Makan Konate, Cerita Bermula dari Senayan...

oleh Imelia Pebreyanti diperbarui 17 Okt 2015, 15:00 WIB
Lebih Dekat: Makan Konate (Bola.com/Samsul Hadi)

Bola.com, Bandung - Sopan, ramah, dan penuh senyum. Tiga kata itu tampaknya tepat untuk menggambarkan sosok Makan Konate. Mengenakan kaus dan celana jeans berwarna hitam, pesepak bola asal Mali itu dengan ramah menyambut kedatangan bola.com yang sudah menunggunya di lobi apartemen Konate yang terletak di Kota Bandung.

Hari itu tepat sehari seusai Konate sukses mengantar klubnya, Persib Bandung, lolos ke partai final Piala Presiden 2015. Maung Bandung berhasil mengalahkan Mitra Kukar 3-1 di Stadion Si Jalak Harupat, Sabtu (10/10/2015), setelah di pertemuan pertama kalah 0-1 dari lawan sama. Kegembiraan masih jelas terpancar di wajah Konate.

Advertisement

Pemain Persib, Makan Konate berusaha melewati pemain Mitra Kukar, O.K John pada laga leg kedua semi final Piala Presiden di Stadion Si Jalak Harupat, Bandung, Sabtu (10/10/2015). (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

Pemain berusia 23 tahun itu juga tak segan-segan mengajak bola.com untuk berkeliling di apartemen tempat tinggalnya.

"Ini apartemen tempat saya tinggal. Saya belum lama pindah ke sini lagi. Pertama saya tiba di Bandung, saya tinggal di sini. Tapi kemudian pindah, dan kembali lagi ke sini. Apartemen ini cukup nyaman, ada kolam renang dan lapangan basket," kata Konate sambil membawa bola.com memasuki pekarangan apartemennya.

Tak ada kesan angkuh yang ditunjukkan pria kelahiran 10 November 1991 itu. Padahal, ia adalah salah satu pemain kunci yang berhasil membawa Persib menjuarai kompetisi Indonesia Super League (ISL) musim lalu.

Mantan pemain PSPS Pekanbaru itu bahkan menjadi top scorer tim asuhan Djadjang Nurdjaman dengan 13 gol di musim itu. Tak heran, perannya di gelandang serang di lini tengah tim nyaris tak tergantikan, hingga saat ini.

Cinta Sepak Bola sejak Cilik

Konate tak pernah menyangka akan menjadi pemain sepak bola profesional seperti sekarang. Yang ia tahu hanyalah terus bermain kulit bundar sejak kecil.

Meski sempat diprotes mendiang ibunda tercinta, berkat keteguhan dan kerja keras yang ditunjukkan anak ketiga dari lima bersaudara ini, Konate akhirnya mampu meluluhkan hati sang ibunda. 

"Saya suka bola dari kecil. Ibu saya sampai bertanya-tanya kenapa baju saya bisa kotor? Kenapa sepatu saya hilang? Tapi, saya suka bola dan ibu saya akhirnya memberikan dukungan untuk saya terus bermain bola," kenang penggemar berat Barcelona itu.

Pria kelahiran Bamako, Mali, 24 tahun lalu ini juga menuturkan banyak hal indah tentang negaranya. Menurutnya, Mali seperti mayoritas negara di Afrika lain yang rakyatnya tergila-gila dengan sepak bola. Sepak bola menjadi olahraga utama bagi para penduduknya yang kebanyakan berkencimpung di bidang tekstil dan listrik.

Meski berstatus sebagai 'negara tertinggal', nyatanya negara berpopulasi 14,5 juta penduduk itu mampu melahirkan pemain-pemain andal yang berkiprah di Benua Biru.

"Mali sama seperti Indonesia yang sama-sama negara bola. Banyak pemain Mali juga yang bermain di Liga Prancis dan Inggris," ungkap Konate.

Hal tersebut rupanya menjadi inspirasi bagi pemain yang dikenal religius itu. Berbekal dukungan dari keluarga dan kerja keras, Konate memulai karier profesionalnya pada umur 17 tahun bersama klub lokal tempat kelahirannya di Bamako, Stade Malien. Ia tampil sebanyak 20 kali dan mencetak dua gol.

Dua musim kemudian tepatnya pada 2011, Konate akhirnya pindah ke klub Libya, Al Akhdhar. Namun kariernya tak bertahan lama, di tahun berikutnya ia memutuskan untuk melanjutkan karier ke Indonesia.

Manis Pahit Meniti Karier di Indonesia

Semua bermula pada tahun 2012 saat Konate bersama rekan-rekan pemain asing sedang bermain bola di Senayan, yang merupakan kegiatan rutinnya di setiap Kamis dan Minggu. Bakatnya mengolah si kulit bundar membuat pelatih PSPS Pekanbaru kala itu, Mundari Karya, langsung terpukau.

Tak mau berpikir lama, Mundari langsung menghubungi agen Konate, Doucoure Mohamadou, untuk mengajak kliennya bergabung dengan timnya dan menetap di Pekanbaru. Konate pun memberi respons positif. Sebelum bergulirnya ISL musim 2013, ia sudah resmi menjadi pemain PSPS.

