Sukses


Milan Derby dan Rivalitas yang Tak Melulu soal Permusuhan

Bola.com — Rivalitas dan saling mengalahkan merupakan hal lumrah dalam olahraga, khususnya sepak bola. Meski begitu, rivalitas tidak selalu berujung pada permusuhan, seperti yang terjadi dalam persaingan dua klub besar asal Milan Italia, AC Milan dan Inter Milan.

Pada 16 Desember 1899, sekumpulan pekerja dari Milan, Swiss, serta dua expatriat asal Inggris, Herbert Kilpin dan Alfred Edwards membentuk sebuah klub yang bernama Milan Cricket and Football Club. Sayangnya setelah menjuarai liga pada 1901, 1906, dan 1907, Milan Cricket and Football Club yang berganti nama menjadi AC Milan harus terpecah.

Konflik internal terkait penerimaan pemain asing membuat sejumlah petinggi klub memilih hengkang dan mendirikan F.C Internazionale Milano pada 9 Maret 1908. Sejak saat itu, Kota Milan pun mulai terbelah. Rivalitas dua klub 'sedarah' ini semakin panas setelah media membumbui dengan status sosial dan pandangan politik.

AC Milan kerap disebut sebagai klub para pekerja karena mendapat dukungan dari buruh yang bekerja di pabrik-pabrik besar di Kota Milan semacam Alfa Romeo, Innocenti, Pirelli, serta Zanussi. Tifosi Milan yang merupakan pendatang dari Italia Selatan juga dianggap berhaluan kiri karena memiliki paham politik sosialis.

Sementara itu, Inter Milan diklaim sebagai klub yang memiliki suporter yang berasal dari para pengusaha dan kalangan menengah atas atau kaum borjuis. Pendukung Inter juga beraliran politik sayap kanan yang berhubungan dengan liberalisme.

Adanya pembagian status sosial dan haluan politik yang dibangunmedia, ditambah label pengkhianat, membuat duel Milan kontra Inter berjalan sengit setiap tahunnya. Pertemuan pertama kedua klub terjadi pada 10 Januari 1909, atau 10 bulan setelah I Nerrazzurri berdiri. Skuat Merah-Hitam menang, 3-2. 

Namun semusim berselang, Inter mampu membalas dan meraih dua kemenangan beruntun dengan mencetak lima gol. Pada pertemuan pertama, 6 Februari 1910, La Beneamata menang dengan skor 5-0, sedangkan pertandingan kedua pada 27 Februari 1910, Inter sukses membungkam Milan 5-1.

Duel yang juga disebut sebagai Derby della Madonnina ini semakin menarik pada era 1960an. Kala itu, Milan ditangani Nereo Rocco, sedangkan Inter diasuh Helenio Herrera. Milan bersama Rocco merengkuh dua trofi Serie A, satu Coppa Italia, dua Piala Champions, dan satu Piala Intercontinental. Sementara itu, Inter yang dipimpin Herrera meraih tiga Scudetto, dua Piala Champions, dan dua Piala Intercontinental.

Memasuki periode 1980-an hingga awal 2010 persaingan duo Milan tetap berjalan menarik, dan saling mengalahkan. Total dari 216 pertemuan terakhir di seluruh ajang kompetisi, AC Milan meraih 75 kemenangan, Inter Milan dengan 77 kemenangan, dan 64 laga sisa berakhir imbang.

Rivalitas yang Tak Selalu Menjadi Musuh

Rivalitas yang Tak Selalu Menjadi Musuh

John Foot dalam Calcio: A History of Italian Football menulis tidak ada zona AC Milan ataupun Inter Milan di Kota Milan. Masyarakat Kota Milan masih bisa membaur seperti biasanya, kendati terbelah menjadi merah dan biru jelang Derby della Madonnina. Namun tak bisa dipungkiri kehadiran Ultras Milan dan Ultras Inter kerap memanaskan situasi.

