Sukses


Macam-Macam Teori Perubahan Sosial di Masyarakat

Bola.com, Jakarta - Perubahan sosial adalah proses di mana masyarakat mengalami transformasi dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam sosiologi, perubahan sosial merupakan konsep penting.

Setiap masyarakat pasti mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi di masyarakat meliputi perubahan norma-norma sosial, pola-pola sosial, interaksi sosial, pola perilaku, organisasi sosial, lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan masyarakat, serta susunan kekuasaan dan wewenang.

Secara sederhana, perubahan sosial merupakan perubahan yang terjadi pada kehidupan sosial masyarakat. Perubahan di sini diartikan sebagai sesuatu yang bergerak. Baik bergerak yang mengarah pada kemajuan atau malah pada kemunduran.

Perubahan sosial dalam sosiologi memiliki arti mekanisme dalam struktur sosial yang ditandai dengan perubahan dalam budaya, aturan perilaku, organisasi sosial serta sistem nilai.

Ada beberapa teori perubahan sosial yang dikeluarkan oleh berbagai ahli sosiologi. Apa saja teori perubahan sosial tersebut?

Berikut ini macam-macam teori perubahan sosial di masyarakat yang perlu diketahui dan dipahami, dilansir dari E-modul Sosiologi Kelas XII terbitan Kemdikbud, Kamis (26/10/2023).

2 dari 6 halaman

1. Teori Siklus

Ada ungkapan bahwa hidup manusia bagaikan sebuah roda yang berputar, kadang manusia ada di atas dalam arti hidupnya makmur, tetapi juga kadang di bawah dalam arti hidupnya tidak beruntung.

Seperti itulah sebenarnya pola pikir dari teori siklus tersebut. Penekanan dari teori siklus ini adalah bahwa sejarah peradaban manusia tidak berawal dan tidak berakhir melainkan suatu periode yang di dalamnya mengandung kemunduran, kemajuan, keteraturan, dan kekacauan.

Hal ini berarti proses peralihan masyarakat bukanlah berakhir pada tahap terakhir yang sempurna melainkan, berputar kembali pada tahap awal untuk menuju tahap peralihan berikutnya.

Arnold Toynbee melihat bahwa peradaban muncul dari masyarakat primitif melalui suatu proses perlawanan dan respons masyarakat terhadap kondisi yang merugikan.

Peradaban meliputi kelahiran, pertumbuhan, kemandegan, dan disintegrasi karena pertempuran antara kelompok-kelompok dalam memperebutkan kekuasaan.

Secara jelas, Pitirim Sorokin, ahli sosiologi dari Rusia, menjelaskan perubahan yang menyebabkan masyarakat bergerak naik turun terjadi dalam tiga siklus kebudayaan yang berputar tanpa akhir, yaitu:

1. Kebudayaan ideasional (ideasional culture) yang menekankan pada perasaan atau emosi dan kepercayaan terhadap unsur supernatural.

2. Kebudayaan idealistis (idealistic culture) yang merupakan tahap pertengahan yang menekankan pada rasionalitas dan logika dalam menciptakan masyarakat ideal.

3. Kebudayaan sensasi (sensate culture) di mana sensasi merupakan tolok ukur dari kenyataan dan tujuan hidup.

3 dari 6 halaman

2. Teori Evolusioner

Para ahli teori ini cenderung melihat bahwa perubahan sosial yang terjadi merupakan suatu proses yang linear, artinya semua masyarakat berkembang melalui urutan perkembangan yang sama dan bermula dari tahap perkembangan awal sampai tahap akhir.

Saat tahap akhir telah tercapai, pada saat itu perubahan secara evolusioner telah berakhir. Tokoh dari teori ini, Auguste Comte, seorang sarjana asal Prancis, melihat bahwa masyarakat bergerak dalam tiga tahap perkembangan, yaitu:

1. Tahap Teologis (theological stage), di mana masyarakat diarahkan oleh nilai-nilai supernatural.

2. Tahap metafisik (methaphysical stage), merupakan tahap peralihan dari kepercayaan terhadap unsur supernatural menuju prinsip-prinsip abstrak yang berperan sebagai dasar perkembangan budaya.

3. Tahap positif atau ilmiah (positive stage), di mana masyarakat diarahkan oleh kenyataan yang didukung oleh prinsip-prinsp ilmu pengetahuan.

