Piala Eropa 2016: Karikatur Juara Itu Bernama Belanda...

oleh Ary Wibowo diperbarui 14 Okt 2015, 18:23 WIB
Para pemain Ceska merayakan kemenangan atas Belanda pada laga kualifikasi Piala Eropa 2016 di Stadion Amsterdam Arena, Belanda, Rabu (14/10/2015). (AFP Photo/Emmanuel Dunand)

Bola.com - Orang Belanda punya pepatah: Geluk en ongeluk wonen onder EEn dak (Keberuntungan dan kemalangan itu tinggal di bawah satu atap). Pepatah ini kiranya juga berlaku bagi tim nasional Belanda. Maksudnya, dengan limpahan pemain bintang, mengapa Belanda kesulitan menjadi juara? Jangankan juara, melihat hasil dua kali laga melawan Islandia saja sudah cukup membuat suporter mereka mengelus-elus dada.

"Di atas kertas, Belanda sangat kuat dan bermain luar biasa, tetapi tiba-tiba datanglah hari buruk, dan Belanda tidak bisa apa-apa lagi." Begitu kata mantan pelatih Belanda, Leo Beenhakker. Pernyataan itu pun kini layak kembali disematkan kepada Belanda setelah dipastikan tidak lolos ke putaran final Piala Eropa 2016 lantaran gagal bersaing dengan tim-tim "sekelas" Islandia, Ceska, Turki, Latvia, dan Kazakhstan di Grup A.

Advertisement

Bahkan, pada laga pamungkas, Selasa (13/10/2015), Belanda dibuat tak berdaya setelah kalah 2-3 dari Ceska yang berhasil lolos ke putaran final dengan status juara grup. Belanda finis di peringkat keempat dengan poin 13 dari 10 pertandingan, kalah lima angka dari Turki, yang pada saat bersamaan berhasil meraih kemenangan 1-0 atas runner-up grup, Islandia.

Seusai pertandingan, hati pemain Belanda diliputi penyesalan dan rasa bermasalah yang tak termaafkan. Wesley Sneijder duduk termenung di pinggir lapangan, Memphis Depay dan Daley Blind berjalan lunglai ke arah ke ruang ganti. Wajar saja penyesalan itu begitu mendalam karena mereka tentu pasti tak habis pikir bagaimana bisa terjadi, tim-tim "kelas dua" mengantar kiprah mereka ke dalam jurang kehancuran?

"Saya merasa kosong baik secara fisik dan mental," kata Sneijder. Gelandang Galatasaray itu tak habis pikir, mengapa timnya banyak melakukan kesalahan dan sering kehilangan inisiatif di setiap pertandingan. Menurut Sneijder, "Ada banyak yang salah. Kami sebenarnya dituntut menjaga kekompakan, tetapi kami mengecewakan. Sekarang, semuanya sudah berakhir."

Para pendukung De Oranje tampak lesu usai menyaksikan kegagalan Belanda menaklukan Ceska di Stadion Amsterdam Arena, Belanda, Rabu (15/10/2015). Belanda gagal lolos ke Piala Eropa 2016. (AFP Photo/Remko De Waal)

Sementara itu, fans Belanda jengkel dan marah. Mereka tak mau tahu seluk-beluk yang sebenarnya. Mereka hanya tahu, ini semua adalah akibat dari kesalahan sang pelatih, Danny Blind. Saking jengkelnya, seusai kekalahan melawan Ceska, mereka langsung "meramaikan"media-media sosial. "Ucapkan selamat tinggal untuk Danny Blind. Dia akan berada di antrean pemecatan!" Begitu salah satu "dampratan" untuk Blind.

Kunci
Kegagalan ini kembali memutar ingatan historis Belanda dalam percaturan sepak bola dunia. Ibarat roller coster, prestasi Belanda naik turun dengan cepat. Belanda mampu menjadi tim hebat, tetapi secepat kilat mereka bisa tampak seperti tim cacat. Kegagalan pada kualifikasi ini juga membuat Belanda menjadi tim ketujuh dengan status sebagai peraih medali perunggu yang tidak lolos pada turnamen berikutnya. 

Polandia gagal lolos ke Piala Eropa 1984 setelah meraih tempat ketiga Piala Dunia 1982. Demikian halnya dengan Prancis (Piala Eropa 1988), Italia (Piala Eropa 1992), Swedia (Piala Eropa 1996), Kroasia (Piala Eropa 2000), dan Turki (Piala Eropa 2004). Hanya Jerman yang tampil konsisten kala menjadi peraih tempat ketiga pada Piala Dunia 2006 dan 2010 lalu sukses lolos ke putaran final Piala Eropa. 

Padahal, pada Piala Dunia 2014, Belanda begitu istimewa. Dengan perkasa mereka menumpas juara bertahan Spanyol 5-1, Australia 3-2, dan Cile 2-0. Pada akhirnya, Belanda kalah adu penalti oleh Argentina di semifinal dan berhasil mengalahkan tuan rumah, Brasil, di perebutan tempat ketiga. Namun, publik sepak bola tetap mengapresiasi lantaran permainan Van Persie dan kawan-kawan begitu atraktif sehingga khitah permainan indah mereka begitu terasa.

Siapakah sosok paling berjasa? Jelas, Menner Louis van Gaal orangnya. Van Gaal sempat mendapat kritik tajam saat mengganti identitas klasik 4-3-3 Belanda menjadi 3-5-2 yang mengunggulkan pertahanan dan mengandalkan seragan balik secara cepat. Meski terkesan pragmatis, Van Gaal beralasan, "Sistem ini merupakan hasil perhitungan kekuatan dan kelemahan yang cocok untuk para pemain saya." 

