Sukses


Apa Hukum Mengucapkan Selamat Natal dalam Islam? Ini Penjelasannya

Bola.com, Jakarta - Setiap 25 Desember, seluruh umat kristiani di seluruh dunia memperingati Hari Natal. Peringatan tersebut tentu ditunggu dengan penuh sukacita.

Penyelenggaraan yang meriah itu tidak hanya dirasakan umat kristen saja, bahkan tidak sedikit umat agama lain turut gembira dan mengucapkan selamat.

Ketika Natal tiba, umat agama lain seperti Islam turut mengucapkan selamat Natal. Namun, dilihat dari sisi agama Islam, hukum orang Islam mengucapkan selamat Natal kepada orang Kristen sering menjadi pertanyaan.

Pertanyaan tentang hukum mengucapkan selamat Natal dalam Islam sering kali muncul karena adanya sensitivitas terhadap perbedaan keyakinan dan praktik agama. Lantas, apa hukum mengucapan selamat Natal dalam Islam?

Berikut ini hukum mengucapkan Natal yang perlu diketahui dan pahami umat muslim, disadur dari Liputan6, Jumat (22/12/2023).

 

2 dari 5 halaman

Hukumnya Haram

Adapun, ulama yang mengharamkan pengucapan selamat natal seperti Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Syeikh Ibn Baz, Shalih al-Utsaimin, dan lainnya. Berlandaskan pada QS. Az Zumar: 7, yang artinya:

"Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridai kekafiran hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridai kesyukuranmu."

Menurut golongan pertama, yang berpendapat bahwa hukumnya haram, mengucapkan Selamat Natal termasuk kategori rela terhadap kekufuran. Sebagaimana dalil lainnya adalah sabda Rasulullah saw., yang artinya:

"Bedakanlah dirimu dari orang-orang musyrik, panjangkanlah jenggot dan cukurlah kumis. (HR Al-Bukhari dan Muslim dari Ibn Umar r.a.)"

Juga hadis Nabi saw., yang artinya:

"Siapa yang meniru suatu kaum maka ia adalah bagian dari mereka. (HR Abu Dawud dai Ibnu Umar r.a.)."

Pada intinya, ulama yang mengharamkan ini beranganggapan hari raya sebagai syiar agama. Dengan mengucapkan ini berarti mengakui kebenaran agama tersebut. Padahal, menurut mereka, setiap umat memiliki hari besarnya masing-masing.

Sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a.:

"Ketika Nabi saw. tiba di Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya yang mereka bersenang-senang di dalamnya. Lalu beliau bertanya: Dua hari apa ini? Mereka menjawab: Dua hari yang kami bermain-main di dalamnya pada masa Jahiliyah. Maka Nabi saw. bersabda: Sesungguhnya Allah telah mengganti untuk kalian dua hari tersebut dengan Idul Adha dan Idul Fitri. (HR. Abu Dawud dan Ahmad)."

Nabi juga pernah bersabda kepada Abu Bakar r.a.: "Hai Abu Bakar, setiap kaum memiliki hari raya, dan inilah hari raya kita. (HR Bukhari)."

Alasan lainnya adalah sadd al-dzarî’ah atau memutus akses menuju hal-hal yang dilarang. Sebab, mengucapkan Selamat Natal merupakan jalan menuju hal-hal yang terlarang itu.

3 dari 5 halaman

Hukumnya Boleh

Sebagaimana pendapat Syeikh Yusuf al-Qardhawi bahwa mengucapkan selamat justru merupakan kebaikan (al-birr), sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS Al-Mumtahanah: 8, yang artinya:

"Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu dan tidak (pula) mengusirmu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil."

Begitu pun sebaliknya, diperbolehkan memberikan ucapan selamat dari orang Kristen kepada kita (muslim). Allah berfirman QS An-Nisa’: 86 yang artinya:

"Apabila kamu diberi penghormatan maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah dengan penghormatan yang serupa. Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu."

