Sukses


Macam-Macam Nilai Falsafah Timur dalam Perkembangan Wayang Indonesia

Bola.com, Jakarta - Wayang adalah satu di antara pertunjukan rakyat yang masih banyak penggemarnya hingga saat ini. Pertunjukan wayang dimainkan oleh seorang dalang dengan menggerakkan tokoh-tokoh pewayangan yang dipilih sesuai cerita yang dibawakan.

Cerita-cerita yang dipilih bersumber pada kitab Mahabarata dan Ramayana yang bernapaskan kebudayaan dan filsafat Hindu, India, tetapi telah diserap ke dalam kebudayaan Indonesia.

Dalam setiap pegelaran, dalang dibantu para swarawati atau sindhen dan para penabuh gamelan atau niyaga sehingga pertunjukan wayang melibatkan banyak orang.

Di Indonesia, Wayang telah menyebar hampir keseluruh bagian wilayah Indonesia.

Jenis-jenisnya pun beragam yang di antaranya Wayang kulit Purwa, Wayang Golek Sunda, Wayang Orang, Wayang Betawi, Wayang Bali, Wayang Banjar, Wayang Suluh, Wayang Palembang, Wayang Krucil, Wayang Thengul, Wayang Timplong, Wayang Kancil, Wayang Rumput, Wayang Cepak, Wayang Jemblung, Wayang Sasak (Lombok), dan Wayang Beber.

Diperkirakan wayang mulai dikenal dan berkembang di Nusantara sejak 1500 SM sebagai bagian ritual. Nenek moyang kita percaya bahwa roh atau arwah orang yang meninggal tetap hidup dan bisa memberi pertolongan pada yang masih hidup.

Maka itu roh-roh tersebut lantas dipuja dengan sebutan "hyang" atau "dahyang", yang diwujudkan dalam bentuk patung atau gambar. Dari sinilah asal-usul pertunjukkan wayang, walau masih dalam bentuk yang sederhana.

Agar lebih paham lagi, berikut macam-macam nilai falsafah timur dalam perkembangan wayang Indonesia, dinukil dari Jendela.kemdikbud.go.id, Senin (7/11/2022).

2 dari 2 halaman

Macam-Macam Nilai Falsafah Timur dalam Perkembangan Wayang Indonesia

Dalam perkembangannya, fungsi wayang sebagai media untuk menghormati arwah nenek moyang mengalami perkembangan.

Saat periode Hindu Buddha di Indonesia, cerita Ramayana dan Mahabarata berkembang pesat dengan penambahan tokoh-tokoh dalam cerita tersebut yang berakulturasi dengan budaya masyarakat setempat.

Kemudian muncul pula cerita Panji yang berasal dari era Kerajaan Kadiri atau periode klasik di Jawa, yang menceritakan tentang kepahlawanan dan cinta yang berpusat pada dua orang tokoh utamanya, yaitu Raden Inu Kertapati atau Panji Asmarabangun dan Dewi Sekartaji atau Galuh Candrakirana.

Cerita ini mempunyai banyak versi, dan telah menyebar di beberapa tempat di Nusantara, termasuk di antaranya Jawa, Bali, Kalimantan, Malaysia, Thailand, Kamboja, Myanmar dan Filipina.

Cerita dalam penampilan wayang tidak menutup kemungkinan untuk menampilkan kisah-kisah lain di luar cerita-cerita klasik.

Pada mula awal penyebaran agama Islam, wayang dijadikan media dakwah dengan penambahan tokoh-tokoh, pengembangan cerita, termasuk penyesuaian jalan cerita sehingga tidak bertentangan dengan ajaran agama.

Bahkan, pada era yang lebih modern, wayang lantas digunakan sebagai media propaganda politik.

Seiring perkembangan zaman, wayang tetap bertahan hidup dan terus mengalami perkembangan yang dipengaruhi oleh agama, serta nilai-nilai budaya yang masuk dan berkembang di Indonesia.

Proses akulturasi ini berlangsung sejak lama sehingga seni wayang memiliki daya tahan dan daya kembang tinggi.

 

Sumber: jendela.kemdikbud.go.id

Yuk, baca artikel edukasi lainnya dengan mengikuti tautan ini.

Video Populer

Foto Populer