Tokoh lain yang perlu dipelajari adalah Emile Durkheim, yang lebih melihat bahwa perubahan sosial terjadi karena masyarakat beralih dari masyarakat dengan solidaritas mekanik menjadi masyarakat dengan solidaritas organik.

Solidaritas mekanik ditandai oleh masyarakat yang anggotanya sedikit sehingga hubungan sosial yang terjadi cenderung bersifat informal di mana setiap orang akan saling mengenal serta mempunyai karakteristik sosial yang bersifat homogen seperti pekerjaan.

Sedangkan masyarakat dengan solidaritas organik ditandai oleh masyarakat yang berskala besar dalam jumlah penduduknya, hubungan satu sama lain cenderung bersifat formal yang cenderung didasarkan pada fungsi sosial masing-masing individu.

4 dari 6 halaman

3. Teori Nonevolusioner

Teori nonevolusioner yang sebenarnya masih menganut ide pokok dari teori evolusi. Namun, beberapa ahli membuat perbaikan atas ide-ide teori evolusioner.

Perbaikan tersebut cenderung menganalisis perubahan sosial yang menekankan pada pendekatan unilinear dan teori evolusioner tidak terbukti karena tidak sesuai kenyataan.

Teori ini lebih melihat bahwa masyarakat bergerak dari tahap evolusi, tetapi proses tersebut dilihat secara multilinear artinya bahwa perubahan dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Kendati ada kesamaan dengan teori yang sebelumnya, tidak semua masyarakat berubah dalam arah dan kecepatan yang sama.

Tokoh teori ini antara lain adalah Gerhard Lenski, yang menyatakan bahwa masyarakat bergerak dalam serangkaian bentuk masyarakat seperti berburu, bercocok tanam, bertani dan masyarakat industri berdasarkan bagaimana cara mereka memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Dalam mempelajari konsep dari Lensky, perlu mempelajari konsep kunci dalam pernyataan Lenski, yaitu adanya continuity, inovation dan extinction.

Ketiga elemen tersebut mengarah pada adanya keberagaman dan kemajuan. Di mana masyarakat menjadi makin beragam selagi proses differensiasi terjadi dan kemajuan terjadi tidak hanya karena kondisi hidup yang makin membaik, tetapi juga pada perkembangan teknologi.

5 dari 6 halaman

4. Teori Fungsional

Satu di antara tokoh dari teori fungsional ini adalah Talcott Parson. Ia melihat bahwa masyarakat seperti layaknya organ tubuh manusia, di mana seperti tubuh yang terdiri dari berbagai organ yang saling berhubungan satu sama lain.

Maka itu, masyarakat pun mempunyai lembaga-lembaga atau bagian-bagian yang saling berhubungan dan tergantung satu sama lain.

Parson menggunakan istilah sistem untuk menggambarkan adanya koordinasi yang harmonis antar bagian. Selain itu, organ tubuh mempunyai fungsinya masing-masing maka seperti itu pula lembaga di masyarakat yang melaksanakan tugasnya masing-masing untuk tetap menjaga stabilitas dalam masyarakat.

6 dari 6 halaman

5. Teori Konflik

Teori konflik sebenarnya tidak mempunyai penjelasan yang khusus membahas tentang perubahan sosial. Dalam teori ini, konflik akan muncul ketika masyarakat terbelah menjadi dua kelompok besar, yaitu yang berkuasa (bourjuis) dan yang dikuasai (proletar).

Hasil dari pertentangan antarkelas tersebut akan membentuk suatu revolusi dan memunculkan masyarakat tanpa kelas, pada kondisi tersebut terjadilah apa yang disebut dengan perubahan sosial karena konflik di masyarakat itu selalu muncul terus-menerus maka perubahan akan terus pula terjadi.

Setiap perubahan akan menunjukkan keberhasilan kelas sosial tertentu dalam memaksakan kehendaknya terhadap kelas sosial lainnya.

Ralf Dahrendorf, salah seorang tokoh dalam teori konflik, percaya bahwa dalam setiap masyarakat beberapa anggotanya akan menjadi korban pemaksaan oleh anggota yang lainnya.

Hal ini berarti konflik kelas merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari sehingga perubahan sosial sebagai dampak dari konflik itu juga tidak terelakkan pula.

Dahrendorf menyatakan pula bahwa ia percaya jika perkembangan masyarakat, kreativitas, dan inovasi muncul terutama dari konflik antarkelompok maupun individu.

 

Sumber: Kemdikbud

Baca artikel seputar edukasi lainnya dengan mengeklik tautan ini.

Video Populer

Foto Populer