Memiliki rivalitas yang panjang juga bukan berarti kedua klub bakal selamanya bermusuhan. Beberapa kali I Rossoneri dan I Nerazzurri saling barter pemain. Sebut saja Francesco Coco, Umit Davala, Thomas Helveg, Andrea Pirlo, Clarence Seedorf, Christian Vieri, Mancini, hingga Giampaolo Pazzini pernah membela kedua klub.

Tak sedikit juga pemain yang menjadi pujaan di Milan atau Inter memilih bergabung ke klub rival, seperti Roberto Baggio, Christian Panucci, Ronaldo, Mario Balotelli, hingga Zlatan Ibrahimovic. Kondisi tersebut tampaknya sulit terjadi di klub lain di Eropa seperti Liverpool (Liverpool dan Everton), ataupun dua Manchester (Manchester United dan Manchester City).

Zlatan Ibrahimovic menjadi salah satu pesepak bola yang pernah berseragam Inter Milan dan AC Milan. (AFP/GIUSEPPE CACACE/OLIVIER MORIN)

John Foot juga mengungkapkan jika Presiden Kehormatan AC Milan saat ini, Silvio Berlusconi, yang lahir di Kota Milan merupakan pendukung Inter Milan semasa muda. Namun, Berlusconi membantah hal tersebut meskipun pernyataan itu masih diragukan.

Situasi unik juga dialami libero terbaik yang pernah dimiliki AC Milan, Franco Baresi. Pria yang dianggap sebagai kapten abadi di Milan ini memiliki saudara kandung, Giuseppe Baresi yang membela Inter Milan. Franco berseragam Milan dari 1977 hingga 1997, sedangkan Giuseppe memperkuat Inter dari 1976 sampai 1992

Kendati membela klub yang bermusuhan, hubungan persaudaraan keduanya sama sekali tak terganggu. "Oh tidak. Tidak, sama sekali tidak ada masalah antara saya dan Giuseppe! Di antara kami justru sangat bersahabat dan saling menghormati satu sama lain. Jadi tidak ada masalah," ujar Baresi yang pernah menjalani trial bersama Inter Milan saat berusia 14 tahun.

Legenda AC Milan lainnya, Paolo Maldni, justru mendapatkan rasa hormat dari ultras Inter Milan. Ketika memutuskan pensiun pada akhir musim 2008-2009, ultras I Nerazzurri yang memadati Curva Nord di Stadion Giuseppe Meazza membentangkan spanduk penghormatan buat Maldini.

Selama 20 tahun ini Anda adalah rival, namun dunia berputar dan kami akan selalu menghormati Anda.

Kondisi berbeda dialami Maldini saat melakoni laga terakhir di San Siro bersama AC Milan kontra AS Roma, 24 Mei 2009. Dalam pertandingan yang dimenangkan Roma dengan skor 3-2, mantan bek timnas Italia tersebut mendapat perlakukan tak mengenakkan dari ultras Milan yang menghuni Curva Sud.

"Terima kasih, kapten. Di lapangan Anda seorang juara abadi tetapi Anda tidak menghormati orang-orang yang membuat Anda kaya," bunyi salah satu spanduk. "Selama 25 tahun pengabdian, Anda menerima pujian dari dari orang-orang yang Anda sebut sebagai mata duitan dan gembel," tulis spanduk lainnya. Selain itu, Ultras Milan juga membentangkan jersey raksasa bernomor punggung enam dan disertai dengan kata-kata "Hanya ada satu kapten, Franco Baresi".

Laga derbi Milan memang selalu berjalan panas dan sengit. Akan tetapi, selepas laga usai, kehidupan masyarakat di Kota Milan ataupun pendukung kedua klub diberbagai belahan dunia lainnya kembali normal. Hubungan keluarga, sahabat, maupun ayah dan anak yang membela klub berbeda kembali seperti sedia kala. We’re rival, not enemy.

