Runtuhnya Kejayaan Persik Usai Ditinggal Duet Menantu-Mertua Iwan Budianto dan HA Maschut

oleh Gatot Susetyo diperbarui 08 Mei 2020, 07:30 WIB
Kolase - Persik Kediri (Bola.com/Adreanus Titus/Foto: Gatot Susetyo)

Bola.com, Jakarta - Roda kehidupan selalu berputar. Tuhan selalu punya cara untuk memberikan ujian. Kemudahan dan kesulitan sejatinya adalah cara Sang Maha Kuasa menunjukkan kuasa-Nya.

Begitu pula nasib Persik Kediri. Klub berjuluk Macan Putih ini sempat tampil mengejutkan dengan mencatat hattrick gelar juara mulai Divisi II (2001), Divisi I (2002), dan Divisi Utama (2003). Padahal skuat Persik saat itu dihuni pemain semenjana.

Advertisement

Di tangan duet mertua-menantu, Walikota Kediri HA Mascut dan Iwan Budianto, Persik menorehkan prestasi spektakuler. Sukses ini berlanjut pada Liga Indonesia 2006. Kali ini klub asal Kota Tahu ini royal belanja pemain berkualitas.

Di jajaran legiun asing ada Cristian Gonzales, Ebi T. Sukore, Danilo Fernando, Marcelo, dan Leo Gutierrez. Penggawa lokal juga didatangkan.

Namun sejak ditinggalkan HA Maschut yang telah purna tugas dua kali menjabat Walikota Kediri, sepak terjang Persik pun mulai terseok-seok. Masa kejayaan Persik di kancah sepak bola Indonesia hanya berlangsung sewindu (2002-2009).

Iwan Budianto yang berniat melanjutkan kiprah mertuanya sebagai Walikta Kediri pun kandas. Pada 2009, sosok yang akrab disapa IB ini kalah pada Pilwali Kediri. Iwan Budianto harus ikut HA Maschut pulang ke Malang.

Pergantian tampuk pemerintahan Kota Kediri ke tangan Walikota Samsul Ashar yang kurang paham seluk-beluk mengurus sepak bola jadi penyebab keruntuhan Persik.

Apalagi Pemerintah juga melarang penggunaan APBD untuk membiayai klub sepak bola profesional. Sehingga Samsul Ashar pun kelimpungan menghidupi kelangsungan juara Indonesia 2003 dan 2006 ini.

 

Video

2 dari 3 halaman

Sinyal Kehancuran

Edy Paryono Sartono, Bambang Nurdiansyah dan Jafri Sastra. (Bola.com/Dody Iryawan)

Tanda kehancuran Persik sudah nampak di masa persiapan. Edy Paryono yang ditunjuk sebagai arsitek tiba-tiba mengundurkan diri, sebelum kick off Liga Super Indonesia dimulai.

"Saya sudah melatih dua bulan, tapi gaji belum dibayar. Saya lebih baik mundur dan pulang ke Semarang," kata Edy Paryono ketika itu.

Manajemen Persik segera mendatangkan Gusnul Yakin untuk menggantikan Edy Paryono. Namun Gusnul Yakin tak bisa berbuat banyak. Karena dia datang ke Kediri saat tim telah terbentuk.

Di paruh musim, akhirnya Gusnul Yakin pun harus lengser karena Persik terpuruk di papan klasemen. Agus Yuwono, asisten pelatih, didaulat untuk memperbaiki permainan Persik. Mantan penggawa Timnas Garuda ini mencoret dua legiuner asing, Amarildo Souza (Brasil) dan Patricio 'Pato' Morales (Cile) yang dianggap kurang mengangkat performa tim.

Agus Yuwono mendatangkan trio impor dari ras kuning, Korsel dan Cina. Ada Han Jin-ho, Jeon Byuk-uk (Kosel), dan eks Timnas China Zhang Shuo.

Alih-alih penampilan bisa membaik, sebaliknya Persik masuk jurang degradasi. Harianto dkk. bersama Persebaya dan Persitara harus terlempar ke Divisi Utama. Persik gagal merebut tiket playoff. Meski sama-sama memiliki poin 39 dengan Pelita Jaya, Persik kalah agregat minus gol dengan hanya selisih tiga butir.

 

3 dari 3 halaman

Pailit

Jaya Hartono di Persik Kediri. (Bola.com/Dody Iryawan/Foto: Gatot Susetyo)

Belajar dari kegagalan tersebut, Samsul Ashar pun mulai serius dan berambisi mengembalikan Persik ke kasta tertinggi sepak bola Indonesia.

Musim 2010, Jaya Hartono yang pernah memberi gelar juara 2003 ditarik pulang ke Kediri. Namun, kali ini tangan Jaya Hartono tak dingin lagi.

Setahun berselang di era kompetisi Divisi Utama IPL, Djoko Malis Mustofa, legenda Niac Mitra yang sempat sukses menukangi Persmin Minahasa juga dipercaya untuk menakhodai Persik. Tapi pria asal Jombang, Jatim, ini juga gagal.

Baru pada musim 2013, ketika Persik dipoles salah satu legendanya Aris Budi Sulistyo bisa kembali ke habitatnya. Tapi Macan Putih hanya satu musim, pada 2014 mencicipi ISL.

Pasalnya, musim berikutnya Persik bersama Persiwa oleh PT LI dinyatakan pailit akibat terbelit hutang kepada para pemainnya. Kompetisi musim 2015 akhirnya ditiadakan akibat PSSI di-banned FIFA.