Bola.com, Jakarta - Manajer Man City, Pep Guardiola, sedang menghadapi situasi baru dalam kariernya.
Sebelum kekalahan dari Tottenham Hotspur di Premier League pada Minggu dini hari WIB lalu, Guardiola belum pernah mengalami lima kekalahan beruntun sejak menjadi manajer Man City, delapan tahun yang lalu.
Baca Juga
2 Kali Bangkit dari Ketinggalan, Man City Tahan Imbang Crystal Palace: Meski Buang 3 Poin, Pep Guardiola Bangga
Hasil Lengkap Liga Inggris Tadi Malam: Nasib Kurang Oke Duo Manchester, Man City Imbang dan MU Tumbang
Jadwal Man City Sudah Padat Musim Ini, Pep Guardiola Makin Frustrasi dengan Format Baru di Piala Dunia Antarklub 2025
Advertisement
Ini adalah periode terburuk yang dialami Guardiola sejak kedatangannya di sepak bola Inggris.
Banyak pihak menyebut absennya Rodri karena cedera sebagai alasan utama penurunan performa Man City. Memang benar, tanpa pemenang Ballon d'Or yang biasanya menjadi penghubung permainan di lini tengah, permainan The Citizens terlihat lebih rapuh.
Ada juga anggapan bahwa usia rata-rata skuad Man City terlalu tua untuk terus bermain dengan gaya yang diinginkan Guardiola.
Namun, peran Erling Haaland dalam situasi ini juga patut diperhatikan.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Membatasi Fleksibilitas Permainan
Kendati Haaland adalah satu di antara pencetak gol terbaik generasinya dengan catatan luar biasa 75 gol dari 78 penampilan Premier League dalam tiga musim terakhir, kehadirannya terkadang membatasi fleksibilitas permainan Man City, baik saat menguasai bola maupun tanpa bola.
Dalam pertandingan melawan Tottenham, Haaland hanya menyentuh bola sebanyak 24 kali sepanjang laga. Sebagai perbandingan, Ederson, kiper City, bahkan lebih sering menyentuh bola.
Tidak ada pemain utama lain yang lebih jarang terlibat dalam permainan dibandingkan striker asal Norwegia itu.
Meski Haaland memiliki peluang mencetak gol, ia lebih sering terlihat sebagai pemain yang terisolasi di lapangan.
Ketika tanpa bola, Haaland juga dinilai kurang efektif dalam melakukan pressing dari lini depan. Dalam kekalahan melawan Spurs, ia tidak mencatat satu pun tekel.
Sebaliknya, pemain-pemain Tottenham seperti James Maddison, Dejan Kulusevski, dan Brennan Johnson berhasil menciptakan tekanan tinggi yang berujung pada kesalahan Man City.
Hal ini bertentangan dengan ekspektasi Guardiola terhadap para penyerangnya.
Advertisement
Kehilangan Ritme Permainan
Walau terlihat tidak adil menyalahkan Haaland atas masalah yang juga dialami lini tengah dan belakang, kenyataannya Man City terlalu mudah ditembus.
Kurangnya tekanan dari lini depan, yang biasanya dimulai oleh pemain seperti Haaland, bisa menjadi satu di antara penyebabnya.
Performa Haaland yang tidak mampu menjadi motor penggerak tim di lini depan membuat Man City kehilangan ritme permainan yang diinginkan.
Guardiola kini menghadapi banyak pekerjaan rumah. Kevin de Bruyne, satu di antara pemain kunci, kontraknya akan habis pada akhir musim. Kyle Walker tidak lagi tampil seperti pemain vital yang dulu menjadi andalan The Citizens.
Sementara itu, Rodri diperkirakan tidak akan kembali bermain hingga musim panas mendatang.
Jika situasi ini terus berlanjut, Man City berisiko kehilangan peluang besar musim ini.
Gol-gol Haaland mungkin dapat menjadi penyelamat, mengingat ia sudah mencetak 15 gol di semua kompetisi musim ini. Namun, striker berusia 24 tahun itu juga tidak seharusnya lolos dari evaluasi. Ia mungkin saja menjadi bagian dari masalah yang saat ini dihadapi Man City.
Sumber: Forbes