Sukses


Spirit Jepang: Olimpiade 1964 dan Japan is Back!

Bola.com — Momentum besar yang dipakai Jepang untuk membuka mata negaranya telah bangkit adalah Olimpiade 1964. Dengan semangat menjadi tuan rumah yang mumpuni, Jepang serius menyiapkan sumber daya manusia, baik atlet-non atlet, hingga infrastruktur memadai di seluruh kota.

"Tokyo terpilih menyelenggarakan Olimpiade 1964 pada 1956, atau hanya 14 tahun setelah Perang Dunia II berakhir. Saat itu, kami jauh lebih miskin ketimbang sekarang." Demikian terlontar dari mulut Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, di Tokyo, seperti dikutip dari Wall Street Jurnal, edisi Maret 2016.

Pengumuman Jepang ditunjuk sebagai tuan rumah Olimpiade 1964 tersebut tepatnya terjadi pada 27 Mei 1959. Kala itu, salah satu surat kabar terkemuka, Japan Times, menuliskan headline dengan isi sebanyak delapan kolom, dengan judul pemberitaan "Tokyo Gets '64 Olympic Games."

Sebenarnya, Jepang sudah ditunjuk Komite Olimpiade Internasional untuk menjadi tuan rumah Olimpiade 1940. Namun, penunjukkan itu dibatalkan karena Perang Dunia II meletus dan penyelenggaraan olahraga multi-event tersebut pun ditiadakan hingga Olimpiade 1948 di London, Inggris.

"Ini adalah kesempatan yang sangat bagus bagi seluruh rakyat Jepang untuk menunjukkan kecintaan mereka terhadap olahraga dan sikap hormat terhadap sportivitas ke seluruh dunia," ujar Perdana Menteri Jepang kala itu, Nobusuke Kishi.

Anggota Komite Olimpiade Tokyo sedang mengunjungi Kampung atlet Olimpiade di Yoyogi, Tokyo, pada 1964. Tempat ini sebelumnya merupakan asrama prajurit perang Amerika Serikat. (The History).

Menurut artikel The Japan Times edisi 18 Juni 1961, Presiden Komite Olimpiade Internasional, Avery Brundage, mengungkapkan, Jepang meningkatkan dana dari 130 juta dolar AS hingga hampir setengah miliar dolar AS untuk Olimpiade 1964. Jumlah ini jauh melampaui biaya Olimpiade 1960 di Roma yang hanya menghabiskan 30 juta dolar AS.

Tiga tahun kemudian, Sports Illustrated edisi 5 Oktober 1964, mengungkapkan, Jepang menghabiskan 1,9 miliar dolar AS untuk "mempercantik" Tokyo yang dijadikan pusat penyelenggaraan Olimpiade 1964 serta gelombang wisatawan yang berniat datang ke Jepang. Bahkan, 20 persen dari total 26.753 supir taksi diwajibkan dapat berbahasa inggris untuk mempermudah turis yang datang.

Sementara itu, 6.600 atlet dipusatkan di Tokyo dalam kompleks khusus yang dibangun dari renovasi bekas kompleks prajurit militer Amerika Serikat pada periode Perang Dunia II. Dalam penyelenggaraannya, Jepang memiliki total 30 venue yang tersebar di Tokyo dan empat prefektur lainnya.

Saksikan motion grafis rangkuman Olimpiade 1964 melalui video di bawah ini: 

2 dari 2 halaman

Yoshinori Sakai

Salah satu momen tidak terlupakan dalam acara pembukaan Olimpiade 1964 adalah kehadiran salah satu mahasiswa Universitas Waseda, Yoshinori Sakai, yang menjadi pembawa obor api kaldron di Stadion Meiji.

Kala itu, Yoshinori Sakai, merupakan simbolisasi dari kaum muda, perdamaian, harapan, dan masa depan bagi rakyat Jepang di ajang Olimpiade 1964. Hal ini tidak lain terjadi karena Sakai lahir 48 kilometer dari Hiroshima, pada 6 Agustus 1945, saat bom atom tentara Sekutu jatuh di kota tersebut.

Beberapa media Eropa sempat mengabarkan penunjukkan Yoshinori Sakai, bernuansa politis karena berpotensi "menyindir" Amerika Serikat. Namun, hal ini dibantah salah satu anggota Komite Olimpiade Internasional asal India, Guru Dutt Sondhi, yang menjadi saksi acara pembukaan tersebut.

Dalam Mainichi Daily News, edisi 11 Oktober 1964, Guru Dutt Sondhi, mengatakan, kala itu, Yoshinori Sakai, merupakan represnentasi harapan besar bagi Jepang. Justru, menurut dia, "Ini adalah pembukaan Olimpiade paling menyentuh yang pernah saya saksikan."

Yoshinori Sakai, pembawa obor kaldron pada ajang Olimpiade 1964, di Tokyo, Jepang. (Japan Times). , pembawa obor kaldron pada ajang Olimpiade 1964, di Tokyo, Jepang. (Japan Times).

Saat ditunjuk sebagai pembawa obor kaldron, Yoshinori Sakai masih berusia 19 tahun. Dua tahun berselang, Yoshinori Sakai memutuskan terjun ke dunia olahraga. Ia pun meraih kesuksesan di ajang Asian Games 1966 dengan meraih medali emas atletik 1.600 meter dan perak pada nomor 400 meter.

Setelah melanjutkan karier sebagai jurnalis olahraga, Yoshinori Sakai meninggal dunia dalam usia 69 tahun di Tokyo, 10 September 2014. Meski telah tiada, Yoshinori Sakai tentu akan selalu lekang dalam ingatan masyarakat Jepang, setidaknya untuk terus memotivasi semangat bangkit dari berbagai macam keterpurukan.

Bersambung...

Baca: 4. Spirit Jepang: Dunia Olahraga dan Obsesi Etos Kerja

Sumber: Berbagai sumber

Baca dan saksikan berita serta vlog liputan Bola.com langsung dari Jepang dalam rangkaian acara Launching Mizuno Rebula - Japan Tour, di sini

Video Populer

Foto Populer