Liga Inggris: Frank Lampard Dipecat, Kesulitan Mengatasi Horornya Ruang Ganti Chelsea dan Tangan Besi Abramovich?

oleh Benediktus Gerendo Pradigdo diperbarui 26 Jan 2021, 17:15 WIB
Chelsea - Frank Lampard di Pecat (Bola.com/Adreanus Titus)

Bola.com, Jakarta - Pengalaman panjang Frank Lampard menjadi pemain andalan Chelsea nyatanya tidak memiliki pengaruh apapun terhadap keberadaannya sebagai manajer tim The Blues. Lampard pun tak ada bedanya dengan manajer pendahulunya yang tak luput dari tangan besi Roman Abramovich.

Frank Lampard boleh menjadi gelandang andalan Chelsea selama 12 tahun, 9 bulan, 16 hari di Stamford Bridge. Tapi, sebagai manajer tim di Stamford Bridge, masa baktinya hanya berlangsung selama 572 hari.

Advertisement

Seperti manajer tim pendahulunya, tangan besi Roman Abramovich sebagai pemilik Chelsea memang tanpa ampun selalu memecat para pelatih yang tidak bisa memberikan prestasi besar terhadap timnya.

Sejak datang pertama kali pada 2003, Claudio Ranieri yang sudah berada di tim sejak 2000 pun menjadi korban pertama Abramovich. Tak bisa memberikan prestasi dalam tahun pertama Abramovich berada di Chelsea, padahal sang bos sudah menggelontorkan dana hingga 100 juta pound, Ranieri pun disikat dan digantikan oleh Jose Mourinho yang langsung mempersembahkan gelar juara Premier League.

Seperti halnya Ranieri, sejumlah manajer tim lain yang tak bisa membuktikan kapabilitasnya langsung ditendang. Sebut saja Avram Grant, Luiz Felipe Scolari, Ray Wilkins, Andre Villas-Boas, Steve Holland, dan Guus Hiddink.

Bahkan tangan besi Abramovich pun tak ragu untuk mengusir Roberto Di Matteo dan Maurizio Sarri. Padahal kedua pelatih asal Italia itu sukses mengantar The Blues meraih dua trofi Eropa, yaitu Liga Champions dan Liga Europa.

Hal-hal seperti itu ternyata tetap berlaku untuk Frank Lampard. Pengalaman sebagai gelandang Chelsea, bahkan dengan rekor gol terbanyak untuk klub, tidak menjadikannya bisa selamat begitu saja dari tangan besi Abramovich yang tidak ragu memecatnya karena tak kunjung memberikan hasil ketika kucuran dana untuk memboyong pemain baru sudah digelontorkannya.

Setelah hanya mendapatkan Mateo Kovacic sebagai pemain anyar Chelsea ketika Lampard baru ditunjuk sebagai manajer tim, Abramovich tak segan memberikan dana lebih besar ketika Lampard membutuhkan lebih banyak pemain pada bursa transfer musim panas 2020 demi mempersiapkan tim yang lebih baik untuk menghadapi musim 2020/2021.

Maklum Lampard mampu membawa Chelsea tetap berada di empat besar Premier League sejak pekan kesembilan hingga musim 2019/2020 berakhir.

Sebanyak 14 pemain datang pada bursa transfer musim panas itu, termasuk sejumlah pemain yang kemudian menjadi andalan The Blues, yaitu Hakim Ziyech, Timo Werner, Ben Chilwell, Thiago Silva, Kai Havertz, dan Edouard Mendy.

Bahkan Lampard juga baru saja mendatangkan dua pemain baru pada 13 dan 14 Januari 2021, yaitu charlie Brown dan Lucas Piazon. Lampard seakan hendak melakukan revolusi pemain di tubuh Chelsea.

Nyatanya 14 pemain yang datang di musim panas 2020 tidak bisa banyak membantu Chelsea. The Blues terpental dari papan atas Premier League dan kini berada di peringkat kesembilan dalam klasemen.

Melihat perbedaan yang sangat signifikan menurun ketimbang musim lalu dan begitu banyak dana yang sudah dikeluarkan, tidak aneh jika Abramovich kembali dengan kebiasaan lamanya memecat manajer tim dan Frank Lampard menjadi korban terbarunya pada 25 Januari 2021.

 

Video

2 dari 2 halaman

Tak Bisa Mengatasi Ruang Ganti

Pelatih Chelsea, Frank Lampard, tampak kecewa usai anak asuhnya hampir dikalahkan West Bromwich Albion pada laga Liga Inggris di Stadion Hawthorns, Minggu (27/9/2020). Kedua tim bermain imbang 3-3. (Nick Potts/Pool via AP)

Ruang ganti Chelsea juga tergolong horor. Hal tersebut karena kebebasan yang diberikan kepada para pemain untuk bisa memberikan suara dan pandangannya secara bebas. Alhasil, selama bertahun-tahun begitu banyak pemain yang begitu mendominasi ruang ganti dan ikut berkontribusi menyingkirkan manajer-manajer dari klub, termasuk Maurizio Sarri.

Bahkan Frank Lampard adalah satu di antara beberapa yang memiliki kuasa lebih besar ketika masih aktif bermain. Lampard yang hingga kini punya rekor sebagai pencetak gol terbanyak Chelsea sepanjang masa, merupakan sosok yang cukup didengar karena kekuasaan lebih yang dimilikinya di ruang ganti.

Hal tersebut tampaknya cukup memberikan kepercayaan diri ketika pertama kali datang sebagai manajer tim pada 2019. Lampard dengan santai mengungkapkan bahwa tidak ada yang salah dengan ruang ganti Chelsea yang memberikan kebebasan kepada para pemainnya untuk menyatakan pendapat.

"Tidak ada yang salah dengan klub yang terbuka. Klub modern bukanlah perwujudan kediktaktoran pelatih dengan mengurus semua hal," ujar Lampard seperti dilansir Daily Mail beberapa hari setelah ia ditunjuk menjadi manajer The Blues.

"Apa yang bisa saya lakukan? Saya akan memimpin latihan setiap hari dan berada di dalam dan sekitar ruang ganti tim guna mengetahui apa yang dirasakan oleh para pemain," lanjutnya.

Nyatanya, Lampard pun harus direpotkan dengan isu pemberontakan yang terjadi di ruang ganti Chelsea. Sebagai contoh, ketika Chelsea bermain imbang 3-3 dengan West Bromwich Albion pada Oktober lalu, di mana The Blues sempat tertinggal 0-3 lebih dulu, Lampard disebut bersitegang dengan Marcos Alonso. Sang pemain dinilai merusak hubungan antara pemain dan pelatih.

Bahkan sebagian penggawa Chelsea disebut merasa frustrasi karena diabaikan oleh Lampard dan jarang mendapatkan menit bermain dan tidak cocok dengan sikap dan penerapan taktik sang manajer. Lampard berusaha menyembunyikan permasalahan tersebut. Ia hanya menegaskan bahwa masalah tidak akan memengaruhi kinerja Chelsea.

"Saya tidak boleh memendam rasa kesal, harus terus maju. Kami bekerja, kami bergerak maju dan bersikap jujur satu sama lain. Kami terus bekerja untuk makin baik dan makin baik lagi. Akan ada banyak hal yang terjadi sepanjang musim," ujarnya dilansir Daily Mail pada Oktober 2020.

Alhasil tidak sampai musim berakhir, Frank Lampard tidak lagi berada di ruang ganti Stamford Bridge. Pengalamannya membuat ruang ganti menjadi horor saat masih aktif bermain dan membuat sejumlah pelatih terdepak dari klub kini dirasakannya juga.