Menteri Bahlil Klarifikasi Dugaan Tambang Ilegal Picu Bencana di Sumatra

Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia memberikan penjelasan terkait dugaan tambang ilegal berkontribusi terhadap banjir bandang yang terjadi di Aceh dan Sumatra Utara.

BolaCom | Aning JatiDiterbitkan 30 November 2025, 07:20 WIB
Gambar udara ini menunjukkan jembatan rusak akibat banjir bandang di jalan utama yang menghubungkan Aceh dan Sumatra Utara di Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh, Indonesia pada 28 November 2025. (Chaideer MAHYUDDIN/AFP)

Bola.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, memberikan penjelasan terkait dugaan keterlibatan tambang ilegal dalam banjir bandang yang menimpa Aceh dan Sumatra Utara.

Ia mengakui bahwa kegiatan pertambangan yang tidak dikelola secara baik berpotensi menimbulkan bencana.

Advertisement

Bahlil menegaskan akan melakukan pemeriksaan lebih mendalam terkait aktivitas tambang ilegal yang dicurigai menjadi pemicu bencana tersebut.

"Nanti kami cek, nanti kami cek ya," ujar Bahlil saat berada di DPP Golkar, Jakarta, dikutip Minggu (30-11-2025).

Ia juga berbagi pengalaman saat masih berprofesi sebagai pengusaha tambang, di mana aktivitasnya mencakup penebangan pohon. Pengurangan serapan air dari praktik tersebut berdampak negatif terhadap lingkungan, yang pada akhirnya memicu banjir dan longsor.

"Berdasarkan pengalaman itu, dampaknya sekarang terlihat. Ketika pertambangan atau perkebunan tidak diatur dan dikelola dengan baik maka lingkungan dan sosial akan terdampak. Hari ini yang terjadi, tanah longsor karena pengundulan hutan, banjir juga mengalami hal serupa," kata Bahlil dalam acara Aksi Nyata Bumi Lestari.


Proses Investigasi Satgas PKH

Tim penyelamat memegang tali dalam upaya mengevakuasi kendaraan dan warga yang terjebak banjir di Padang, Provinsi Sumatera Barat pada Kamis 27 November 2025. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Padang, Sumatra Barat melaporkan, total 27.433 warga terdampak banjir akibat hujan deras yang mengguyur wilayah tersebut sejak awal pekan lalu. (REZAN SOLEH/AFP)

Sebagai Menteri ESDM, Bahlil berkomitmen menata pengelolaan tambang agar tidak merusak lingkungan. Satu di antara langkahnya adalah mewajibkan perusahaan menyediakan jaminan biaya reklamasi pasca-pertambangan.

"Kepada adik-adik aktivis lingkungan, kami dari ESDM sekarang sangat ketat terhadap pertambangan. Termasuk di sektor Migas. Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) menjadi sangat penting," tegasnya.

Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, menyampaikan bahwa dugaan aktivitas pertambangan ilegal sebagai penyebab banjir masih dalam tahap penyelidikan oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH).

Tim Satgas telah turun ke lokasi untuk memeriksa kegiatan yang dicurigai ilegal.

"Yang terkait ilegal itu ada Satgas PKH. Mereka sudah turun ke lapangan dan melakukan pemetaan. Perusahaan pun memiliki kewajiban tertentu," jelas Yuliot.

Ia menambahkan bahwa perusahaan yang beroperasi tanpa izin akan dikenakan sanksi.

"Jika tidak memiliki perizinan, kegiatan tersebut dianggap ilegal, dan perusahaan akan didenda," katanya.


Analisis Walhi Sumbar

Selain berdampak pada warga, bencana hidrometeorologi yang terjadi ini juga menyebabkan kerusakan infrastruktur dan permukiman. Tampak dalam foto, tim penyelamat mengevakuasi perempuan dan anak-anak dengan perahu karet saat banjir melanda permukiman di Padang, Sumatra Barat, pada 25 November 2025. (Ade Yuandha/AFP)

Sejak 22 November 2025, sejumlah wilayah di Sumatra Barat terdampak banjir bandang dan tanah longsor. Bencana ini tidak hanya merendam ribuan rumah dan merusak infrastruktur, tetapi juga menelan korban jiwa.

Data Basarnas per 29 November 2025 mencatat 22 orang meninggal dan 12 orang masih dalam pencarian.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumbar menekankan bahwa bencana ini merupakan hasil krisis ekologis yang telah berlangsung selama dua dekade.

"Cuaca ekstrem hanya pemicu. Bencana sebesar ini terjadi karena akumulasi kerusakan ekologis bertahun-tahun," ujar Tommy Adam, Ketua Divisi Penguatan Kelembagaan dan Hukum Lingkungan Walhi Sumbar, Jumat (28-11-2025).

Tommy menjelaskan, bencana di Sumatra Barat muncul akibat ketidakadilan dalam penggunaan ruang dan lemahnya pengelolaan lingkungan oleh pemerintah daerah.


Dampak Buruk Pengelolaan Lingkungan

Data Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops) BPBD Padang, Kecamatan Koto Tangah menjadi wilayah dengan jumlah terdampak terbesar, yaitu 20.983 warga. Tampak dalam foto, warga bertahan di tepi sungai saat banjir melanda Padang, Provinsi Sumatra Barat, pada Kamis 27 November 2025. (REZAN SOLEH/AFP)

Degradasi hutan, kerusakan daerah aliran sungai, konversi lahan, penambangan ilegal, serta pembangunan tanpa memperhatikan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) saling berhubungan sebagai faktor penyebab.

"Seluruh kajian risiko bencana dan aturan tata ruang sebenarnya sudah ada, tapi pemerintah daerah tidak serius mengimplementasikannya," ucapnya.

Ia menambahkan, bencana ekologis di wilayah yang sama terjadi setiap tahun. Fenomena kayu hanyut di sungai saat banjir menjadi bukti aktivitas penebangan di hulu DAS yang masih berlangsung.

"Itu bukan fenomena alam, tapi tanda nyata kerusakan di hulu," ujarnya.

Tommy menekankan pentingnya tindakan nyata dalam pengelolaan lingkungan agar bencana serupa tidak terjadi di masa depan.

 

Sumber: merdeka.com

Berita Terkait