Bola.com, Jakarta - Joao Felix pernah digadang-gadang sebagai bocah ajaib yang akan meneruskan tongkat estafet para bintang besar Portugal. Namun, perjalanan kariernya di dunia sepak bola penuh dengan lika-liku, dari digilai penggemar Eropa, beberapa kali mencicipi klub papan atas, hingga dicap mata duitan usai memilih hijrah ke Al Nassr pada usia muda.
Karier Felix melejit saat membela Benfica, di mana ia tampil gemilang di usia remaja dan membantu klubnya meraih gelar liga dengan gaya bermain yang menawan. Saat itu, Felix digambarkan sebagai pemain penuh bakat alami yang mampu membuat segalanya terlihat mudah di lapangan. "Joao Felix adalah seorang jenius, dia bukan pesepak bola normal," puji mantan pelatihnya di Benfica.
Pada musim panas 2019, Joao Felix memecahkan rekor transfer sebagai teenager termahal kedua di dunia saat diboyong Atletico Madrid dengan harga sekitar €126 juta. Sejak awal, harapan membumbung tinggi. Namun kenyataan di Atletico tak seindah ekspektasi; dia kesulitan menyesuaikan dengan gaya bermain Diego Simeone dan kadang-kadang lebih banyak duduk di bench daripada jadi starter reguler.
Meski ikut berandil dalam perebutan gelar La Liga 2020/2021, Felix tidak pernah benar-benar menjadi penguasa lini depan Atletico. Relasi yang renggang dengan pelatih, juga tekanan atas ekspektasi besar, akhirnya membawanya ke keputusan untuk keluar dari Wanda Metropolitano dan mencari peruntungan baru di klub lain.
Sempat dipinjamkan ke Chelsea, penampilannya di Premier League hanya terbilang memadai: 11 gol dari 40 pertandingan di semua kompetisi. Tak lama setelah itu, Felix juga menjalani masa peminjaman bersama Barcelona. Meskipun awalnya disambut euforia, performanya tidak konsisten dan Barca memilih untuk tak mempermanenkan statusnya. "Ia menunjukkan kilatan bakatnya, tapi tak pernah benar-benar jadi pilihan utama," ungkap sebuah laporan di Spanyol.
Picu Gelombang Kekecewaan
Petualangan Felix berlanjut dengan kepindahan permanen ke Chelsea musim panas 2024, tetapi lagi-lagi, ia belum mampu memikat penuh kepercayaan fans dan manajemen. Setelah mencetak tujuh gol dalam 20 laga, Felix kembali dipinjamkan, kali ini ke AC Milan. Di Serie A, penampilannya juga tergolong biasa saja: dua gol dari 15 penampilan musim ini.
Setelah masa pinjaman di Milan selesai, Felix akhirnya menerima tawaran Al Nassr. Transfer ini memicu reaksi keras dari banyak penggemar yang menilai dirinya sekadar mengejar gaji besar di liga yang sedang banjir uang Arab Saudi. Nilai transfernya ke Al Nassr sendiri mencapai €50 juta, dengan kabar bahwa Felix akan menerima gaji fantastis sekitar €17,5 juta per tahun. “Saya di sini untuk menebar keceriaan, ayo main dan menang bersama” ujar Felix melalui sambutan di klub barunya.
Kepindahan ke Al Nassr dengan status sebagai salah satu dari segelintir pemain dengan total nilai transfer di atas €200 juta sepanjang kariernya, memperkuat label "mata duitan" yang mulai menempel pada Felix. Beberapa pengamat menilai langkah ini sebagai bentuk menyerah dari seorang pemain yang gagal memenuhi potensi emasnya di Eropa meski pernah menjadi properti panas bursa transfer. "Lebih dari €200 juta telah dihabiskan untuk seorang pemain yang penampilannya tidak sebanding dengan harganya." tulis sebuah analisis di Marca.
Namun, ada sudut pandang berbeda dari Felix sendiri yang konsisten menegaskan keinginannya bermain bola dengan bahagia dan membahagiakan fans. "Saya adalah pemain yang ingin menguasai bola, saya ingin membuat para penggemar menikmati permainan sepak bola saya dan membantu tim,” jelas Felix. Ia juga menyebut kebersamaan dengan Cristiano Ronaldo dan rekan setim Portugal lain di Al Nassr sebagai daya tarik penting.
Karier Belum Tuntas?
Seiring dengan semua langkah besar dan ekspektasi yang pernah diciptakannya, karier Felix bisa dibilang belum benar-benar tuntas. Realitanya, ia belum mampu mengulangi performa fenomenal seperti di Benfica dalam enam tahun terakhir di level tertinggi Eropa, dengan cedera dan inkonsistensi menggerus grafik penampilannya.
Kini pada usia 25, Felix menghadapi babak baru bersama Al Nassr di bawah polesan pelatih senegara, Jorge Jesus. Tekanan untuk menjadi penentu kemenangan dan bukan sekadar selebritas lapangan akan menjadi tantangan terberatnya. Di sisi lain, publik menunggu apakah ia mampu menepis cap "mata duitan" dengan performa cemerlang di Asia, atau justru kisahnya berakhir sebagai contoh klasik bakat emas yang gagal bersinar akibat salah memilih jalan.
Barangkali momen inilah penentu akhir narasi roller coaster Joao Felix. Meski dinilai gagal memuaskan ekspektasi elit Eropa, ia tetap menjadi salah satu nama paling sering diperbincangkan di ranah transfer, dan kepindahan ke Al Nassr setelah serangkaian klub besar, baik atau buruk, memastikan namanya tetap eksis dalam sejarah sepak bola modern.
Sumber: Marca, Football Espana