Sukses


    5 Kemiripan Timnas U-22 Indonesia dengan Barcelona

    Bola.com, Jakarta - Saat PSSI mendaratkan Luis Milla dari Negeri Matador buat menukangi Timnas Indonesia U-22 yang tampil di SEAGames 2017, publik sepak bola Tanah Air berharap sang mentor mengusung sepak bola indah Tiki-takaala Barcelona atau Spanyol. Namun, ekspektasi tersebut terlihat bertepuk sebelah tangan di sejumlah laga uji coba.

    Organisasi permainan Timnas Indonesia U-22 jauh dari kata indah. Pencinta sepak bola nasional disuguhi gaya bermain umpan lambung dan permainan langsung ke depan yang terkesan menjemukan.

    Luis Milla yang pernah tercatat sebagai pemain Barcelona periode 1984–1990 dan jadi didikan Akademi La Masia sempat jadi objek caci maki, karena dinilai tak memberi nilai lebih pada penampilan Tim Merah-Putih.

    Padahal, pelatih kelahiran Teruel, 12 Maret 1966 itu datang ke Indonesia dengan reputasi membawa Timnas Spanyol U-21 juara Piala Eropa edisi 2011. Pemain-pemain Spanyol berskill tinggi, Juan Mata, Javi Martinez, serta Iker Muniain adalah contoh didikan sang mentor.

    Danurwindo, Direktur Teknik PSSI, sempat melontarkan pembelaan menyangkut metode kepelatihan Luis Milla.

    "Luis Milla ingin Indonesia memainkan sepak bola indah. Namun, itu semua tergantung dari materi pemain yang ia miliki. Di Indonesia ia beradaptasi dengan kualitas pemain yang ada. Buat Milla hasil akhir adalah segalanya. Dicapai dengan sistem permainan yang membuat pemain nyaman," tutur Danur.

    Melihat penampilan Timnas Indonesia U-22 di beberapa pertandingan terakhir, kritikan terhadap Milla mulai mereda. Ketika menemukan kepingan puzzle pemain yang diinginkannya, Milla pelan namun pasti membentuk style bermain tim asuhannya.

    Timnas Indonesia U-22 terlihat mulai memainkan sepak bola dengan mengedepankan penguasaan bola ala Barcelona. Di fase Kualifikasi Piala AFC U-23 2018 pasukan Garuda Muda gagal lolos ke putaran final. Namun dari tiga pertandingan kualifikasi Grup H yang dijalani, Evan Dimas dkk. cenderung menguasai permainan.

    Bahkan saat timnas kalah 0-3 dari Malaysia. Karakter permainan yang mengintimidasi lawan ala Barcelona diperagakan Timnas Indonesia U-22 di dua laga awal penyisihan Grup B SEA Games 2017.

    Saat menghadapi juara bertahan Thailand, Timnas Indonesia U-22 sempat unggul 59 berbanding 41 penguasaan bola terhadap Tim Gajah Putih. Babak kedua ball possession sama kuat 50-50, sama seperti skor akhir pertandingan 1-1. Perimbangan yang jarang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Thailand dikenal selalu memposisikan Indonesia bermain defensif. Contoh konkrit terlihat di final Piala AFF 2016 lalu, di era kepelatihan Alfred Riedl.

    2 dari 6 halaman

    Ideologi Penguasaan Bola

    Ideologi Penguasaan Bola

    Saat menghadapi Filipina dengan kualitas skill individu cenderung di bawah, dominasi Timnas Indonesia U-22 makin menjadi-jadi.

    Tim asuhan Luis Milla sama sekali tak memberi ruang kepada Filipina untuk mengembangkan permainan. Pada babak pertama penguasaan bola Timnas Indonesia U-22 menembus angka 71 persen. Dua gol tercipta di babak pertama lewat sumbangsih Septian David Maulana dan Muhammad Hargianto.

    Memasuki babak kedua dominasi penguasaan bola Tim Garuda Muda persentasenya masih jauh mengungguli The Azkals. Ball possession Evan Dimas dkk. menembus 66 persen, sementara itu Filipina hanya 34 persen. Gol Saddil Ramdani pada babak ini kian membenamkan tim asuhan Marlon Maro.

