Kolom: Menikmati MotoGP Tanpa Valentino Rossi, Masihkah Menarik?

oleh Yus Mei Sawitri diperbarui 16 Nov 2021, 11:50 WIB
Kolom Olah Bolacom Yus Mei Sawitri - Valentino Rossi (Bola.com/Adreanus Titus)

Bola.com, Jakarta - Kisah cinta yang paling indah pun terkadang harus berakhir. Valentino Rossi dan MotoGP akhirnya saling mengucapkan salam perpisahan. Sebuah era telah berakhir. Di hadapan lautan penonton yang mengenakan atribut berwarna kuning di tribune Sirkuit Ricardo Tormo, Valencia, Minggu (15/11/2021), The Doctor melenggang melakoni balapan terakhirnya di MotoGP.

Rossi finis di posisi ke-10. Toh, posisi berapa pun tidak terlalu penting. Balapan itu menjadi milik Valentino Rossi seutuhnya. Semua mata di sirkuit dan jutaan lainnya di depan televisi tertuju kepadanya.

Advertisement

Setelah merampungkan "tarian terakhirnya", Rossi mengendarai motornya mengitari trek Ricardo Tormo. Pembalap Italia itu mendapat sambutan luar biasa dan emosional dari 76.226 penonton yang memadati tribune. Langit pun tampaknya ingin ikut berpartisipasi dengan menampakkan warna birunya yang indah. Tepuk tangan membahana, tak sedikit mata yang basah berlinangan air mata. 

Ia memuntaskan petualangannya di ajang grand prix dengan torehan 26 tahun, 432 penampilan, 115 kemenangan, 235 podium, dan 65 pole. Pembalap paling fenomenal dalam sejarah MotoGP tersebut akhirnya menutup buku kariernya saat usianya sudah menginjak 42 tahun. Sungguh perjalanan yang sangat panjang.  

Ketika balapan MotoGP Valencia baru berjalan beberapa lap, saya mengirim pesan kepada seorang teman. Dia penggemar fanatik yang memuja Rossi, tak pernah bosan bergembira maupun bersedih bersama The Doctor sejak tahun 2000. Dia selalu diselimuti antusiasme ketika menunggu balapan MotoGP di akhir pekan meskipun selama dua tahun terakhir sangat langka melihat Rossi naik podium, tepatnya hanya satu kali ketika finis ketiga di MotoGP Jerez 2020. 

Saya penasaran menanyakan perasaannya menonton the last dance Valentino Rossi, apakah dia akan tetap antusias menunggu balapan MotoGP setiap pekan setelah Rossi pensiun, karena saya tahu dirinya juga senang mengikuti kiprah anak didik The Doctor. 

"Agak sedih, tapi enggak apa masih bisa follow Rossi (di media sosial). Mungkin nanti kadang-kadang menonton balapan untuk memantau Luca Marini (adik Rossi) dan anak-anak akademinya. Tapi yang jelas tidak akan nonton seintens dulu, sesempatnya saja," jawab dia membalas keingintahuan saya. 

"Rasanya pasti bakal aneh. Kalau pun nonton balapan MotoGP nanti, tidak akan lagi rasa deg-degan, panas dingin. Ya, seperti nonton balapan Moto2 atau Moto3." 

Percakapan kami melalui pesan singkat berlanjut sembari menonton balapan. Dia masih bisa tertawa dan bercanda. Namun, ketika Valentino Rossi melintasi garis finis, perasaan emosional menyapunya. "Nah ini aku sedih, terakhir kali melihat nomor 46 melintasi garis finis," tulisnya singkat. 

 

2 dari 4 halaman

Fenomena yang Tak Tergantikan

Rossi benar-benar menjadi aktor utama. Meskipun hanya menempati posisi ke-10 saat balapan, kamera terus terarah kepadanya agar penggemar di seluruh dunia dapat menyaksikan kehebatannya. (AP Photo/Alberto Saiz)

Saya yakin bukan hanya dia yang akan merasa hambar ketika menyadari fakta akan menonton MotoGP musim depan tanpa kehadiran sosok Valentino Rossi. Selama bertahun-tahun Rossi telah menjadi icon MotoGP. Tak ada pembalap yang seperti dirinya, bahkan mungkin tak akan pernah muncul lagi di masa mendatang. 

BBC menyebut dalam 26 tahun Rossi telah menjadi fenomena global, melampaui MotoGP itu sendiri dan, menyedot jutaan orang untuk menjadi penggemar MotoGP.

Komentator MotoGP, Nick Harris, merangkum posisi Rossi di MotoGP dalam satu kalimat yang terasa tepat. Rossi adalah seseorang yang mengubah olahraga balap motor itu dan membawanya ke tempat yang belum pernah dicapai sebelumnya. 

Bagi banyak orang, Rossi benar-benar legenda motorsport, bersama sosok-sosok seperti Michael Schumacher, Ayrton Senna, Giacomo Agostini, Mike Hailwood, dan Mick Doohan. Bahkan, mungkin ia yang paling unik. 

