Taufik Hidayat, Legenda Bulutangkis Indonesia Tanpa Gelar All England

oleh Benediktus Gerendo Pradigdo diperbarui 28 Mar 2020, 06:15 WIB
2. Taufik Hidayat (Bulutangkis Tunggal Putra) - Meraih medali emas Asian Games 2002 dan 2006. (AFP/Liu Jin)

Bola.com, Jakarta - Siapa yang tidak mengenal Taufik Hidayat, seorang legenda bulutangkis Indonesia, yang sukses meraih begitu banyak gelar juara saat masih aktif bertanding. Bahkan medali emas Olimpiade pun berhasil diraihnya. Namun, sayang, gelar juara All England tidak ada dalam kabinet juara miliknya.

Taufik Hidayat berkarier selama 17 tahun sebagai pebulutangkis tunggal putra Indonesia, mulai dari 1996 hingga gantung raket pada 2013.

Advertisement

Kariernya sebagai pebulutangkis andalan Indonesia sudah menelurkan prestasi sejak 1997, di mana ia mampu meraih medali emas Kejuaraan Bulutangkis Junior Asia di Manila untuk nomor perorangan dan medali perak di nomor beregu. Setelah itu, Taufik meraih medali perunggu Kejuaraan Bulutangkis Asia 1998 di Bangkok.

Punya awal karier yang cemerlang, Taufik Hidayat pun mulai menjadi andalan Indonesia di sejumlah pentas bulutangkis, termasuk di multi-event, di mana medali emas Asian Games 1998 diraihnya untuk nomor beregu putra.

Setelah itu, dua medali emas SEA Games 1999 diraihnya dari nomor perorangan maupun beregu. Medali emas Kejuaraan Bulutangkis Asia pada 2000 yang digelar di Jakarta pun menjadi miliknya, selain mengantar tim putra Indonesia meraih juara Piala Thomas di Kuala Lumpur pada tahun yang sama.

Total 5 medali emas SEA Games, 3 medali emas Kejuaraan Bulutangkis Asia, 3 medali Asian Games, 2 kali membawa tim Indonesia meraih Piala Thomas, dan satu kali menyabet medali emas di Kejuaraan Bulutangkis Dunia menjadi ragam prestasi yang diraih Taufik Hidayat.

Taufik Hidayat, saat menjuarai nomor tunggal putra di Olimpiade Athena 2004. (chirpstory.com)

Tapi, tentu tidak ada yang lebih prestisius dari keberhasilannya meraih medali emas Olimpiade 2004 di Athena, Yunani. Taufik Hidayat menjadi Olimpian kelima Indonesia dari cabang bulutangkis, meneruskan sukses Alan Budi Kusuma, Susy Susanti, Rexy Mainaky/Ricky Subagja, dan Tony Gunawan/Candra Wijaya.

Tidak ada yang lebih besar dari prestasi meraih medali emas di level Olimpiade. Hal itu menjadikan Taufik Hidayat pantas masuk sebagai legenda bulutangkis Indonesia. Namun, status legenda itu sedikit kurang memuaskan karena pebulutangkis asal Bandung itu tidak pernah berhasil menjadi juara di All England, turnamen bulutangkis tertua di dunia.

Video

2 dari 4 halaman

Jadi Runner-up dalam Debut All England

Legenda bulutangkis Indonesia, Taufik Hidayat, menyatakan pelatih fisik dan teknik sektor tunggal putra PBSI perlu segera dirombak. (Bola.com/Wijayanto)

Taufik Hidayat mengikuti All England untuk pertama kalinya pada 1999. Talentanya sebagai pebulutangkis muda berusia 17 tahun memang luar biasa.

Taufik menyingkirkan Park Tae-sang asal Korea Selatan, Knowles asal Inggris, Fung Permadi yang membawa nama Chinese Taipei, dan Hoyer Larsen asal Denmark, untuk mencapai babak final. Semua pertandingan tersebut dilaluinya dengan kemenangan dua gim langsung.

Pertarungan sengit pun terjadi di final, di mana Taufik Hidayat berhadapan dengan andalan Denmark, Peter Gade. Taufik Hidayat memberikan perlawanan sengit hingga akhirnya harus menyerah 11-15, 15-7, dan 10-15 di pertandingan puncak tersebut.

Keberhasilan Taufik Hidayat mencapai final All England dalam debutnya dan memberikan perlawanan ketat terhadap Peter Gade tetap harus diacungi jempol.

3 dari 4 halaman

Sampai Final di Tahun Kedua dan Kembali Jadi Runner-up

Taufik Hidayat menganggap keputusan pensiun Lee Chong Wei adalah tepat. Sudah saatnya Chong Wei memikirkan kesehatan dan keluarganya. (AFP/Adek Berry)

Namun, sebagai pebulutangkis muda yang baru saja menyabet dua medali emas di SEA Games 1999, Taufik Hidayat begitu bersemangat. Hal tersebut kembali ditunjukkannya saat tampil di All England 2000.

Performa luar biasa kembali diperlihatkan oleh Taufik Hidayat dari babak 32 besar hingga semifinal. Cheng Gang dari China, Kenneth Jonassen dari Denmark, Chen hong dari China, dan Fung Permadi yang saat itu membela Chinese Taipei, berhasil dibungkamnya dengan permainan dua gim langsung.

Namun, sayang Taufik Hidayat lagi-lagi harus melepas kesempatan menjadi juara di All England seperti tahun sebelumnya. Taufik Hidayat seakan kehilangan stamina dan kalah dua gim langsung 6-15 dan 13-15 dari pebulutangkis China, Xia Xuanze, di pertandingan final.

4 dari 4 halaman

Tak Pernah Lagi Mencapai Final All England hingga Gantung Raket

Taufik HIdayat (AFP/Adek Berry)

Sejak itu, Taufik Hidayat absen dari All England hingga akhirnya kembali ke turnamen tertua di dunia itu pada 2004. Namun, status runner-up All England 1998 dan 1999 tetap menjadi raihan terbaiknya di turnamen yang digelar di Birminham, Inggris itu.

Pada 2004, Taufik Hidayat melaju hingga semifinal hingga kalah oleh Peter Gade di babak empat besar. Kembali absen dan kembali tampil di All England pada 2008, Taufik Hidayat hanya mencapai perempat final karena kalah dari Lee Chong Wei.

Taufik Hidayat kembali tampil pada All England 2009. Namun, lagi-lagi Lee Chong Wei membuatnya tersingkir saat kedua pebulutangkis tersebut bertemu di semifinal. Pada 2010, Taufik Hidayat kembali hanya mencapai perempat final setelah tersingkir oleh Peter Gade lewat pertandingan yang berjalan ketat dan dramatis.

All England 2011 menjadi yang paling pahit bagi Taufik Hidayat. Tampil sebagai unggulan kedua dalam turnamen tersebut, Taufik Hidayat justru tersingkir di babak pertama setelah kalah dari pebulutangkis Jepang, Kazushi Yamada.

Namun, ketika tampil bukan sebagai unggulan di All England 2012, Taufik Hidayat seakan kembali mampu memperlihatkan permainan terbaiknya meski akhirnya harus terhenti di babak perempat final setelah kalah dari Lin Dan.

Sementara dalam keikutsertaan terakhirnya di All England sebelum gantung raket, Taufik Hidayat hanya tampil satu kali di Birmingham. Pebulutangkis Indonesia itu kalah dua gim langsung dari tunggal putra Jepang, Sho Sasaki, di babak pertama All England 2013.

Berita Terkait