Kecelakaan Didominasi Motor dan Pengendara Muda, Perlukah Terobosan Baru?

Rio menjelaskan tantangan besar jika pencegahan kecelakaan bertumpu pada edukasi semata.

Jumlah penduduk Indonesia yang berusia di atas 17 tahun mencapai sekitar 195 juta jiwa. Jika seluruhnya harus mendapatkan pelatihan dalam waktu tiga tahun, sedikitnya 5,4 juta orang harus dijangkau setiap bulan, angka yang, menurutnya, sangat sulit dicapai.

Bahkan dengan jangka waktu sepuluh tahun sekalipun, jumlahnya tetap tinggi, sekitar 1,6 juta orang per bulan.

"Kalau hanya mengandalkan edukasi, tidak akan mampu dan memang tidak realistis. Jadi, lebih baik maksimalkan pilar teknologi," kata Rio.

Dalam Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK), pilar ketiga secara jelas menempatkan teknologi keselamatan sebagai kunci pencegahan kecelakaan dan pengurangan risiko cedera. Namun, pemanfaatannya dinilai belum berjalan maksimal.

Padahal, Indonesia telah mengadopsi standar PBB dan mengakui hasil uji keselamatan regional melalui ASEAN Mutual Recognition Agreement (ASEAN MRA).

Negara tetangga pun sudah melangkah lebih cepat. Malaysia misalnya, mewajibkan sistem pengereman ABS pada seluruh motor baru setelah kajian dua tahun oleh Kementerian Transportasi. Kebijakan itu terbukti menurunkan angka kecelakaan dan korban jiwa hingga 30 persen.

Rio mendorong Indonesia untuk mengikuti langkah serupa. Ia menyatakan bahwa anggapan teknologi keselamatan sebagai fitur tambahan perlu ditinggalkan.

"Motor tanpa teknologi pengereman jauh lebih riskan dibanding motor dengan sistem pengereman modern. ABS, misalnya, bisa menurunkan risiko kecelakaan fatal sekitar 20-30 persen. Kalau bicara nyawa manusia, semua yang bisa meningkatkan keamanan harus menjadi prioritas," kata Rio.

Sumber: merdeka.com