Pemain Persib, Makan Konate mengontrol bola saat latihan jelang semi final Piala Presiden melawan Mitra Kukar di Stadion Aji Imbut, Tenggarong, Kaltim, Sabtu (3/10/2015). (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

Langkah Mundari terbukti tepat, Konate berhasil mencetak enam gol dari 16 penampilannya di musim pertama bersama PSPS.

"Saya berterima kasih banyak kepada Mundari. Saya tak akan bisa lupa dengan jasanya. Saya senang dengan Mundari yang sudah banyak memberi saya motivasi," ucap Konate penuh emosional dengan mata berkaca-kaca.

"Mundari pernah bilang 'Konate kamu memiliki permainan yang bagus, jangan sombong. Sabar saja lama-lama kamu akan punya nama besar di sini'," lanjut pemain pengidola Yaya Toure ini.

Namun, tak semua hal berjalan dengan baik. Asykar Bartuah, julukan PSPS harus berjibaku dengan masalah finansial selama mengarungi ISL. Klub asal Riau ini pun dengan berat hati merelakan sejumlah pemain termasuk Konate yang hijrah ke Barito Putera pada putaran kedua ISL 2013.

"Saya pindah dari Pekanbaru ke Banjarmasin. Di Barito saya senang bisa ketemu dengan pemain Mali juga yaitu Coulibaly Djibril. Kami sering ngobrol dan selalu saling memberikan motivasi. Kota Banjarmasin juga sama bagusnya dengan Pekanbaru," tutur Konate.

Penampilan Konate bersama Laskar Antasari, julukan Barito pun terbilang cukup baik. Dari 14 laga yang dilakoni, ia mampu mengemas enam gol.

Seperti yang dikatakan Mundari, Konate pun perlahan menunjukkan tajinya di dunia sepak bola Tanah Air. Tawaran demi tawaran dari klub-klub besar pun dikantonginya saat itu.

Dari nama-nama tim besar seperti Arema, Persipura, Persipam, dan Persija, Konate akhirnya menjatuhkan pilihannya untuk bergabung dengan Persib Bandung, klub yang hingga kini masih setia dibelanya.

"Saya bilang ke agen kalau saya suka bermain untuk Persib. Persib punya banyak pemain lokal yang bagus dan kompak. Saya juga senang dengan bobotoh, mereka fans yang fanatik di Indonesia bahkan Asia," terang Konate.

Pada awal musim 2014, Konate akhirnya melanjutkan kariernya bersama Maung Bandung. Pemain bernomor punggung 10 itu  cepat 'nyetel' di musim pertama dengan membawa Persib juara ISL 2014. Ini merupakan gelar pertama Persib setelah penantian panjang selama 19 tahun.

Namun selepas euforia tersebut, tak ada yang menyangka kalau 2015 menjadi tahun kelam dalam dunia persepakbolaan Tanah Air. Ya, konflik antara PSSI dan Menpora membuat Indonesia mendapatkan sanksi suspensi dari FIFA pada bulan Mei.

Hal tersebut sempat membuat nasib Konate di klubnya terkatung-katung, apalagi isu pembubaran Persib sempat merebak. Tak ada kompetisi liga domestik maka klub tak mendapat pemasukan, alhasil pemain terpaksa menjadi pengganguran.

Demi keluar dari masalah itu, banyak pesepak bola yang akhirnya meninggalkan karier di Indonesia dan mencoba peruntungan di negeri orang bersama klub lain. Tak sedikit pula di antara mereka terpaksa meninggalkan dunia sepak bola dan banting setir menjalani pekerjaan lain.

Namun, tidak dengan Konate. Ia memilih setia di Persib meski sudah mendapat tawaran menggiurkan dari klub- klub Afrika dan Eropa.

"Setelah liga bubar, saya sempat pulang ke Mali selama dua bulan. Saya ke sana tetap melakukan latihan dan gym untuk menjaga kondisi saya, karena jika sudah terlalu lama tak ada kompetisi, badan saya bisa drop," ucap Konate.

"Selama di sana, banyak tim yang memanggil saya.  Tapi saya tidak mau berpindah ke klub lain. Saya ingin tetap di Persib, karena saya sudah dapat banyak inspirasi di sana," lanjut pemain yang senang makan bakso itu.

Boaz Solossa dan Makan Konate merupakan pemain ISL yang direkomendasikan pelatih, Tony Ho.

Tinggalkan Keluarga di Usia Muda

Sudah hampir empat tahun sejak Konate memutuskan untuk meninggalkan kampung halamannya dan mengadu nasib di Indonesia.

Tentu bukan perkara yang mudah bagi Konate untuk pergi jauh dari keluarga tercinta. Apalagi usianya saat meninggalkan Mali masih terbilang amat muda yakni pada usia 20 tahun.

Ia pun cuma bisa melepas kerinduan kepada ayah dan kakak-adik tercinta lewat sambungan telepon. Sang ayah adalah satu-satunya orangtua yang dimiliki setelah ibunda tercinta meninggal pada 22 Juni 2014.