"Dia berbeda dari apa pun yang pernah kita lihat sebelumnya," kata Harris kepada BBC Sport. "Dia tengil, karismatik, suka bersenang-senang dan mengerti persis apa yang harus dilakukan dan itu berhasil."

"Saya telah terlibat di F1 dengan pembalap-pembalap seperti Michael Schumacher dan Ayrton Senna dan rollercoaster yang disuguhkan Rossi bahkan lebih besar daripada mereka. Luar biasa," imbuh Harris. 

Klaim BBC bahwa nama besar Rossi melampui MotoGP rasanya sulit dibantah.  Siapa pun pembalap yang Anda dukung di MotoGP, mustahil mengabaikan kehadiran Rossi. Bahkan, untuk banyak orang awam, Rossi adalah satu-satunya pembalap yang mereka kenal. Tak sulit menemukan t-shirt Rossi dikenakan orang di berbagai penjuru dunia. 

Kampung halaman Rossi di Tavullia menjadi tempat "ziarah suci" bagi fansnya. Lebih dari 20.000 orang mengunjungi Tavullia setiap tahun, dari berbagai penjuru Eropa, Asia, dan Amerika Selatan. 

Bahkan, bintang-bintang Hollywood tak bisa menolak pesonanya. Brad Pitt, Tom Cruise, dan Daniel Day-Lewis adalah penggemar berat Rossi. 

Nama besar Valentino Rossi di Indonesia bahkan sangat fenomenal. Dia menjadi magnet hebat bagi pencinta balap motor, bahkan orang awam pun mengenalnya, dari berbagai lapisan sosial dan usia.

Tak heran, pabrikan yang menaungi The Doctor hobi bolak-balik membawanya ke Indonesia setiap tahun, meskipun tak ada seri MotoGP di sini. Namanya jadi jaminan larisnya penjualan sepeda motor. Kalau tidak percaya tanyakan saja pada Honda dan Yamaha, dua tim yang merasakan efek Rossi. 

Kalau diingat-ingat, orang Indonesia benar-benar terkena sihir pembalap asal Tavullia itu, terutama di masa jaya The Doctor. Ketika akan menyaksikan MotoGP di televisi, kata-kata yang terlontar biasanya "mau nonton Rossi balapan". Ketika balapan selesai yang kerap ditanyakan bukan juaranya, tapi "Rossi finis ke berapa?".  Ketika melihat orang mengebut di jalanan yang terucap, "siapa sih yang ngebut itu, memangnya Valentino Rossi?". 

Seperti itulah gambaran pengaruh besar Rossi untuk penggemarnya di Indonesia. Banyak orang yang menganggap Rossi adalah MotoGP dan MotoGP adalah Rossi. 

    

3 dari 4 halaman

Membayangkan Masa Depan MotoGP Tanpa Rossi

Pabrikan asal Iwata itu mendedikasikan pesan penuh cinta dan salam perpisahan dari motor M1, yang jadi tunggangan andalan The Doctor di Yamaha untuk Valentino Rossi. Grazie Vale. (AP Photo/Alberto Saiz)

Rossi selalu hadir di kelas premier sejak brand MotoGP diciptakan pada 2002, menggantikan balapan 500cc. Jadi, wajar ketika banyak orang bertanya-tanya seperti apa masa depan MotoGP setelah ditinggal icon terbesarnya. 

"Bayangkan, saya berada di sini sejak balapan pertama MotoGP, karena sebelumnya namanya bukan MotoGP. Jadi, sejak awal MotoGP Anda sudah punya Rossi," kata Rossi sembari tertawa, ketika membicarakan perjalanan kariernya di MotoGP, seperti dikutip ESPN

Memang benar dalam beberapa tahun terakhir level kompetitif Rossi telah memudar. Dia telah jauh terpelanting dari masa keemasannya. Pembalap yang pernah dijuluki Rossifumi tersebut bukan lagi langganan podium, alih-alih gelar juara. Pada musim 2020, Rossi tercecer di peringkat ke-16. Tahun ini bahkan lebih buruk, menutup musim di urutan ke-18. 

Penggemar MotoGP tanpa sadar akhirnya terbiasa melihat balapan tanpa terlalu berharap Rossi terlibat dalam duel-duel memperebutkan kemenangan. Fans fanatik Rossi juga pasti tahu benar fakta ini, meskipun mereka tetap menonton balapan untuk menikmati momen-momen terakhir The Doctor di MotoGP yang sangat berharga. Tribune khusus fans Rossi di hampir setiap sirkuit tetap semarak hingga balapan terakhir sang maestro MotoGP.  

Apakah popularitas MotoGP akan terjun bebas setelah Rossi pensiun? Sejarah menunjukkan F1, NBA sempat kesulitan ketika ditinggalkan iconnya, Michael Schumacher dan Michael Jordan. Bahkan, ada yang meyakini F1 dan NBA tidak pernah benar-benar pulih ke masa keemasannya, meskipun hidup terus berjalan dan sosok-sosok baru muncul, begitu juga penggemar-penggemar anyar. 

