Ini Proyeksi Tarif Listrik 2026 Beserta Perincian Alokasi Subsidi

Di Indonesia, penyesuaian tarif listrik untuk pelanggan nonsubsidi dilakukan setiap tiga bulan. Proses ini bertujuan untuk mencerminkan perubahan kondisi ekonomi makro yang berdampak pada biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik.

Ada empat parameter utama yang menjadi acuan dalam penyesuaian ini, yaitu nilai tukar Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah, harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP), tingkat inflasi nasional, dan Harga Batubara Acuan (HBA).

Berdasarkan Peraturan Kementerian ESDM Nomor 7 Tahun 2024, penetapan serta penyesuaian tarif listrik ini memiliki dasar hukum yang jelas.

Dengan adanya mekanisme penyesuaian ini, pemerintah memiliki fleksibilitas untuk menyesuaikan tarif listrik sesuai dengan dinamika ekonomi yang terjadi. Meskipun demikian, dalam praktiknya, kebijakan untuk mempertahankan tarif sering kali diambil demi menjaga stabilitas ekonomi nasional.

Ini menunjukkan pemerintah berusaha seimbang antara kebutuhan penyesuaian tarif dan menjaga stabilitas ekonomi. 

Pemerintah Indonesia terus menerapkan kebijakan untuk mempertahankan tarif listrik bagi pelanggan nonsubsidi tanpa adanya kenaikan, meskipun analisis berdasarkan parameter ekonomi makro menunjukkan kemungkinan adanya kenaikan.

Langkah ini diambil sebagai upaya strategis memastikan daya beli masyarakat tetap terjaga di tengah berbagai tantangan yang dihadapi baik secara global maupun domestik.

Sebagai ilustrasi, tarif listrik untuk Triwulan IV 2025 (Oktober-Desember) dan Triwulan I 2025 (Januari-Maret) telah diputuskan untuk tidak mengalami perubahan dari periode sebelumnya.

Keputusan ini mencerminkan komitmen pemerintah yang kuat dalam memberikan kepastian kepada konsumen dan pelaku usaha, serta mendukung terciptanya iklim ekonomi yang stabil tanpa adanya kejutan mendadak terkait kenaikan biaya energi.

Dengan demikian, kebijakan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian secara keseluruhan.

Pemerintah telah menetapkan alokasi anggaran untuk subsidi listrik yang cukup besar dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Menurut Kementerian ESDM, anggaran subsidi listrik untuk 2026 berkisar antara Rp97,37 triliun hingga Rp104,97 triliun.

Angka ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan anggaran tahun sebelumnya, yaitu Rp87,72 triliun pada 2025. Hal ini mencerminkan adanya pertumbuhan yang substansial dalam alokasi anggaran tersebut.

Peningkatan anggaran subsidi listrik ini dipicu oleh beberapa faktor penting. Salah satu penyebabnya adalah kenaikan biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik, yang dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS, peningkatan penggunaan biomassa untuk co-firing di PLTU, serta kenaikan bauran energi BBM.

Selain itu, bertambahnya volume listrik yang disubsidi juga menjadi faktor yang berkontribusi terhadap meningkatnya anggaran subsidi. Dengan demikian, pemerintah berusaha untuk memastikan ketersediaan energi yang cukup bagi masyarakat.

Subsidi listrik ini difokuskan untuk membantu rumah tangga miskin dan rentan, terutama yang menggunakan daya 450 VA dan 900 VA. Selain itu, bisnis kecil, industri kecil, dan fasilitas sosial juga menjadi sasaran penerima subsidi ini.

Pemerintah menargetkan sekitar 44,88 juta pelanggan rumah tangga akan mendapatkan manfaat dari subsidi listrik tersebut. Dengan langkah ini, pemerintah berupaya untuk memastikan bahwa bantuan energi dapat tepat sasaran kepada mereka yang paling membutuhkan, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Hingga saat ini, pemerintah dan Kementerian ESDM belum memberikan informasi resmi mengenai penerapan kembali diskon tarif listrik sebesar 50% atau program diskon lainnya untuk 2026.

Sebelumnya, program diskon serupa pernah dilaksanakan pada 2025, namun untuk tahun 2026, subsidi listrik akan lebih diarahkan untuk mendukung rumah tangga yang kurang mampu, bukan dalam bentuk diskon tarif tertentu.

Selain itu, ada rencana kebijakan untuk tahun 2026 yang akan menghapus kompensasi listrik bagi rumah tangga yang dianggap mampu secara ekonomi.

Perlu dicatat bahwa kompensasi listrik berbeda dari subsidi langsung; mekanisme ini digunakan pemerintah untuk menjaga tarif listrik agar tidak meningkat sesuai dengan perhitungan keekonomian. Pemerintah berpendapat bahwa subsidi yang tidak tepat sasaran dapat memberikan beban pada anggaran negara dan berencana untuk meningkatkan efisiensi dalam pengalokasian dana.