Sukses


Kisah Bulutangkis Lombok dan Perjuangan Lahirkan Bintang Dunia

Bola.com, Jakarta - Ratusan anak di Mataram, Lombok dan sekitarnya antusias mengikuti coaching clinic yang dihelat PB Djarum di GOR Turide. Anak-anak itu pun memerhatikan dengan seksama arahan dari bintang dan legenda bulutangkis nasional.

Pukulan raket dan teriakan terdengar saat memasuki GOR Turide, Mataram. Anak-anak usia di bawah 13 tahun dan di atas 13 tahun berpeluh keringat mengikuti pelatihan yang dihelat PB Djarum tersebut.

Meski keringat terus mengucur dan lelah yang melanda, semangat ratusan anak itu untuk menjalani sesi latihan singkat sama sekali tak menurun. Bahkan, beberapa anak mampu melepaskan smes keras ke arah para pelatih, satu di antaranya adalah Lilyana Natsir.

Acara berlabel Djarum Badminton All Star dan Coaching Clinic dari Jumat (9/2/2018) hingga Sabtu (10/2/2018) itu, menjadi salah satu wadah bagi pebulutangkis muda di Mataram serta Lombok untuk mengasah kemampuan bermain bulutangkis.

"Dari dua hari terakhir, saya melihat beberapa pemain-pemain muda yang memiliki potensi bermain bulutangkis untuk dikembangkan lebih lanjut. Sudah ada yang kelihatan, tinggal diasah saja terus," jelas Liliyana.

Mataram, Lombok, dan Nusa Tenggara Barat (NTB) pada umumnya memiliki banyak pebulutangkis muda berbakat, contohnya adalah Wahyu Nayaka Arya Pankaryanira. Wahyu yang berasal dari Lombok Timur mendapat kesempatan memperkuat sejumlah klub besar di pulau Jawa, satu di antaranya adalah PB Djarum.

Setelah ditempa bersama klub, Wahyu mendapatkan panggilan untuk masuk ke Pelatnas PBSI. Dia sukses mengharumkan nama Lombok dan Indonesia di kancah internasional lewat prestasi yang diukir.

Turun di nomor ganda campuran, Wahyu yang kini berumur 25 tahun telah merengkuh sejumlah titel juara, mulai dari Belanda Terbuka 2013, Thailand Terbuka 2015, hingga Indonesia Masters 2016.

Prestasi yang ditorehan Wahyu Nayaka Arya Pankaryanira tak lepas dari dukungan penuh kedua orang tuanya. Dukungan moril serta materil membuat Wahyu bisa bergabung dengan sebuah klub besar untuk pertama kalinya di Kediri pada April 2002.

 

2 dari 3 halaman

Dilema Pebulutangkis Muda di Mataram dan Lombok

Nasib sebagian besar anak-anak di Kota Mataram ataupun Lombok tidak seberuntung Wahyu Nayaka. Berbagai kendala harus dihadapi demi bisa menjadi pebulutangkis level dunia.

Keterbatasan dana menjadi faktor utama sulitnya pemain bulutangkis usia muda di Mataram dan Lombok untuk berkembang. Berbagai turnamen bergengsi tingkat amatir atau seleksi klub-klub besar lebih sering dihelat di Pulau Jawa.

"Untuk bisa mengirimkan atlet ke daerah lain demi mengikuti turnamen terbentur dana pembinaan yang terbatas. Mungkin kami hanya bisa mengirimkan atlet sekali setahun untuk mengikuti kejurnas," jelas Sekertaris Umum PBSI NTB, Ir. Muhamad Iqbal M.P.

"Dari segi kualitas, Mataram atau NTB tidak kalah dari daerah lain. Cuma itu kami tidak memiliki kemampuan untuk mengirimkan atlet mengikuti pertandingan di luar daerah, karena keterbatasan dana," lanjut pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris Umum KONI NTB tersebut.

Selain dana, minimnya dukungan orang tua dan faktor pendidikan memengaruhi perkembangan sang anak dalam bermain bulutangkis. Sebagain besar orang tua di Mataram dan Lombok lebih mengutamakan pendidikan, serta menganggap bulutangkis hanya sebagai ekstrakulikuler.