Marco Materazzi dan Rui Costa menyaksikan aksi pelemparan suar ke lapangan yang dilakukan Ultras Inter yang menghuni curva Nord Stadion Giuseppe Meazza pada leg kedua perempat final Liga Champions 2004-2005.

Derby della Madonnina yang Tak Lagi Megah

Derby della Madonnina yang Tak Lagi Megah

Pertandingan yang juga dilabeli sebagai 'Ibu dari segala derby' ini mampu menarik perhatian pecinta sepak bola di seluruh dunia. Pertemuan AC Milan kontra Inter Milan baik di kompetisi domestik dan Eropa selalu disaksikan jutaan pasang mata. Namun, kemegahan Derby della Madonnina mulai meredup dalam tiga tahun terakhir.

Pertarungan kedua klub bukan lagi meraih titel juara, namun lebih kepada mengamankan tiket berlaga di kompetisi Eropa. Bahkan, derbi Milan juga mulai dianggap sebagai duel dua tim papan tengah. Derby della Madonnina yang biasanya bertabur bintang, sudah tak lagi terlihat. Padahal dulunya duel ini kerap dihiasai pemain-pemain top dunia.

Beberapa diantaranya adalah Gianni Rivera (AC Milan) serta Sandro Mazzola (Inter Milan) pada era 1960 sampai 1970an, Alberto Bigon (AC Milan) dan Alessandro Altobelli (Inter Milan) pada 1970 sampai 1980an, Marco van Basten (AC Milan) dan Jurgen Klinsmann (Inter Milan) pada 1980 hingga 1990an, Paolo Maldini (AC Milan) dan Javier Zanetti (Inter Milan) pada 1990 hingga 2000-an, serta Andriy Shevchenko (AC Milan) dan Ronaldo (Inter Milan) pada awal 2000-an.

Krisis keuangan yang melanda AC Milan dan Inter Milan menjadi salah satu penyebab mulai menurunnya pamor Derby della Madonnina. Kedua klub kesulitan dana hingga tak mampu mendatangkan pemain bintang ke Kota Milan pada bursa transfer. Tetapi kini, kedua klub perlahan bangkit.

Racikan strategi Vincenzo Montella yang dipadukan dengan pemain muda dan senior, membuat AC Milan berada di peringkat tiga klasemen sementara Serie A 2016-2017. Proses akuisis saham I Rossoneri dari Silvio Berlusconi ke investor asal China yang tergabung dalam Sino-Europe Sports bakal menyehatkan neraca keuangan klub.

Inter Milan telah lebih dulu melepas sahamnya ke investor asing. Massimo Moratti yang sebelumnya menjadi pemilik I Nerazzurri menjual saham mayoritasnya kepada International Sports Capital HK Ltd. yang dipimpin Erick Thohir pada 15 Oktober 2013. Kini, sebanyak 68,55 persen saham Inter dikuasai investor asal China, Suning Holdings Group, sejak 6 Juni 2016.

Meski begitu, La Beneamata masih terseok-seok pada awal musim ini. Mengeluarkan dana hingga 129,3 juta euro (Rp 1,8 triliun) untuk mendatangkan delapan pemain baru pada musim panas tahun ini, Inter Milan hanya menempati peringkat sembilan klasemen sementara Serie A. Rentetan hasil buruk itu membuat Frank de Boer dipecat dari jabatan pelatih dan digantikan Stefano Pioli.

Derby della Madonnina edisi ke-217 akan dihelat di San Siro pada Minggu (20/11/2016). Kendati tak lagi semegah dulu dan tak banyak diperkuat pemain bintang, duel ini tetap dinanti para pecinta sepak bola di seluruh dunia.

"Lebih mudah untuk memaafkan seorang musuh daripada memaafkan seorang teman," - William Blake (1757 - 1827)

Sumber: Berbagai sumber

Saksikan cuplikan pertandingan dari Liga Inggris, La Liga, Liga Champions, dan Liga Europa, dengan kualitas HD di sini

Video Populer

Foto Populer