Bos Dorna, Carmelo Ezpeleta, menepis kekhawatiran MotoGP bakal limbung karena ditinggalkan Rossi. Menurutnya, MotoGP sudah punya fondasi kukuh, meski mengakui sosok The Doctor mustahil tergantikan. 

"MotoGP telah berdiri sendiri dengan tegak. Ada Valentino Rossi atau tidak, MotoGP tetap akan menyuguhkan tontonan menarik, terutama dari televisi," kata Ezpeleta tak lama setelah Rossi mengumumkan akan pensiun pada 5 Agustus 2021. 

"Tidak bisa dibantah, Valentino memang tidak tergantikan. Namun, semua ada masanya dan semua ada generasinya. Kita akan melihat kesuksesan seperti Valentino Rossi, meskipun tidak bisa menggantikannya." 

Ezpeleta menggarisbawahi kepergian Rossi tak akan terlalu memengaruhi tontonan MotoGP di televisi. Secara tersirat dia menyadari tanpa Rossi bakal berpengaruh besar di sirkuit. Rossi punya tribune khusus yang dikuasai penggemarnya hampir di semua sirkuit. Entah seperti apa nasib tribune-tribune tersebut musim depan, kemungkinan penjualan tiket akan menurun. Yang jelas, warna kuning tak akan lagi menjadi pemandangan jamak di tribune pada setiap balapan.

Benarkah Dorna tak perlu cemas berlebihan menyikapi kehilangan Rossi?   

 

4 dari 4 halaman

Menciptakan Pahlawan Baru

Hebatnya, The Doctor bukan hanya berkarier panjang. Dia menghiasi kariernya dengan pencapaian gemilang, merangkul jutaan fans, dan membuat MotoGP menjadi lebih moncer. (AFP/Jose Jordan)

Fakta tidak terbantahkan adalah pensiunnya Rossi meninggalkan lubang menganga di MotoGP. Dorna Sports punya tugas berat menambal lubang tersebut. Butuh waktu lama, formula yang tepat, dan mungkin akan menjadi pertarungan panjang. Musim depan akan memberi petunjuk seberapa besar efek kerusakan dari kepergian Rossi bagi MotoGP. 

Namun, jika memandang dari sisi lain, performa buruk Rossi dalam dua musim terakhir, bahkan tiga musim, bagaikan masa transisi. Fans seperti disiapkan menikmati balapan MotoGP tanpa Rossi. 

Kemunduran performa Rossi menjelang akhir kariernya menjadi skenario yang tak disangka cukup menguntungkan bagi MotoGP. Bayangkan saja bagaimana terguncangnya MotoGP jika Rossi gantung helm lebih awal, saat masih di puncak kariernya. Kerusakan yang ditimbulkan mungkin akan lebih susah dibenahi. 

Saat kehebatan Rossi di sirkuit memudar, publik mulai dibuat terbiasa menyaksikan bintang-bintang baru bermunculan dan mengambil alih panggung. Marc Marquez digadang-gadang menjadi icon baru MotoGP menggantikan Rossi, apalagi pembalap Spanyol itu sudah mengantongi delapan gelar juara dunia di semua kelas. Tetapi, Baby Alien malah dihantam cedera parah pada balapan pertama MotoGP 2020, dan kini mengalami gangguan di mata, yang membuat prospeknya mengambil alih beban Rossi sebagai magnet utama MotoGP mulai diragukan. 

Saat Marquez, yang mendominasi MotoGP sejak debut pada 2013, cedera, bintang-bintang baru unjuk gigi. Fabio Quartararo mulai didapuk menjadi the next superstar.  Ada juga beberapa pembalap lain yang punya karakter unik dan memberi warna tersendiri di MotoGP, sebut saja Joan Mir, hingga dua anak didik Rossi, Francesco Bagnaia dan Marco Morbidelli. Balapan MotoGP mulai membentuk imej baru: sengit dan sulit ditebak pemenangnya.

Mencuatnya nama-nama bintang baru itu diiringi masuknya fans anyar. Ada pergeseran yang terjadi. Sebagian fans Rossi mungkin pergi dari MotoGP, tapi ada juga penggemar lain yang masuk menggantikan mereka. 

Rasanya perhelatan MotoGP tidak akan terjun bebas setelah Rossi pensiun. Ya, efeknya pasti besar, tetapi tak akan membuat MotoGP terpuruk. Dua tahun terakhir membuktikan nadi MotoGP tetap berdetak ketika sinar Rossi memudar, meski ada yang menganggap pesonanya tak semenarik dulu. 

Namun, Dorna juga harus menyiapkan taktik yang tepat untuk menjaga pesona MotoGP tak terus tergerus. Apa solusinya? MotoGP harus berusaha menciptakan icon baru lagi, meski hampir mustahil menyaingi kebintangan Rossi. Bagaimana pun, setiap peperangan butuh pahlawan. MotoGP pun butuh pahlawan baru.

Yus Mei Sawitri 

*) Penulis junalis di Bola.com   

 

 

 

Berita Terkait