Mengintip Safin Pati Football Academy, Pendatang Baru yang Siap Menggebrak

oleh Vincentius Atmaja diperbarui 06 Jul 2020, 13:30 WIB
Para siswa SPFA memenangkan sebuah kejuaraan. (Dokumen pribadi Rudy Eka Priyambada)

Bola.com, Pati - Jawa Tengah patut bangga dengan kehadiran akademi sepak bola berkelas internasional di Pati, yakni Safin Pati Football Academy (SPFA) yang terletak di Mojoagung, Trangkil, Kabupaten Pati.

SPFA didirikan setahun yang lalu oleh Wakil Bupati Pati, Saiful Arifin yang menggandeng pelatih Rudy Eka Priyambada. Rudy kini menjabat sebagai CEO.

Advertisement

Dalam satu tahun terakhir berjalan, keberadaan SPFA menjadi rujukan dengan keunggulan program maupun fasilitasnya.

Sarana penunjang sepak bola di SPFA begitu lengkap dan berkualitas. SPFA membuka dua jenis kelas, yakni akademi untuk pembentukan pemain profesional dan sekolah sepak bola (SSB) sebagai media belajar awal untuk menekuni sepak bola.

Bukti SPFA begitu serius dalam mencetak bibit pesepak bola adalah kehadiran pelatih beken Indonesia yang ikut memberikan ilmunya.

Belum lama ini SPFA resmi bekerja sama dengan sejumlah pelatih ternama, dua di antaranya Kas Hartadi dan Ibnu Grahan.

Bola.com berkesempatan mewawancarai CEO SPFA, Rudy Eka Priyambada untuk bercerita panjang seputar sekolah yang dibimbingnya saat ini. Banyak hal ia jelaskan mengenai apa yang menjadi perbedaan SPFA dengan akademi lain.

Video

2 dari 4 halaman

Fasilitas Mewah

Training Camp Safin Pati Football Academy (SPFA). (Dokumen pribadi Rudy Eka Priyambada)

SPFA eksis sejak Oktober 2019. SPFA kini telah memiliki puluhan siswa yang berasal dari bebragai daerah. Menurut Rudy Eka, anak didiknya juga datang dari daerah ujung Indonesia seperti Medan, Manado, hingga Papua.

Ia mengakui begitu besarnya perhatian orang tua agar anaknya bisa mewujudkan impian sebagai pesepak bola hebat.

"Target saya siswa untuk akademi ada 40 anak, dan 50 anak untuk siswa SSB. Saya rasa akademi lain juta demikian, hampir sama. Hanya saya mencoba memperbaiki potensi lain bagi calon pesepak bola," ungkapnya, Minggu (5/7/2020).

Beberapa hal yang membedakan adalah SPFA berdiri dalam sebuah badan yang kompleks. Memang, porsi utamanya adalah sarana pendukung bagi atlet, namun fasilitas lain juga tersedia.

"SPFA memang baru, tapi saya akui top class. Sudah ada tiga lapangan, asrama yang bisa menampung 500 orang. Kemudian akan ada hotel tempat training center," ungkapnya.

3 dari 4 halaman

Akademi Berbasis Internasional

Jajaran para pelatih yang siap membekali ilmu bagi siswa di SPFA. (Dokumen pribadi Rudy Eka Priyambada)

Rudy Eka Priyambada menambahkan, keunggulan lain akademi yang dikelolanya saat ini adalah pendidikan. Rudy Eka yang juga memiliki latar belakang pendidik, menyebut bahwa pelajaran dengan kurikulum internasional diterapkan di SPFA.

"Kalau SSB sifatnya lebih ke fun training karena seminggu dua kali. Sementara akademi lebih profesional yang membedakan dengan tempat lain. Kami terintegrasi dengan sekolah formal dan kurikulum Singapura," tuturnya.

"Para orang tua mengeluarkan biaya pastinya ingin yang terbaik untuk anaknya. Untuk SD SMP dan SMA kurikulum Cambridge. Jadi setiap hari anak-anak berbahasa Inggris dan modul belajarnya juga seperti di sekolah internasional," lanjut pelatih yang sudah mengantongi lisensi kepelatihan AFC Pro.

"Untuk itu, pelatih di akademi kami juga top-top semua seperti coach Kas Hartadi, Ibnu Grahan, Kunia Sandy sudah cukup membangun pondasi usia muda ke depan. Pelatih bagus akan menghasilkan bibit yang baik tentunya," beber Rudy Eka.

Tidak hanya pendidikan formal. Di SPFA juga terdapat beberapa program pelatihan di luar keahlian sepak bola.

Rudy Eka menceritakan, para siswanya bisa belajar hal lain di luar aktivitas sepak bola dan belajar di kelas, yakni dengan mempelajari mesin kendaraan, bercocok tanam, hingga belajar di dunia peternakan.

Setidaknya terdapat tiga kelompok usia untuk kelas akademi di SPFA yakni U-13, U-15, dan U-17. Sementara, di SSB menitikberatkan pembinaan di kelompok usia dini mulai dari 7 tahun hingga 15 tahun.

"Kami tidak melalui seleksi, karena kalau hanya mencari yang bagus-bagus, sayang bagi siswa yang belum terasah," ungkapnya.

"SPFA juga Tidak hanya mengajarkan sepak bola. Rata-rata tidak ada keahlian setelah pensiun atau gantung sepatu. Untuk itu kami ada pelajaran keahlian lain seperti bengkel, pertanian, peternakan, perhotelan jadi anak-anak bisa dididik aktivitas masa depan apabila tidak jadi pemain bola lagi," tutur Rudy Eka.

4 dari 4 halaman

Masuk Keanggotaan Asprov PSSI Jateng

Sejumlah pengurus SPFA yang dipimpin oleh Rudy Eka, menemui Asprov PSSI Jawa Tengah pekan lalu. Diterima oleh sekretaris Asprov PSSI Jateng, Purwidyastanto, SPFA masuk sebagai keanggotaan di Jateng.

Bukan tidak mungkin, SPFA bakal ikut meramaikan persaingan di kompetisi Liga 3. Tujuan SPFA untuk berkecimpung di kompetisi nasional suatu saat nanti adalah agar dapat menguji para anak didik.

"Kemarin kami permisi dulu ke Asprov PSSI Jateng. Kami punya akademi dengan fasilitas insyallah terbaik di Indonesia. Untuk itu harus bersinergi dengan Asprov Jateng," tambahnya.

"Ke depannya siswa tidak hanya latihan saja. Mereka perlu mencoba jam tebang dan bermain di level kompetisi. Butuh proses dua sampai tiga tahun ke depan," jelas Rudy Eka Priyambada menutup obrolan.

Berita Terkait