Sukses


Kelas Menengah Kini Lebih Pilih Konsumsi untuk Kenyamanan daripada Pamer

Kelas menengah tak lagi doyan flexing konsumsi buat bertahan Hidup.

Bola.com, Jakarta - Hakuhodo International Indonesia melalui Sei-katsu-sha Lab memaparkan hasil studi terbarunya bertajuk "Navigating the In Between – Living as Indonesian Middle Class".

Temuan ini menyoroti adanya pergeseran perilaku konsumsi di kalangan kelas menengah Indonesia.

Jika dulu pengeluaran lebih banyak digunakan untuk flexing atau menunjukkan status sosial, kini orientasinya berubah menjadi konsumsi yang memberi kenyamanan dan ketenangan batin (feeling good).

"Di dunia yang terus bergerak cepat, kita semua dituntut untuk beradaptasi. Kelas menengah kini berada di tengah arus perubahan besar, mereka membawa mimpi untuk mendorong Indonesia maju, tetapi juga harus menanggung tekanan zaman," ujar Devi Attamimi, Group CEO Hakuhodo International Indonesia, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (6-11-2025).

Menurut Devi, di Sei-katsu-sha Lab, pihaknya memandang manusia bukan sekadar bagian dari tren, melainkan individu dengan kisah hidup yang terus berkembang. Karena itu, pelaku industri pemasaran perlu mendengarkan, memahami, dan menjalin hubungan yang bermakna dengan konsumen.

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 3 halaman

Belanja Bukan Lagi Soal Status

Devi menjelaskan, kelas menengah kini tidak lagi berbelanja untuk sekadar menunjukkan status sosial. Aktivitas konsumsi menjadi sarana bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi.

Pembelian barang kini diarahkan untuk memberikan rasa aman dan kepuasan pribadi.

Hasil penelitian menunjukkan, 90 persen responden menilai kualitas yang konsisten sebagai alasan utama loyalitas terhadap merek. Temuan ini menunjukkan bahwa menghargai kualitas juga berarti menghargai diri sendiri.

"Mereka membeli bukan untuk pamer, melainkan untuk memulihkan semangat," ungkap Devi.

Satu di antara responden bahkan menggambarkan motornya sebagai "penyemangat hidup", simbol keberanian dalam menjalani hari-hari yang berat.

3 dari 3 halaman

Dana untuk "Me Time"

Selain itu, sekitar 70 persen responden mengaku merasa lebih terhubung dengan merek yang mampu meningkatkan suasana hati mereka.

Ini menunjukkan bahwa hubungan emosional kini menjadi faktor penting dalam keputusan konsumsi.

Kendati kondisi finansial terbatas, banyak responden tetap menyisihkan sebagian pendapatan untuk kebutuhan mental therapy, seperti hobi, hiburan, atau waktu pribadi.

"Sebanyak 61 persen responden mengaku rutin memberi hadiah kecil untuk diri sendiri sebagai cara menjaga kewarasan di tengah ketidakpastian," ungkap Devi.

 

Sumber: merdeka.com

Lihat Selengkapnya

Video Populer

Foto Populer