Sukses


Bangkit dari Masa Sulit, Jannik Sinner Bawa Italia Catat Sejarah di Wimbledon

Jannik Sinner ukir sejarah di Wimbledon. Bangkit dari masa sulit dan bayang-bayang sanksi.

Bola.com, Jakarta - Petenis asal Italia, Jannik Sinner, mencatat sejarah besar dalam kariernya dengan meraih gelar juara Wimbledon 2025.

Kemenangan ini tak hanya menjadikannya petenis Italia pertama yang menjuarai sektor tunggal di turnamen legendaris tersebut, tetapi juga menandai momen kebangkitan setelah melalui berbagai tantangan, baik di dalam maupun luar lapangan.

Sinner, yang kini berusia 23 tahun dan menempati peringkat satu dunia, sukses menumbangkan rivalnya asal Spanyol, Carlos Alcaraz, dalam empat set: 4-6, 6-4, 6-4, 6-4, pada laga final hari Minggu waktu setempat (13-7-2025) di All England Club, London.

Gelar Wimbledon ini menjadi gelar Grand Slam keempat sepanjang karier Sinner, dan yang pertama sejak kembali berlaga pada Mei lalu.

Ia sempat menjalani masa hukuman tiga bulan dari Badan Anti-Doping Dunia (WADA) setelah dinyatakan positif zat terlarang clostebol, jenis steroid anabolik.

Namun, penyelidikan dari otoritas tenis menyimpulkan bahwa Sinner tidak bersalah secara sengaja maupun lalai, setelah diketahui bahwa zat tersebut masuk ke tubuhnya melalui sesi pijat dari satu di antara anggota timnya.

Meski begitu, Sinner tetap menjalani sanksi larangan tampil dan sempat absen dari beberapa turnamen awal tahun ini.

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 4 halaman

Balas Kekalahan di Roland Garros

Kemenangan ini terasa lebih manis karena datang hanya lima pekan setelah kekalahan dramatis dari Alcaraz di final Prancis Terbuka. Dalam match itu, Sinner sempat memegang tiga match point, tetapi akhirnya harus mengakui keunggulan lawannya.

"Ini sangat emosional, meskipun saya tidak menangis," ujar Sinner kepada awak media.

"Hanya saya dan orang-orang terdekat yang benar-benar tahu betapa beratnya perjalanan ini, baik di dalam maupun di luar lapangan. Tidak ada yang mudah," imbuhnya.

Ia mengakui bahwa masa-masa pemulihan pascaskorsing dan kekalahan di Paris sangat menguras mental. Namun, ia terus berusaha menjaga semangat, terutama dalam sesi latihan.

"Kami terus memaksakan diri dalam setiap latihan, walau saya kadang-kadang kesulitan secara mental. Mungkin malah lebih berat di latihan dibanding saat bertanding karena di pertandingan saya bisa lebih 'mematikan' pikiran dan fokus bermain. Itu sangat membantu saya," lanjutnya.

3 dari 4 halaman

Peran Tim dan Pelatih

Sinner secara khusus memberikan pujian kepada timnya, termasuk pelatih asal Australia, Darren Cahill, yang disebutnya sangat berperan dalam membantu mengatasi krisis mental pascakekalahan di Paris.

Cahill balas memuji ketahanan mental anak asuhnya.

"Sejak pertandingan pertama di Wimbledon, terlihat jelas bahwa dia tidak membawa beban dari Roland Garros," ujarnya.

"Banyak orang bisa bilang 'lupakan saja', tapi untuk seorang pemain, itu tidak mudah dilakukan, dan Jannik melakukannya dengan luar biasa," ungkap Cahill.

4 dari 4 halaman

Dari Kekalahan Jadi Pelajaran

Sinner juga mengaku bahwa kekalahan menyakitkan dari Alcaraz justru memberinya kekuatan untuk bangkit.

"Saya selalu berusaha jujur kepada diri sendiri dan menerima kekalahan itu. Saya percaya, kalau kalah di final Grand Slam dengan cara seperti itu, malah lebih baik ketimbang kalah telak," kata petenis bertangan kanan ini.

Ia menjelaskan bahwa intensitas tinggi dalam latihan setelah Roland Garros membuatnya tetap percaya diri menghadapi Wimbledon.

"Saya tahu saya bisa bermain sangat baik karena itu saya bilang setelah kalah di Prancis, ini belum waktunya larut dalam kekecewaan, karena Grand Slam berikutnya sudah menanti, dan saya berhasil di sini," katanya lagi.

 

Sumber: Reuters

Video Populer

Foto Populer