Mengenang Djoko Susilo: Sosok Pelatih Kampung yang Idealis

oleh Gatot Susetyo diperbarui 22 Agu 2020, 14:00 WIB
Djoko Susilo. (Bola.com/Iwan Setiawan)

Bola.com, Malang - Sepak bola Indonesia kembali kehilangan satu pelatih terbaiknya, Djoko Susilo. Pada Sabtu (22/8/2020), setelah Subuh, Djoko dipanggil menghadap Allah SWT.

Djoko mengembuskan napas terakhir di RS Aisyiyah Kota Malang. Pria yang akrab dipanggil Djoko Wamena untuk membedakan dengan legenda Arema Joko Susilo ini harus dilarikan ke rumah sakit, karena kondisinya yang makin menurun. Dia sempat tak sadarkan diri.

Advertisement

Menurut sahabat dekatnya Mahmudiana, sang mentor sempat dirawat di rumahnya Dampit, Kabupaten Malang selama 10 hari.

"Dua minggu lalu, mas Djoko sempat datang dan menyaksikan uji coba tim pembinaan Kaki Emas melawan SSB Masel di Talang Agung. Tapi beliau pamit pulang, karena dia merasa badannya kurang sehat," kata Mahmudiana.

Dari informasi yang diperoleh Mahmudiana dari keluarga, hasil laboratorium RS gula darah almarhum Djoko Susilo sangat tinggi.

"Tepat 17 Agustus lalu saya bezuk almarhum di rumahnya. Sakit tifusnya kambuh. Info dari rumah sakit kadar gulanya tinggi. Padahal setahu saya beliau tak punya riwayat diabetes. Ya, inilah cara Allah SWT untuk memanggil coach Djoko," tuturnya.

Mahmudiana sangat kehilangan sosok yang dianggapnya seperti orangtua, guru, dan panutan ini.

"Mas Djoko seperti orangtua, guru sekaligus panutan bagi saya. Dia salah satu pendiri Kaki Emas. Saya didikan Kaki Emas. Jadi almarhum sangat berjasa dalam hidup saya. Saya dan Kuncoro adalah didikan coach Djoko. Saya dibina sejak jadi pemain hingga diajaknya sebagai asisten pelatih di Persiwa," ujarnya.

Mendiang Djoko Susilo memang tak pernah menjadi pemain terkenal. Namanya malah populer sebagai pelatih. Prestasi pelatih kampung ini mulai melesat ketika menukangi Persiwa Wamena sejak Divisi Dua hingga naik ke Divisi Utama, kasta tertinggi saat itu.

Video

2 dari 2 halaman

Berjualan Kopi

Foto kenangan terakhir Djoko Susilo makan bersama para pemain Kaki Emas di rumah mantan asistennya Choirul Huda di Kepanjen, Malang, Juli 2020. (Bola.com/Gatot Susetyo)

Dia memulai karier profesionalnya sebagai asisten Gusnul Yakin dan Sergei Dubrovin di PKT Bontang. Setelah itu beberapa klub pernah merasakan sentuhannya, seperti Persiwa, Semen Padang, Persela, Madura United, dan terakhir PSCS di Liga 2 2019.

Djoko Susilo sosok sangat idealis. Dia paling getol menolak naturalisasi pemain dan perekrutan pelatih asing di Indonesia . Sebagai pembina sepakbola usia dini, Djoko Susilo sangat merasakan betapa susahnya membina dan mendidik pemain sejak usia dini hingga siap pakai di kompetisi.

"Indonesia punya banyak pemain lokal bagus. Kenapa harus naturalisasi? Soal pelatih, kita punya banyak pelatih pinter. Tapi mereka banyak yang menganggur, karena klub-klub lebih percaya dengan pelatih asing," ujarnya suatu ketika kepada Bola.com.

Ketika Indonesia dihantam pandemi COVID-19 yang berakibat pada penghentian kompetisi, Djoko sangat merasakan dampaknya secara ekonomi. Sebulan terakhir, Djoko mencoba usaha pengolahan biji kopi yang diberi nama Liga Indonesia untuk menghidupi keluarganya. Almarhum sempat mengirimkan produk kopinya kepada Bola.com sebagai tester.

"Gimana rasanya, enak gak? Saya memilih kopi, karena saya lihat banyak orang terutama anak-anak muda suka nongkrong di warung atau cafe untuk ngopi. Saya harus terus berusaha bagaimana caranya ekonomi keluarga tetap terjaga," jelasnya.

Sebelum terjun di usaha kopi, Djoko Susilo juga pernah bisnis travel jurusan Malang-Yogyakarta. Tapi, sayang travelnya bangkrut. Ada satu cita-cita almarhum yang belum kesampaian.

"Kalau punya dana, saya mau buka cafe di Songgoriti. Saya ingin punya kedai kopi di tempat-tempat pariwisata di Malang," ungkapnya.

Berita Terkait