"Perkembangan atlet bulutangkis di NTB cukup bagus cuma tak maksimal, karena pikiran anak-anak terbagi dua. Pagi mereka harus sekolah dan sore harinya latihan, itu pun hanya lima kali seminggu," ucap Sofyan Yaman, pelatih klub PB Warna Agung, Mataram.

"Berbeda dengan latihan atlet di Pulau Jawa yang bisa berlatih dua kali sehari dalam seminggu. Pemain-peman di sini banyak yang berbobot, akan tetapi mereka tak mampu mengalahkan pemain dari Pulau Jawa. Itu karena intensitas latihan anak-anak di sini kurang," lanjutnya.

Fasilitas yang memadai juga memengaruhi perkembangan anak-anak di Mataram, Lombok, serta NTB pada umumnya. Sebagian besar klub di Pulau Lombok tak memiliki gedung sendiri.

Dari delapan klub di Kota Mataram, hanya dua yang memiliki gedung sendiri, yakni PB Warna Agung dan PB Rudis. Sementara itu, klub-klub lainnya harus menyewa gedung dengan dana dari iuran anak-anak yang mengikuti latihan.

"Yang tidak punya gedung harus menyewa gedung, dengan biaya sewa satu lapangan Rp 25 ribu untuk satu jam yang biasanya harus memakai tiga lapangan, belum lagi iuran yang didapat harus membayar honor pelatih. Jika telat bayar, anak-anak tidak bisa berlatih karena pemilik gedung tak memberikan izin," papar Sofyan.

 

3 dari 3 halaman

Impian Melahirkan Atlet Bulutangkis Dunia

Minat publik Mataram dan Lombok terhadap bulutangkis semakin meningkat sejak dihelatnya Djarum Sirkuit Nasional (Sirnas) 2015 di GOR Turide dari 26 sampai 31 Oktober 2015. Ratusan anak-anak dari berbagai kelompok usia antusias mengikuti ajang ini.

Sejak saat itu, banyak orang tua yang mendaftarkan anaknya untuk ikut berlatih bersama klub-klub di Kota Matram dan Lombok. Anak-anak yang diasuh usia 10 sampai 13 tahun.

"Ambisi anak-anak sejak Djarum Sirnas sejak 2015 semakin meningkat. Banyak orang tua yang mendaftarkan anak-anaknya di klub yang ada di Mataram," ucap Sofyan yang melatih sekitar 35 anak di PB Warna Agung.

Hal senada juga diutarakan Muhamad Iqbal. "Anomin masyarakat terhadap bulutangkis sangat tinggi, itu bisa dilihat dari banyaknya klub yang dibuat dengan dana sendiri," jelasnya.

Meski memiliki berbagai keterbatasan dan kendala, kualitas pebulutangkis muda di Mataram dan Lombok tak kalah dibanding kota lain di Indonesia. Namun, tidak bisa dipungkiri untuk bisa menjadi bintang bulutangkis dunia harus mengikuti klub-klub yang ada di Pulau Jawa.

"Dilihat semangatnya cukup bagus, namun masih harus ada pelatihan lebih lanjut lagi. Harus rutin diadakan coaching clinic untuk memacu semangat anak-anak agar semakin semangat berlatih," ujar legenda bulu tangkis Indonesia, Hariyanto Arbi.

"NTB masih susah untuk melahirkan pemain hebat. Tetapi itu tergantung sama anaknya, jika tetap di Mataram agak susah untuk berkembang. Selain di Pulau Jawa, tidak ada lagi kompetisi bulutangkis level usia muda yang rutin di gelar, salah satunya itu sirnas," kata Hariyanto yang juga turut memberikan pelatihan buat pemain muda di Mataram dan Lombok.

Dengan kualitas yang dimiliki saat ini, Mataram, Lombok, ataupun daerah lain di NTB berharap bisa melahirkan Wahyu-Wahyu Nayaka lainnya, yang bisa mengharumkan nama daerah dan juga Indonesia.

"Menjadi sebuah kebanggaan bagi kami bila pada masa depan nanti lahir pebulutangkis dunia yang berasal dari Mataram. Jadi juara itu tidak mudah, perlu perjuangan," kata Program Director Bakti Olahraga Djarum Foundation Yoppy Rosimin.

Video Populer

Foto Populer