Sukses


Nostalgia: Wimbledon 2004, Momen Lahirnya Si Ratu Tenis Sharapova

Bola.com, London - Pada 27 Juni-10 Juli 2016, semua mata pencinta tenis dunia tertuju ke London, Inggris. Seluruh petenis terbaik dunia berkumpul di All England Lawn Tennis and Croquet Club untuk bertanding pada turnamen grand slam tertua dan dianggap paling prestisius di dunia, Wimbledon.

Wimbledon merupakan satu-satunya turnamen tenis grand slam yang digelar di lapangan rumput. Tiga grand slam lain dipertandingkan di lapangan keras (Australia Terbuka dan AS Terbuka) dan lapangan tanah liat (Prancis Terbuka).

Wimbledon tenar karena tradisinya yang unik, mulai dari kostum pemain yang harus serba putih, penonton memakan stroberi dan krim, serta kental aroma kerajaan. Selain itu, turnamen yang pertama kali diselenggarakan pada 1877 tersebut juga terkenal karena ketiadaan merek sponsor di sekitar lapangan.

Dari 129 edisi yang sudah digelar (tahun ini merupakan edisi ke-130), Wimbledon telah melahirkan banyak juara hebat dan mementaskan laga menarik. Salah satu pertandingan yang masuk buku sejarah adalah final tunggal putri 2004.

Laga tersebut akan selalu diingat karena menandai kemunculan calon ratu tenis dunia.

2 dari 3 halaman

1

Sensasi Gadis 17 Tahun

Sabtu, 3 Juli 2004. Seorang gadis cantik berambut pirang mantap melangkah ke center court. Tak terlihat raut tegang di wajah cewek yang masih berusia 17 tahun itu. Padahal, dia akan melakoni laga final grand slam pertama sepanjang karier.

Lawan yang dihadapi juga bukan petenis sembarangan, yakni unggulan pertama sekaligus juara bertahan, Serena Williams.

Laga final pun dimulai. Si gadis belia memulai pertandingan dengan penuh percaya diri. Pukulan-pukulannya membuat Serena yang lebih bertenaga dan berpengalaman pontang-panting. Setelah skor 1-1, Serena tak bisa lagi memberikan perlawanan dan kalah 1-6 dalam waktu hanya 30 menit.

Serena mulai bangkit pada set kedua dan unggul cepat 4-2. Sedang tertinggal, si gadis belia itu bukannya kendor, tapi malah semakin bersemangat. Diawali pukulan lob ciamik, dia berbalik unggul 5-4. Saat pukulan backhand Serena menyangkut di net, dunia pun menyaksikan kelahiran sang juara baru bernama Maria Sharapova. Media menyebut kemenangan Sharapova sebagai kejutan terbesar dalam sejarah tenis.

Memenangi titel grand slam pertama, Sharapova melakukan selebrasi secara total. Usai berlutut di lapangan, petenis asal Rusia itu langsung berlari ke boks penonton untuk memeluk sang ayah, Yuri.

Apa yang dilakukan Sharapova setelah itu membuat penonton geleng-geleng kepala. Tanpa memedulikan Duke of Kent, Pangeran Edward, yang menunggu untuk menyerahkan trofi, Sharapova dengan santainya mengambil telepon genggam untuk menghubungi ibunya, Yelena, di Florida. Namun, usahanya gagal karena handphone-nya mati.

"Rasanya seperti mimpi. Ayah dan saya telah melalui banyak kesulitan untuk sampai ke sini. Saya tahu lebih sulit menonton ketimbang bermain," kata Sharapova.

3 dari 3 halaman

2

Rekor, Ketenaran, dan Menghilang dari Peredaran

Sharapova mencetak banyak rekor usai meraih titel Wimbledon 2004. Dia menjadi petenis termuda ketiga yang jadi juara Wimbledon setelah Lottie Dodd pada 1887 (15 tahun, 9 bulan) dan Martina Hingis pada 1997 (17 tahun, 2 bulan).

Sharapova juga menjadi petenis Rusia kedua yang memenangi turnamen grand slam setelah Anastasia Myskina merebut titel Prancis Terbuka 2004.

Gelar juara di Wimbledon membuka jalan Sharapova untuk menjadi salah satu petenis papan atas dunia. Dia menjadi petenis nomor satu dunia dalam lima kesempatan berbeda selama total 21 pekan.

Sharapova juga melengkapi trofi grand slam miliknya dengan memenangi AS Terbuka 2006, Australia Terbuka 2008, serta Prancis Terbuka 2012 dan 2014. Dia menjadi petenis putri keenam pada open era yang meraih career grand slam (juara di seluruh turnamen grand slam).

Prestasi Sharapova di lapangan merembet ke luar lapangan. Bermodal paras cantik, dia laku keras sebagai model iklan. Sharapova juga sukses sebagai pebisnis. Ketenaran dan kekayaan seolah lekat dengan Sharapova.

Namun, Wimbledon kini kehilangan pesona Sharapova. Tak pernah absen sejak 2003, Sharapova akhirnya tak beraksi pada Wimbledon edisi 2016. Bahkan, dia tak bisa masuk ke lapangan hanya untuk sekadar menonton sebagai buntut sanksi dua tahun setelah positif menggunakan doping pada Australia Terbuka 2016. Menepi dari tenis, Sharapova memilih melanjutkan studi di Harvard Business School.

Pesta jelang turnamen seakan ada yang kurang tanpa kehadiran Sharapova di karpet merah. Banner Sharapova yang biasa terlihat di pusat perbelanjaan juga kali ini tak terlihat.

"Sangat disayangkan kisah Sharapova di Wimbledon berakhir seperti ini. Turnamen ini jadi kurang gereget tanpa kehadirannya," kata komentator BBC, Andrew Castle.

Para petenis mengaku tak ada masalah Wimbledon tanpa Sharapova. Sebagian bahkan merasa senang.

Namun, tidak demikian dengan penonton. Mereka merasakan ada sesuatu yang hilang di lapangan. Bukan hanya paras cantiknya, tapi juga suara lenguhan khas Sharapova saat memukul bola.

"Saya yakin suatu hari nanti Maria Sharapova akan kembali ke sini. Sepanjang karier, dia terus berusaha membuktikan diri sebagai yang terbaik seperti yang terlihat saat dia jadi juara Wimbledon 2004. Dia masih punya urusan yang belum selesai," ujar Castle.

Video Populer

Foto Populer