Cara Mengatasi Mental Hectic pada Anak, Penting untuk Diperhatikan

Calistung dituduh menjadi satu di antara oknum yang memicu terjadinya mental hectic pada perkembangan anak. Hal ini bisa jadi benar dan juga tidak. Melihat fenomena ini, kita harus mengembalikannya pada keadaan empiris yang melatarbelakangi terjadinya mental hectic, yaitu kegiatan belajar.

Dalam usia anak, mereka tidak bisa membedakan mana kegiatan belajar, dan yang mana kegiatan bermain karena pada dasarnya anak-anak adalah para pebelajar alami, yaitu generasi yang terus belajar dari kegiatan sehari-harinya.

Dalam proses belajar (dalam dunia anak), pola ini pun selalu terjadi; Working Memory (WM) → Short-term Memory (SM) → Long-term Memory (LM). Pola ini bekerja dengan simultan dalam tempo yang berubah, bisa lambat dan bisa juga cepat.

Kecepatan tersebut disebabkan oleh banyak faktor, sebagai faktor internal dan eksternal, dan yang paling memengaruhi kecepatan tersebut adalah jenis informasi yang disajikan.

Prinsipnya, jika informasi tersebut sudah tertanam dalam LM kita dan memberikan kesan yang baik, tentu informasi baru yang berkaitan akan lebih cepat diproses.

Contoh: jika diberikan sebuah informasi, "jangan pikirkan tentang Sponge Bob", apa yang terjadi? Kalau tidak salah kita tadi barusan berpikir tentang Sponge Bob bukan? Dan sekarang kita berpikir tentang segala kelucuan yang pernah dilakukan oleh tokoh kartun kuning tersebut.

Kasus tadi memang bukan informasi yang baru, hanya informasi tadi menyajikan sebuah kecepatan feedback (LM → SM → WM) yang dialami sendiri.

Calistung bisa menjadi "obat" untuk MH, manakala metode yang digunakan sesuai perkembangan jiwa peserta didik.

Pembelajaran calistung yang memang harusnya tidak menjadi konsumsi utama anak-anak justru bisa mengembangkan kemampuan berpikir mereka, jika mereka dibiarkan bereksplorasi belajar melalui gaya mereka masing-masing.

Sekali lagi, jangan biarkan calistung hilang dari kegiatan belajar anak-anak, terutama kegiatan belajar bahasa karena di usia 0 hingga 17 tahun adalah masa emas seseorang dalam mempelajari bahasa.

Tidak heran ada anak Indonesia yang menguasai 14 bahasa asing ketika baru menginjak usia 17 tahun.

Latih kemampuan anak-anak dengan calistung, tentu dengan metode yang sesuai perkembangan mereka. Yang penting bukan apa yang diajarkan, tetapi bagaimana mengajarkannya.

Sumber: paud.id

Yuk, baca artikel edukasi lainnya dengan mengikuti tautan ini.