoran uang saya (pemerintah) sudah menambah likuiditas di sistem finansial kita secara signifikan. Saya akan monitor itu dari bulan ke bulan seperti apa. Kalau kurang, saya tambah lagi," tuturnya.

 

Sumber: merdeka.com

Video Populer

Foto Populer