Robin van Persie merayakan golnya bersama Louis van Gaal di timnas Belanda ( AFP/ Emmanuel Dunand)

Alhasil, taktik Van Gaal mampu membungkam kritik. Sepanjang turnamen, Belanda bermain sangat efektif. Arjen Robben meliuk-liuk dengan indah saat membangun serangan balik, Van Persie melepaskan sundulan maut, disertai aksi terbang yang fantastis hingga membuat Iker Casillas bertekuk lutut. Salah satu pelontar kritik, Johan Cruyff, pun sempat menarik ucapannya. "Van Gaal punya visi yang bagus," kata dia. 

Seusai Piala Dunia, Van Gaal memutuskan hijrah ke Manchester United. Guus Hiddink ditunjuk sebagai suksesor. Seperti pelatih-pelatih sebelumnya, Hiddink kembali mencoba memainkan sistem tradisional Belanda, 4-3-3. Namun, upayanya itu tidak berjalan mulus. Setelah kalah dari Italia pada laga uji coba dan Ceska, lalu Islandia di putaran kualifikasi Piala Eropa, Hiddink dipecat. Posisinya kemudian digantikan oleh Blind.

Meski merupakan salah satu legenda sepak bola Belanda, untuk urusan timnas, Blind tidaklah dapat disamakan dengan Hiddink atau Van Gaal dalam hal mengatur para pemainnya. Toh, sejak beberapa tahun lalu, skuat Belanda diisi oleh gabungan pemain muda dan senior yang kerap terlibat friksi. Dengan kata lain, secara individual mereka hebat, tetapi secara tim mereka belum solid kuat. Teranyar, bukti tersebut bisa dilihat dari pertengkaran antara Van Persie dan Depay sebelum laga melawan Kazakshtan. 

Indah
Oleh karena itu, untuk melatih Belanda, diperlukan sosok pelatih yang mengerti betul filosofi permainan indah total football. Namun, yang patut digarisbawahi adalah dalam sepak bola tidak berlaku aturan baku. Tak jarang, persoalan juga tidak melulu terletak pada sistem, tetapi pada pemberian manfaat dalam diri setiap pemain yang menjalankan sistem itu. Penjelasan ini pun berkaitan dengan sejarah kehidupan masyarakat Belanda.

Orang Belanda juga paham betul makna pepatah, Een krom hout brandt zowel als een recht (Kayu bengkok juga menghasilkan api yang besar). Pepatah itu pula yang menjadikan Pemerintah Belanda menemukan cara memaksimalkan kekurangan geografis, dengan hampir seperempat daratan berada di bawah permukaan laut, dengan membangun kincir angin yang pada akhirnya menjadi estetika negara.

Seorang pendukung Belanda tampak murung menyaksikan kegagalan De Oranje lolos ke Piala Eropa 2016 usai takluk dari Ceska 2-3 di Stadion Amsterdam Arena, Belanda, Rabu (14/10/2015). (AFP Photo/Emmanuel Dunand)

Belum lagi melihat cara pembangunan tata ruang kota. David Winner, dalam karyanya Brilliant Orange: The Neurotic Genius of Dutch Football (2000), menuliskan, letak apartemen dan rumah di Belanda begitu unik, dengan efiesiensi ruang sangat maksimal. Efisensi itu, dinilai Wilner, menjadi kunci filosofi total football yang juga memiliki ciri pemanfaatan setiap sudut lapangan agar permainan dapat berjalan agresif dan pemain bergerak efektif.  

Dengan total football, setiap pemain harus selalu siap berada di posisi yang terus-menerus berganti. Tak ada yang mangkal dalam posisi yang lebih kurang permanen. Dengan kata lain, prinsip dari filosofi total football bukan mencari sistem untuk merusak permainan lawan, melainkan bagaimana permainan sendiri dikembangkan sejauh mungkin agar pemain siap menjalankan sistem tersebut. Hal itulah yang pada akhirnya membuat permainan Belanda indah dan sedap dipandang mata. 

Akan tetapi, kembali, banyak hal tak terduga dalam sepak bola. Boleh orang menjagokan Brasil, yang juga menerapkan permainan indah, sebagai juara, tetapi faktanya banyak bukti malanglah nasib mereka. Begitu pun dengan Belanda. Jika berbagai persoalan ini tak segera diatasi, bisa jadi masyarakat negara berpenduduk 16 juta jiwa itu hanya dapat mengenang kejayaan De Oranje melalui berbagai karikatur Rinus Michels, Marco Van Basten, Frank Rijkaard, Ruud Gullit, hingga Van Persie, buatan seniman-seniman terkenal mereka. 

"Jika Anda ingin masa sekarang berbeda dengan masa lalu, pelajarilah masa lalu itu." - Baruch Spinoza (Filsuf Belanda 1632-1637)

Sumber: Berbagai sumber

Baca juga: 

Duka Belanda Jadi Tangis Bahagia untuk Turki

Takluk dari Ceska, Belanda Gagal Lolos ke Piala Eropa!

Gagal ke Prancis, Belanda Langsung Fokus ke Piala Dunia 2018

Suasana Muram Warnai Kegagalan Belanda Lolos ke Piala Eropa

Sneijder: Kegagalan Belanda Kesalahan Kolektif Bukan Hanya Blind