Sukses


    Perbandingan Timnas Indonesia pada Piala AFF 2018 dan 2020: Beda Pengalaman Shin Tae-yong dan Bima Sakti

    Bola.com, Jakarta - Berbeda dengan Piala AFF 2018, prestasi Timnas Indonesia di Piala AFF 2020 sudah lebih baik. Belum terkalahkan dan melaju hingga final jadi bukti nyata.

    Penampilan Timnas Indonesia pada Piala AFF 2020 seperti menjadi titik balik. Sebab pada edisi 2018, Merah Putih tersingkir di babak grup.

    Mereka kalah bersaing dari Thailand yang Filipina. Padahal materi pemain waktu itu bisa dibilang sarat pengalaman. Hanya segelintir pemain muda yang dilibatkan.

    Para pemain seperti Andritany Ardhiyasa, Ricky Fajrin, Riko Simanjuntak, Bayu Pradana, Beto Goncalves, hingga Stefano Lilipaly mewarnai komposisi tim. Sayang, Timnas Indonesia tak bisa bersaing dengan negara yang kekuatannya setara.

    Waktu itu Indonesia seperti kehilangan taji. Satu-satunya kemenangan yang diraih hanya saat bersua Timor Leste. Terkesan pelatih waktu itu, Bima Sakti belum siap menghadapi event bergengsi di Asia Tenggara tersebut.

    Berbeda dengan momen saat ini. Pelatih Shin Tae-yong berhasil memperlihatkan kekuatan Timnas Indonesia dengan banyak darah muda di dalamnya. Barisan pemain muda sempat dipandang sebelah mata oleh lawan justru bisa melaju ke final.

    Berikut ini Bola.com mengulas beda prestasi Bima Sakti dan Shin Tae-yong saat menangani Timnas Indonesia pada Piala AFF:

     

    2 dari 4 halaman

    Beda Waktu Persiapan

    Bisa dibilang Bima Sakti tak punya banyak waktu mempersiapkan tim. Maklum, PSSI menunjuk Bima Sakti jadi pelatih kepala hanya satu bulan sebelum gelaran.

    Namun posisi Bima Sakti waktu itu sudah jadi asisten pelatih di timnas senior. Dia sempat satu setengah tahun jadi asisten pelatih sebelumnya, Luis Milla.

    Dengan waktu yang singkat, Bima membawa kerangka tim yang sudah ada di Piala AFF. Mantan kapten timnas Indonesia ini seperti ingin melanjutkan strategi warisan Luis Milla.

    Ekspektasi masyarakat Indonesia tentu tinggi. Karena Milla membuat permainan Indonesia enak ditonton di Asian Games 2018. Tapi di Piala AFF 2018, permainan tersebut tak bisa diperlihatkan. Bima seperti membuat permainan Indonesia kurang greget.

    Sedangkan di era Shin Tae-yong, persiapan yang dilakukan tergolong matang. Meski terganggu pandemi virus corona dan kompetisi Liga 1 yang masih berjalan, dia punya waktu cukup lama membentuk tim. Pemusatan latihan di luar negeri seperti Turki masih sempat dilakukan. Sehingga pelatih asal Korea Selatan ini bisa menanamkan filosofi permainannya lebih dalam kepada Asnawi Mangkualam dkk.

     

    3 dari 4 halaman

    Pengalaman Pelatih

    Jika membandingkan kedua pelatih, pastinya secara pengalaman, Shin Tae-yong lebih unggul. Ketika Bima Sakti jadi pelatih Indonesia di Piala AFF, Shin Tae-yong masih menjabat pelatih Korea Selatan dan terjun di Piala Dunia 2018 Rusia. Bisa dibilang ini perbandingan pelatih level Asia Tenggara dengan level dunia.

    Pastinya di lapangan terlihat perbedaannya. Ketika ditangani Bima Sakti, terlepas dari persiapan yang mepet, mereka seperti miskin strategi. Buktinya, Timnas Indonesia kalah dari Thailand, Singapura serta imbang dengan Filipina di fase grup Piala AFF 2018.

    Sementara Shin Tae-yong, permainan Indonesia seperti sulit ditebak. Indonesia menurunkan skema berbeda tergantung siapa lawan yang dihadapi. Lawan Vietnam turun dengan lima pemain belakang. Ketika lawan tim yang kualitasnya dibawah, permainan menyerang diperagakan.

    Tak hanya itu, Shin Tae-yong bisa membuat pemain cepat berubah posisi di lapangan. Seperti Alfeandra Dewangga sempat main di dua posisi berbeda dalam satu laga. Babak pertama jadi stoper. Tapi 45 menit selanjutnya jadi gelandang bertahan. Hasilnya juga tak mengecewakan. Karena Indonesia belum tersentuh kekalahan di Piala AFF 2020.

     

    4 dari 4 halaman

    Muncul Kelebihan Baru

    Di era Shin Tae-yong, ada satu kelebihan baru yang diperlihatkan Timnas Indonesia dari segi fisik. Mereka masih sanggup melakukan pressing dan berlari hingga menit akhir.

    Itu adalah hasil dari kerasnya latihan fisik yang diberikan sang pelatih. Selain itu, materi pemainnya ditunjang banyak pemain muda yang punya tenaga lebih prima.

    Padahal beberapa tahun lalu, Indonesia sering kehabisan tenaga di babak kedua. Persoalan ini juga dihadapi Bima Sakti di edisi sebelumnya. Mereka juga sering mengandalkan skill individu pemain. Itu justru membuat tenaga mereka cepat habis.

    Video Populer

    Foto Populer