Final Liga Champions Bisa Jadi Laga Terakhir Simone Inzaghi Bersama Inter Milan

Kapten Inter, Lautaro Martinez, yang kini masuk daftar tujuh besar striker terbaik dunia versi FourFourTwo, mengakui keistimewaan Inzaghi. “Saya rasa dia memang kurang dihargai. Rahasianya, dia masih berpikir seperti pemain, jadi dia sangat memahami kami. Saya sangat beruntung, karena dia juga seorang striker, jadi dia membuat saya bermain lepas dan bahagia,” ujar Lautaro.

Banyak pemain Inter yang memuji Inzaghi bukan hanya sebagai pelatih hebat, tapi juga sosok yang rendah hati dan dekat dengan pemain. Hal inilah yang membuatnya tetap low profile, meski prestasinya mentereng.

Karier kepelatihan Inzaghi di Serie A bermula dengan cara yang tak terduga. Setelah pensiun sebagai pemain di Lazio, ia melatih tim Primavera dan membawa mereka menjuarai Coppa Italia U-19 untuk pertama kalinya dalam 35 tahun. Ia kemudian dipercaya menangani tim utama setelah pemecatan Stefano Pioli di tahun 2016. Situasi semakin kacau ketika pelatih anyar, Marcelo Bielsa, mundur hanya 48 jam setelah diangkat, sehingga Inzaghi pun naik pangkat.

Di Lazio, ia membangun fondasi taktik 3-5-2 yang kini menjadi ciri khasnya: bek tengah yang piawai membangun serangan, wing-back eksplosif, gelandang kreatif, dan striker tajam. Bersama Lazio, ia meraih Coppa Italia, dua Supercoppa Italiana, dan membawa klub ke babak 16 besar Liga Champions untuk pertama kalinya sejak 2007.

Banyak yang percaya, andai musim 2019/20 tidak terganggu pandemi COVID-19, Lazio asuhan Inzaghi bisa saja menjadi juara Serie A, karena saat liga dihentikan mereka hanya tertinggal satu poin dari Juventus.

Kepindahan ke Inter terjadi setelah Antonio Conte mundur karena tak puas dengan kebijakan transfer klub. Inzaghi langsung dihadapkan pada tantangan berat: kepergian Romelu Lukaku dan Achraf Hakimi, serta keterbatasan anggaran akibat kesepakatan dengan UEFA.

Namun, bersama direktur Giuseppe Marotta, Inter sukses mendatangkan pemain-pemain gratisan berkualitas seperti Hakan Calhanoglu, Andre Onana, Henrikh Mkhitaryan, Marcus Thuram, dan Yann Sommer.

Meski harus berhemat, Inzaghi tetap mampu membawa Inter bersaing di papan atas: dua poin dari juara di musim debut, final Liga Champions kedua di musim kedua, juara Serie A di musim ketiga, dan kembali ke final Eropa di musim keempat.

Namun, musim ini sempat diwarnai kekecewaan besar: kegagalan meraih Scudetto setelah dua kali gagal mempertahankan keunggulan melawan Lazio di pekan-pekan terakhir. Banyak yang menilai, nasib musim ini, dan bahkan masa depan Inzaghi, akan ditentukan oleh hasil di Munich.

Skuad Inter saat ini memang mulai menua, dan rumor kepergian Inzaghi menambah nuansa “now or never” di ruang ganti. Jika berhasil menjuarai Liga Champions, Inzaghi bisa saja memilih pamit dengan status legenda, apalagi jika tawaran besar dari luar Eropa benar-benar datang.

Masih menjadi tanda tanya mengapa Inzaghi belum mendapat pengakuan global. Mungkin karena ia belum pernah melatih di luar Italia, atau karena ia bukan tipikal pelatih yang suka mencari perhatian seperti Klopp atau Mourinho. Ia lebih suka bekerja di balik layar, dan para pemain sangat menghargainya.

Kapten Lautaro Martinez mengaku banyak belajar dari Inzaghi, sementara Matteo Darmian menyebutnya “pelatih hebat sekaligus pribadi yang luar biasa.” Mantan pemilik Inter, Massimo Moratti, dan legenda pelatih Fabio Capello pun tak segan memuji dedikasinya.

Sumber: FourFourTwo, New York Times