    Pertandingan kontra The Azkals sebetulnya mirip dengan laga kontra Mongolia, di Kualifikasi Piala AFC U-23 2018. Hanya bedanya pada pertandingan melawan Mongolia, timnas bermain lebih tajam dengan lesakan tujuh gol tanpa balas.

    Menurut data statistik yang disajikan Labbola, anak-asuh Luis Milla melepaskan 944 operan dalam dua pertandingan pertama Grup B. Di mana 775 operan di antaranya menemui sasaran.

    Sebagai pembanding, di era Pep Guardiola, Barcelona tercatat rata-rata 69,37 persen menguasai bola, dengan 654,07 jumlah operan per laga. Tingkat akurasi mencapai 87,91 persen.

    Di era era Luis Enrique, Lionel Messi dkk. menguasai bola rata-rata 68,04 persen (648,13 jumlah operan per laga) dan tingkat akurasi sebesar 87,27 persen. Soal frekuensi, jelas Timnas Indonesia U-22 masih kalah dibanding Barcelona yang beberapa tahun terakhir bersama Real Madrid silih berganti memenangi Liga Champions. Tapi jika dilihat tingkat akurasi, persentase passing Tim Merah-Putih relatif tinggi mendekati Barca.

    Saat menggasak Filipina dengan skor 3-0 di Stadion Shah Alam, Kamis (17/8/2017), selama 90 menit, penggawa Timnas melayangkan 555 operan (463 sukses).

    Ada beberapa hal lain yang membuat Timnas Indonesia U-22 racikan Luis Milla kian kental dengan model bermain Barcelona.

     

    3 dari 6 halaman

    Trio Gelandang Perusak

    Trio Gelandang Perusak

    Trio gelandang Timnas Indonesia U-22, dalam patron permainan 4-3-3, jadi motor permainan. Mereka jadi pemasok umpan dan pengatur tempo. Sosok Evan Dimas-M. Hargianto-Septian David Maulana dipercaya Luis Milla sebagai pengendali ruang mesin timnas di sektor tengah.

    Pembagian peran di antara mereka mirip dengan trio gelandang Barcelona saat masih berjaya,  Xavi Hernandez, Sergio Busquets, dan Andres Iniesta.

    Evan bermain layaknya Xavi Hernandez, jadi playmaker timnas. Ia otak passing game ala Milla. Catatan statistik menunjukkan kalau pemain Bhayangkara FC ini jadi pemain paling banyak melakukan operan di dua laga penyisihan Grup B melawan Thailand dan Filipina. Evan mengoleksi 109 operan.

    Di sisi lain Hargianto didapuk sebagai pemain jangkar dengan gaya bermain setipe dengan Sergio Busquets. Ia jadi pemain pertama penghenti bola saat lawan melakukan tekanan. Pada dua pertandingan, gelandang Persija Jakarta ini banyak melakukan tekel krusial.

    Sama seperti Busquets, Hargianto tidak melulu bertahan. Jika Timnas Indonesia U-22 melakukan pressing di area pertahanan lawan, Hargianto juga ikut naik masuk ke area berbahaya. Gol coming from behind saat duel versus Filipina menjadi bukti nyata peran sang pemain saat jadi pengganggu pertahanan lawan.

    Sementara itu, Septian diposisikan layaknya Iniesta. Ia jadi gelandang serang pemecah kebuntuan. Saat trio penyerang mati kartu, pemain Mitra Kukar tersebut jadi eksekutor peluang emas. 

     

    4 dari 6 halaman

    Rotasi Penyerang

    Rotasi Penyerang

    Dalam skema trio penyerang Barcelona, tidak ada satu pun pemain yang bermain statis. Lionel Messi, Luis Suarez, serta Neymar, kerap melakukan pertukaran posisi saat mengobrak-abrik kotak penalti lawan.

