Kiprah 6 Mantan Pemain Timnas yang Melatih Klub pada 2016

oleh Wiwig Prayugi diperbarui 01 Jan 2017, 19:45 WIB
Torabika Soccer Championship presented by IM3 Ooredoo.

Bola.com, Jakarta - Sebanyak 23 pelatih menangani klub kontestan TSC 2016. Ada sembilan peltih asing yang berkiprah pada ajang tersebut. Sementara, dari 14 pelatih lokal, ada enam mantan pemain Timnas Indonesia.

Bola.com merangkum sepak terjang mantan pemain Timnas Indonesia yang menangani klub TSC. Mulai dari Widodo C. Putro, Nilmaizar, Eduard Tjong, Sutan Harharah, Mundari Karya, hingga Aji Santoso. Dari enam nama tersebut, hanya Widodo dan Nilmaizar yang menangani tim dalam semusim.

Advertisement

Widodo C. Putro

Mantan striker Timnas Indonesia era 1990-an ini menjadi arsitek Sriwijaya FC dan membawa laskar Wong Kito ke posisi empat besar. Bagi Widodo, ini merupakan pencapaian yang bagus. Pada klub sebelumnya, Persegres Gresik United dan Persela Lamongan hanya menduduki papan bawah klasemen. 

Aksi Pelatih Sriwijaya FC, Widodo C. Putro saat memprotes wasit saat laga Torabika SC 2016 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta (24/6/2016). (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Di Persela pada musim 2009-2010, Widodo menggantikan M. Basri sehingga tak memiliki kesempatan membangun tim sejak awal. Sementara di Persegres pada 2015, Widodo belum sempat melatih dalam ajang kompetisi.

Nilmaizar

Nilmaizar paten menjadi pelatih Semen Padang dan membawa Kabau Sirah ke posisi sembilan klasemen akhir. Meski hanya berada di papan tengah, Nilmaizar membawa Semen Padang jadi satu di antara tiga tim yang tak pernah kalah di kandang.

Selain itu, Semen Padang juga memunculkan bintang Irsyad Maulana yang jadi salah satu pemain muda terbaik di TSC 2016. Mantan pelatih Timnas Indonesia juga sukses membawa tim kebanggaan Urang Awak jadi salah satu yang produktif, terutama dengan kiprah bomber asal Brasil, Marcel Silva Sacramento yang mencetak 21 gol dari total 46 gol Semen Padang).

2 dari 3 halaman

Aji Santoso dan Eduard Tjong

Aji Santoso, dari Persela ke Arema. (Bola.com/Iwan Setiawan)

Aji Santoso

Aji Santoso melatih Persela Lamongan menggantikan Sutan Harharah. Aji menghindarkan Persela dari posisi papan bawah. Pada putaran kedua, Persela mengalami perubahan signifikan, yakni tak pernah kalah di kandang, baik saat bermain di Lamongan, Malang, maupun Sidoarjo.

Bagi pelatih yang mencuat di Timnas Indonesia pada SEA Games 1991, Persela finis di peringkat ke-13 bukanlah hasil buruk, melainkan luar biasa mengingat sebelum ia masuk Persela tercecer di dasar klasemen. Usai TSC 2016, Aji pun disunting Arema FC.

Eduard Tjong

Eduard Tjong menangani dua klub TSC, yakni PS TNI dan Persegres Gresik United. Edu mundur saat TSC 2016 belum memasuki putaran kedua. Saat menangani PS TNI, Edu kesulitan membawa tim tersebut meraih kemenangan.

Namun, sepeninggal Edu, performa PS TNI juga tak terangkat. PS TNI menjadi juru kunci TSC dengan tujuh kemenangan dan menjadi tim yang kebobolan paling banyak (75 gol).

Pada putaran kedua, Edu menangani Persegres Gresik United menggantikan Liestiadi. Edu yang sukses di Persiba Bantul dan Persela pada ISL 2014 juga tak bisa mengangkat performa Persegres. Persegres finis di posisi ke-17 atau nomor dua dari bawah.

3 dari 3 halaman

Sutan Harharah dan Mundar Karya

Mundari Karya mundur dari Barito Putera. (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Sutan Harharah

Keputusan Sutan Harharah mundur dari Persela Lamongan menjelang putaran kedua TSC 2016 memang masih menjadi misteri. Namun, pemain Timnas Indonesia era 1970 dan 1980-an ini mundur pada pekan ke-14 setelah timnya ditahan PSM 2-2 di kandang. Persela pun menjadi juru kunci usai laga tersebut dan Sutan memutuskan mundur.

Persela hanya meraih empat kemenangan dari 14 partai pada putaran pertama. Sebelum ditahan PSM, Sutan sebenarnya membawa Persela meraih kemenangan tandang perdana melawan Mitra Kukar.

Mundari Karya

Mundari Karya mengikuti jejak Sutan Harharah mundur dari tim saat TSC masih berlangsung. Mundari meninggalkan Barito Putera setelah para suporter mendesaknya mundur karena dinilai gagal mengangkat performa tim.

Barito Putera terseok-seok di papan bawah pada putaran pertama. Para suporter sempat menghadang bus tim usai Barito Putra kalah di kandang melawan Mitra Kukar pada 4 September. Itu merupakan kekalahan ke-10 yang dialami Barito Putera dalam 18 partai. Sebulan kemudian, pelatih yang tampil membela timnas pada Piala Dunia Junior 1979 memutuskan mundur.

Berita Terkait