Adapun, pendapat Ibnu Mas’ud, Abu Umamah dan lainnya serta, Musthafa Ahmad az-Zarqa’ menyatakan bahwa tidak ada dalil yang secara tegas melarang seorang muslim mengucapkan selamat hari raya kepada orang kafir.

Ucapan ini beliau kutip dari hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw. pernah berdiri menghormati jenazah Yahudi.

Penghormatan tersebut tidak ada kaitannya dengan pengakuan atas kebenaran agama yang dianutnya sehingga ucapan selamat kepada umat Kristiani tidak terkait dengan pengakuan atas kebenaran keyakinan mereka, melainkan hanya bagian dari mujamalah (saling berbuat baik) dan muhasanah (sopan-santun) kepada yang berbeda agama.

4 dari 5 halaman

Sikap Islam Terhadap Penganut Agama Monotheis

Selain itu, sikap islam pada penganut monotheis (Yahudi dan Kristen) jauh lebih lembut daripada kepada kaum Musyrikin penyembah berhala. Sebagaimana Al-Qur’an surah Al-Maidah:5, menghalalkan makanan serta wanita ahli kitab untuk dinikahi.

Dalam sebuah riwayat disebutkan, seorang Majusi mengucapkan salam kepada Ibnu Abbas: "Assalamualaikum, dan Ibnu Abbas menjawab: Waalaikumussalam wa rahmatullah. Kemudian sebagian sahabatnya bertanya: Dan rahmat Allah? Ibnu Abbas menjawab: Bukankah mereka hidup itu merupakan bukti mendapat rahmat Allah Swt.?"

Kesimpulannya, ucapan Selamat Natal adalah bagian dari masalah sosial (muamalah, non-ritual). Dalam ushul fiqih disebutkan, semua tindakan non-ritual adalah dibolehkan, kecuali ada dalil yang melarang.

Adapun, menurut golongan kedua, yang memperbolehkan ini, sebab tidak ada satu ayat Al-Qur'an atau hadis pun yang secara gamblang melarang mengucapkan selamat kepada orang non-muslim.

5 dari 5 halaman

Pendapat Ulama Lainnya

Adapun, selain dua pandangan di atas, ada juga ulama yang tidak mengharamkan secara mutlak dan tidak pula membolehkan secara mutlak sehingga diketahui pendapat ketiga ini memilah antara ucapan yang haram dan ucapan yang bisa ditoleransi. Di antaranya:

Ucapan yang halal adalah ucapan yang tidak mengandung hal-hal yang bertentangan dengan syariah, seperti 'Semoga Tuhan memberi petunjuk-Nya'.

Ucapan yang haram adalah ucapan yang mengandung hal-hal yang bertentangan dengan syariah, seperti 'Semoga Tuhan memberkati dan menyelamatkan Anda sekeluarga'. Diketahui, pendapat ketiga ini juga membedakan antara ucapan Selamat Natal karena terpaksa, dengan yang tidak terpaksa.

Jika seorang muslim berada di lingkungan mayoritas nasrani, seperti di Papua, atau negara-negara Eropa atau pegawai yang bekerja kepada orang nasrani maka boleh mengucapan selamat Natal kepada orang-orang nasrani yang ada di sekitarnya. Ucapan selamat itu harus dibarengi unsur keterpaksaan dalam hati (inkar bil qalbi) serta diiringi istigfar.

Pendapat ini berdasarkan kepada firman Allah Swt. QS Al-Nahl, 106 yang artinya: "Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah ia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang terpaksa, padahal hatinya tetap tenang keimanan. Akan tetapi, orang yang menerima kekafiran maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar."

Adapun, sebaliknya jika tidak menimbulkan pengaruh maka tidak diperbolehkan baginya mengucapkan Selamat Natal sehingga yang terbaik yakni, pendapat ketiga, sebab lebih kuat karena menetapkan hukum sesuai situasi dan kondisi.

 

Disadur dari: Liputan6.com (Reporter: Nanda Rabita Nur Ilahiyah. Editor: Camelia. Published: 9/3/2023)

Baca artikel seputar Natal lainnya dengan mengeklik tautan ini.

Video Populer

Foto Populer