    Di Timnas Indonesia U-22 pun demikian. Dua winger kerap bertukar posisi saat permainan ofensif mulai dibaca lawan. Tak ada satu pun dari Yabes Roni, Saddil Ramdani, Osvaldo Haay, dan Febri Haryadi, yang posisi bermainnya statis, baik di sayap kanan atau kiri. 

    Striker Ezra Walian atau Marinus Manewar juga sering bermain melebar. Walau memang pergerakan mereka belum selentur striker di Barcelona.

    Menariknya, Milla pernah mencoba tiga pemain dengan berkarakter sayap sekaligus. Yabes Roni, secara dadakan dijadikan penyerang tengah dan bermain sebagai penyerang false nine

     

    5 dari 6 halaman

    Fullback Agresif

    Fullback Agresif

    Untuk memberi tekanan bertubi-tubi di dua sisi pertahanan lawan, fullback Barcelona seringkali maju ke depan. Mereka tidak hanya berperan melayangkan crossing, tapi juga berani melakukan tusukan ke area kotak penalti layaknya para penyerang sayap.

    Fullback Barcelona berbeda era seperti Jordi Alba, Dani Alves, Carles Puyol, atau Eric Abidal, adalah figur yang agresif dan kaya improvisasi saat menyerang. Di Timnas Indonesia U-22, Luis Milla kerap memasang fullback setipe macam Rezaldi Hehanusa, Gavin Kwan, atau Putu Gede.

    Konsekuensinya lini belakang Tim Merah-Putih kerap keropos, karena ketiga pemain ini doyan naik ke depan dan terlambat turun. Mirip-mirip dengan kebanyakan fullback Barcelona.

    6 dari 6 halaman

    Guru Asal Italia

    Walau berasal dari Spanyol, sejatinya Luis Milla amat terinspirasi pada dua pelatih top asal Italia, Claudio Ranieri dan Fabio Capello.

    Capello pernah melatih Luis Milla, saat menjadi pemain di Real Madrid (1990–1997). Sementara itu, Ranieri kala di Valencia (1997–2001).

    Saat banting setir menjadi pelatih, Milla banyak mengadopsi sistem bermain kedua arsitek top Negeri Pizza tersebut. Ia bahkan menerapkannya saat memegang Timnas Spanyol U-21 saat menjuarai Piala Eropa U-21 2011.

    Soal inspirasi taktik ala Italia terungkap saat Noval Aziz, analis  taktik dari sekolah kepelatihan sepak bola KickOff! Indonesia membedah taktik permainan Timnas Spanyol U-21 saat di era Milla di acara Bincang Taktik Auditorium SCTV Tower Lantai 8, Senayan City, Jakarta, pada Rabu (29/3/2017).

    "Terutama saat Spanyol bertahan. Sistem bertahan yang dipakai Milla bukan ala Tiki-taka Barcelona yang cenderung menjaga man to man, melainkan lebih zona sistem yang kerap dipraktekkan banyak pelatih di Italia," kata Noval.

    "Saat bertahan tiap pemain di Timnas Spanyol U-21 menciptakan blok zona. Mirip dengan style bermain yang sering dipakai Ranieri atau Capello, yang pernah menjadi  pelatih Milla saat jadi pemain," tambah pria yang aktif melatih tim sepak bola UNY tersebut.

    Analisis Noval jadi terasa masuk akal, saat pembicara lainnya, Ricky mempresentasikan hasil pengamatannya di duel uji coba Timnas Indonesia U-22 kontra Myanmar.

    "Luis Milla amat suka bermain melebar memanfaatkan empat pemain di sisi sayap. Mereka yang amat agresif saat menyerang. Cenderung berbeda dengan style bermain ala Pep Guardiola atau Johan Cruyff yang jadi pionir Tiki-taka di Barcelona," kata Ricky.

    Namun kembali seperti ucapan Danurwindo, Milla mengembangkan strategi berdasarkan ketersediaan pemain. Di Timnas Indonesia U-22 di pentas SEA games saat ini amat memungkinkan bagi dirinya menggeber permainan ofensif dengan mengedepankan penguasaan bola.

     

     

     

     

     

     



































    Video Populer

    Foto Populer