"Tinggal sendirian di sini tanpa keluarga tentu sepi. Saya cuma bisa menelepon ayah saya dan banyak berdoa dari kejauhan untuk almarhum ibu saya. Senang rasanya jika sudah bisa bicara dengan ayah," ungkap Konate yang salah satu kakaknya berprofesi sebagai pengusaha di Nigeria.

Pemain yang juga mengagumi Boaz Salosa itu memang merupakan sosok yang dikenal dekat dengan keluarga. Bahkan gaji pertama yang diterimanya saat berada di PSPS langsung dikirimkan kepada orang tuanya.

Tak cuma kangen-kangenan dengan keluarga, Konate juga melepas rindu dengan sang tunangan yang juga menetap di Mali. Baginya, jarak jauh bukanlah penghalang untuk terus bisa merajut cinta.

"Long distance tidak apa-apa, yang penting saya fokus sama dia, dan dia juga percaya sama saya di sini," ucap Konate sambil tersipu malu.

Konate mengaku sudah menyusun rencana untuk berbulan madu ke Pulau Dewata jika telah menikahi tunangannya itu. Kabarnya ia akan menikahi sang tunangan tahun depan.

Sekadar informasi, belahan jiwanya itu ternyata adalah adik kandung dari Abdoulaye Maiga yang merupakan rekan senegara Konate dan tengah berkarier bersama Sriwijaya FC.

Punggawa Persib, Makan Konate bersama Ahmad Jufriyanto bersiap di ruang ganti jelang leg kedua semi final Piala Presiden melawan Mitra Kukar di Stadion Si Jalak Harupat, Bandung, Sabtu (10/10/2015). (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

Bak suratan takdir, Konate bakal bertemu dengan calon kakak iparnya itu saat perhelatan partai final Piala Presiden antara Persib Bandung vs Sriwijaya FC di Gelora Bung Karno, Minggu (16/10/2015) esok.

Merajut Persahabatan di Indonesia

Konate memang bukan pemain asal Mali satu-satunya yang merumput di Indonesia. Bersama Coulibaly Djibril, Abdoulaye Maiga, dan Morimakan Koita, keempatnya sudah merasakan suka duka sebagai seorang pesepak bola di perantauan. Sekarang, tinggal Maiga, Konate, dan Koita yang masih berkiprah di Indonesia. 

Konate sudah lama berteman dengan Djibril, Koita, dan Maiga sewaktu di Mali. Mereka sama-sama berasal dari kampung halaman yang sama di Bamako dan sempat bermain dalam satu tim lokal.

Kini Konate, Maiga, dan Koita bersama-sama meniti karier di Indonesia dengan membela tiga klub berbeda. Konate berada di Persib, Koita bermain bersama Arema Cronus sedangkan Maiga adalah pemain Sriwijaya FC. Namun, perbedaan klub, jarak, dan lokasi tempat tinggal tidak membuat persahabatan mereka putus.

Sekedar bertegur sapa lewat sambungan telepon membuat Konate sudah cukup senang. Maklum, di luar urusan sepak bola, Konate memang tak punya banyak aktivitas. Jika kompetisi sedang libur, ia lebih sering menghabiskan waktu di dalam kamar apartemennya dengan berselancar di dunia maya, nonton televisi, dan salat.

Tak jarang, ia bersama teman baiknya yang lain sekaligus rekan setimnya di Persib, Muhammad Taufik, hang out bersama ke mal di Kota Kembang untuk melepas bosan.

Sejauh ini, Konate mengaku masih kerasan untuk tinggal di Indonesia yang sudah dianggapnya sebagai rumah kedua. Ia mencintai Persib dan para bobotoh.

Meski ia sudah menyandang status sebagai pemain bintang di Indonesia dan Persib, belum terbesit dalam pikiran Konate melakukan naturalisasi untuk jadi warga negara Indonesia (WNI).

Layaknya jutaan pesepak bola lain di muka bumi ini, Konate memimpikan untuk bisa memperkuat tim nasional negaranya suatu saat nanti. Ia akan berjuang demi meraih peluang merealisasikan impiannya itu.

"Tidak mudah bermain untuk Timnas Mali karena negara kami punya banyak pesepak bola berbakat yang bermain di sejumlah negara Eropa dan Asia. Tapi, Insya Allah, saya bisa main untuk tim nasional," kata Konate.

Sebelum mencapai mimpi itu, Konate kini memiliki tugas lain yang tak kalah menantang, bahkan lebih berat: membawa Persib menjuarai Piala Presiden di Stadion Gelora Bung Karno. Jika dulu hanya bermain sepak bola ala kadarnya, sekarang Konate kembali sebagai bintang, dan cerita ini semua bermula dari Senayan...

 

Baca Juga :

Pecah Telur Gol, Musafri: Akhirnya Keberuntungan Saya Datang Juga

Nyaris Celaka, T.A. Musafri: "Saya Sudah Maafkan Keceng"

Viking Minta Ditempatkan di Tribune Timur SUGBK