Plumbon Cup: Cerita Kuburan, Lurah Deg-degan, dan Pohon Ambruk

oleh Ronald Seger Prabowo diperbarui 16 Nov 2015, 15:30 WIB
Lurah Plumbon, Suwaji (bertopi), memimpin langsung perangkat desanya menggelar Plumbon Cup I. Banyak cerita seru dari tarkam di lereng Gunung Lawu itu. (Bola.com/Romi Syahputra)

Bola.com, Karanganyar - Turnamen Plumbon Cup I telah usai. Persis Solo jadi juara usai menundukkan Diklat All-Star Salatiga, 2-1, pada partai final di stadion mini Plumbon, Tawangmangu, Minggu (15/11/2015). 

Ada beragam cerita menarik di balik turnamen yang berlangsung sejak 30 Oktober lalu. Kontestan Divisi Utama yang kalah dari klub amatir, lapangan jadi kolam saat hujan, hingga puluhan masyarakat yang menyaksikan laga dari area makam.

Pemandangan Stadion Mini Plumbon dari 'tribune' penonton dadakan alias kuburan. Warga menikmati laga Piala Bupati Karanganyar dari kuburan secara gratis. (Bola.com/Romi Syahputra)

Berbicara tentang sang juara, Lurah Desa Plumbon, Suwaji, mengaku khawatir saat Laskar Sambernyawa bermain. Maklum, ratusan suporter baik Pasoepati maupun mereka yang tanpa atribut, selalu membanjiri seluruh sudut "stadion". Mereka tak hanya sekadar menonton, tapi berulang kali terlibat kericuhan dengan pemain lawan maupun aparat keamanan.

"Saat menggelar tarkam (antarkampung) sebelumnya tidak ada keributan. Makanya saat Persis bertanding, saya khawatir karena selalu ada keributan dan pemain jadi ketakutan. Alhamdullilah tidak sampai berlarut berkat kerja sama semua pihak,'' ungkap Suwaji kepada bola.com, Senin (15/11/2016).

Advertisement

Turnamen di Lereng Gunung Lawu itu senantiasa dipadati ribuan ribuan penonton. Maklum, selain Persis, ada tujuh tim Divisi Utama yang turut berlaga seperti Persipur Purwodadi, Persiba Bantul, Persijap Jepara, Madiun Putra, PPSM Magelang, PSBK Blitar, serta PSIR Rembang.

Sementara panasnya Persis Solo terjadi mulai babak 16 besar hingga final. Beberapa kali pemain Persis nyaris terlibat baku hantam dengan suporter. Anarkisnya suporter diakui Suwaji memaksa warganya menonton pertandingan dari kuburan yang terletak di utara lokasi pertandingan. Beruntung, letak makam berada di atas tebing sehingga pandangan ke lapangan masih terlihat.

"Tapi, saya tidak kapok menggelar tarkam lagi. Hanya ke depan akan selektif memilih peserta yang tak terlalu banyak memiliki suporter. Ini jadi pengalaman berharga bagi kami," tutur sang lurah.

Stadion Mini Plumbon di lereng Gunung Lawu jadi kolam setelah diguyur hujan deras pada Selasa (10/11/2015). Laga perempat final antara Persis Solo vs PSBK Blitar pun tak dituntaskan. (Bola.com/Romi Syahputra)

Cerita Plumbon Cup I tak hanya soal pertandingan. Di luar pertandingan, ada cerita "turun tangannya" lima pegawai kelurahan setempat yang terjun langsung ke lapangan. Para perangkat desa itu ditugasi mulai berjaga pos pemeriksaan tiket hingga soal keamanan.

"Biar dapat pengalaman baru, kalau biasanya mengurus surat-menyurat sekarang berhadapan dengan sepak bola, termasuk suporter. Cukup seru buat mereka," kelakar Suwaji.